Kamis, 05 Januari 2012

Bolehkah Memakan Makanan yang Menjijikkan?


makanan_jijikApakah setiap yang menjijikkan itu jadi haram? Padahal standar makanan menjijikkan atau tidak pada setiap orang itu berbeda-beda. Kita lihat di beberapa daerah sampai memakan cacing, ulat dan makanan yang dirasa sebagian orang menjijikkan. Dalam Al Qur’an, makanan menjijikkan di sini disebut dengan khobits. Makna khobits inilah yang mesti kita pahami sebelum kita menghukumi makanan yang menjijikkan.
Allah Ta’ala berfirman,
وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ
"Dan dia mengharamkan bagi mereka segala yang khobits" (QS Al A’raf: 157).
Makna khobits dalam ayat ini ada tiga pendapat, yaitu:
  1. Khobits adalah makanan haram. Jadi yang dimaksudkan dalam ayat tersebut adalah dilarang menyantap makanan haram.
  2. Khobits bermakna segala sesuatu yang merasa jijik untuk memakannya, seperti ular dan hasyarot (berbagai hewan kecil yang hidup di darat).
  3. Khobits bermakna  bangkai, darah dan daging babi yang dianggap halal. Artinya, Allah mengharamkan bentuk penghalalan semacam ini padahal bangkai, darah dan daging babi sudah jelas-jelas haram.
(Lihat Zaadul Masiir, 3: 273)
Ulama Malikiyah tidak menganggap standar jijik dan tidak dari orang Arab dari ahli Hijaz. Mereka berdalil dengan tiga ayat yang menerangkan bahwa segala hewan yang tidak dinash-kan (tidak disebutkan dalilnya) akan haramnya, dihukumi halal. Tiga ayat yang dimaksud adalah,
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا
Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu” (QS. Al Baqarah: 29)
قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ
Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.” (QS. Al An’am: 145)
وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ
Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu” (QS. Al An’am: 119). Dari tiga ayat ini terlihat bahwa makanan haram adalah yang dikecualikan dari keumuman ayat pertama (Al Baqarah: 29). Selain yang diharamkan berarti kembali kepada keumuman yang menyatakan halal atau bolehnya. (Dinukil dari Al Mawsu’ah All Fiqhiyyah, 5: 147)
Dalam menghukumi makanan yang haram, penulis lebih cenderung berpegang pada pendapat ulama Malikiyah yang menilai bahwa yang khobits (jijik) adalah kembali pada dalil. Jika dalil menyatakan haram, itulah yang dimaksudkan khobits. Jika dalil menyatakan halal, itulah yang dimaksudkan dengan thoyyib.
وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّ‌مُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ
Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik (thoyyib) dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk (khobits)” (QS Al A’raf: 157).
Jika demikian, jadilah sederhana dan simpel untuk memutuskan manakah makanan yang haram ataukah tidak karena tinggal melihat pada dalil Al Qur’an dan As Sunnah yang shahih. Jika kita menggunakan standar orang Arab atau lainnya, ini akan sulit. Padahal tidak semua hewan ada dan hidup di tengah-tengah orang Arab. Ini logika sederhana yang menguatkan pendapat ini.
Intinya di sini, banyaklah gali dalil mengenai makanan halal dan haram, hewan yang halal dan haram, sehingga kita akan tahu manakah yang khobits, manakah yang thoyyib.
Wallahu a’lam bish showwab.

@ Ummul Hamam, Riyadh, KSA, 11 Shofar 1433

0 komentar: