Senin, 23 Januari 2012

Cara Menjadi Orang yang Bijak

Allah ta'ala berfirman (yang artinya), “Tidaklah terlontar suatu ucapan melainkan di sisinya terdapat malaikat yang dekat dan senantiasa mencatat.” (QS. Qaaf: 18)

Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Seorang muslim yang baik adalah yang menjaga kaum muslimin yang lain dari gangguan lisan dan tangannya.”(HR. Muslim)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bertanya kepada para sahabatnya, “Tahukah kalian apa yang dimaksud dengan ghibah?”. Mereka menjawab, “Allah dan rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Kemudian beliau menjelaskan, “Yaitu kamu menyebutkan sesuatu tentang saudaramu, yang dia tidak menyukai hal itu.” Lantas ada yang bertanya, “Bagaimana pendapat anda jika pada diri saudara saya itu memang terbukti ada apa yang saya katakan?”. Beliau menjawab, “Jika apa yang kamu ucapkan itu memang benar-benar ada pada dirinya maka kamu telah meng-ghibah dirinya. Dan apabila ternyata tidak ada, maka kamu telah berbohong atasnya.” (HR. Muslim)

Ibnul Mubarak dan Ibnu Abi 'Ashim meriwayatkan dalam kitab az-Zuhd, dari Hasan al-Bashrirahimahullah. Beliau mengatakan sebuah ucapan yang menakjubkan, “Lisan seorang yang bijak itu terletak di belakang hatinya. Apabila dia ingin berbicara maka dia kembali kepada hatinya. Apabila ucapan itu mendatangkan kebaikan maka dia pun berbicara. Namun, apabila ucapan itu justru akan merugikan/berbahaya baginya maka dia pun menahannya. Adapun orang yang jahil/bodoh itu hatinya berada di ujung lidahnya; sehingga dia tidak pernah kembali menilik ke dalam hati. Apa saja yang mampir di lidahnya, maka dia pun mengucapkannya.” (lihat ar-Rauh wa ar-Raihan, hal. 22)

Abu Nu'aim meriwayatkan di dalam al-Hilyah, demikian juga al-Baihaqi di dalam al-Madkhal, dari Abdullah ibnul Mubarak rahimahullah, beliau berkata, “Barangsiapa yang pelit dengan ilmunya maka dia akan mendapatkan tiga macam bentuk musibah; dia meninggal kemudian hilanglah ilmunya, atau dia lupa, atau dia mengekor kepada penguasa.” (lihat ar-Rauh wa ar-Raihan, hal. 27)

Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu berpesan kepada putranya, “Wahai putraku. Aku wasiatkan kepadamu untuk senantiasa bertakwa kepada Allah, tahanlah lisanmu -agar tidak mencelakakan dirimu-, tangisilah dosa-dosamu, dan hendaklah rumahmu terasa cukup luas untukmu.” (lihat ar-Rauh wa ar-Raihan, hal. 17)

Rabi' bin Khutsaim rahimahullah berkata, “Persedikitlah ucapan kecuali dari sembilan perkara; Subhanallah, Alhamdulillah, Laa ilaaha illallaah, Allahu akbar, membaca al-Qur'an, memerintahkan sesuatu yang ma'ruf, melarang perkara yang mungkar, meminta kebaikan, atau berlindung dari keburukan.” (lihat ar-Rauh wa ar-Raihan, hal. 18)

Dari Ibnu Umar radhiyallahu'anhuma, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Seorang mukmin yang bergaul dengan orang-orang dan bersabar dengan gangguan yang mereka timpakan itu lebih baik daripada yang tidak bergaul dengan orang-orang dan tidak bersabar dalam menghadapi gangguan mereka.” (HR. Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad)

:: Catatan ini terinspirasi dari kitab karya Syaikh Amru Abdul Mun'im Salim hafizhahullah yang berjudular-Rauh wa ar-Raihan fi Fadha'il wa Ahkam al-Mashahif wa al-Qur'an

0 komentar: