Senin, 09 Januari 2012

Memberi Manfaat Menebar Kebaikan

Rasulullah Saw bersabda: مَنِ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْفَعَ أَخَاهُ فَلْيَفْعَلْ “Barangsiapa yang bisa memberi manfaat kepada saudaranya, maka hendaklah ia melakukannya” (HR. Muslim).

Terkadang engkau menemukan sebagian orang yang enggan melakukan sesuatu  yang tidak membahayakannya, padahal berguna bagi orang lain, karena hanya mengurus kepentingan pribadinya. Ini bukanlah sifat seorang muslim. 

Karena alasan itulah, Umar bin Kaththab ra mencela Muhammad bin Maslamah ra ketika ia menghalangi adh-Dhahhak ra bin Khalifah menggali saluran air yang mengalir ke tanahnya yang melewati tanah Muhammad bin Maslamah.

Umar berkata: ‘Kenapa engkau menghalangi sesuatu yang berguna untuk saudaramu, dan ia menjadi manfaat untukmu, engkau menyiram dengannya yang pertama dan terakhir, dan ia tidak membahayakanmu… Demi Allah, ia pasti melewatinya sekalipun di atas perutmu.’

Seorang muslim pada dasarnya selalu berusaha memberikan pelayanan kepada yang membutuhkannya, memberi nasihat kepada yang tidak mengetahuinya, memberi manfaat kepada yang berhak menerimanya berdasarkan motivasi dan keinginan dari dirinya.

Di antara wasiat Rasulullah Saw kepada Abu Barzah ketika ia berkata kepada beliau: Wahai Rasululah, ajarkanlah kepadaku sesuatu yang dengannya Allah Swt memberi manfaat kepadaku.’ Beliau bersabda:

اُنْظُرْ ماَيُؤْذِي النَّاسَ فَاعْتَزِلْهُمْ عَنْ طَرِيْقِهِمْ
Lihatlah sesuatu yang menyakiti manusia, maka singkirkanlah dari jalan mereka.’ (HR Ahmad)
Memberikan manfaat kepada kaum kerabat lebih wajib dan lebih banyak pahalanya. Abu Qilabah berkata: ‘Laki-laki manakah yang lebih besar pahalanya daripada seseorang yang memberi nafkah keluarganya yang kecil, membuat mereka bersikap ‘iffah atau Allah memberi manfaat kepada mereka dengannya, Allah menolong mereka dengan (perantaraan)nya dan Dia mencukupkan mereka.”
Perhatian kepada karib-kerabat seperti ini menarik hati mereka dan menyambung tali silaturrahim, simbol keakraban, tanda cinta, bukti kasih sayang, terutama saat adanya anak-anak kecil dalam keluarga mereka, yang kehilangan perhatian, kasih sayang dan kebutuhan manusia yang terpenting.
Pintu-pintu manfaat sangat banyak, Rasulullah Saw menggabungkannya dengan sabdanya:

عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ صَدَقَةٌ
“Setiap muslim harus bersedekah…”

Beliau membuat beberapa contoh menurut kadar kemampuan seseorang:

فَيَعْمَلُ بِيَدَيْهِ فَيَنْفَعُ نَفْسَهُ وَيَتَصَدَّقُ…فَيُعِيْنُ ذَا الْحَاجَةِ الْمَلْهُوْفِ
Maka ia bekerja dengan kedua belah tangannya, memberi manfaat kepada dirinya dan bersedekah…menolong orang yang sangat membutuhkan…”
dan jika seorang mukmin tidak melakukan sedikit pun dari hal itu:

فَلْيُمْسِكْ عَنِ الشَّرِّ فَإِنَّهُ لَهُ صَدَقَةٌ
‘Maka hendaklah ia menahan diri dari berbuat kejahatan, maka hal itu menjadi sedekah baginya.” (HR Bukhari)

Ini adalah tingkatan memberi manfaat yang terendah, yang tidak pantas seorang muslim lebih rendah darinya dan tidak wajar seorang da’i berada pada tingkatan itu.

Jihad adalah tingkatan memberi manfaat yang tertinggi dan ‘uzlah adalah yang paling rendah. Seorang Arab Badawi bertanya: ‘Wahai Rasulullah, manusia apakah yang terbaik? Beliau menjawab:

رَجُلٌ جَاهَدَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ وَرَجُلٌ فِى شِعْبٍ مِنَ الشِّعَابِ يَعْبُدُ رَبَّهُ وَيَدَعُ النَّاسَ مِنْ شَرِّهِ
Seseorang yang berjihad dengan jiwa dan hartanya dan seseorang yang tinggal di salah satu lembah, menyembah Rabb-nya, dan meninggalkan manusia dari kejahatannya.” (HR Bukhari)

Orang yang berjihad, ia memberikan manfaat kepada manusia lewat pengorbanan jiwa dan hartanya, untuk menjaga mereka dan menakuti musuh mereka. Ini adalah kebaikan terbesar, dan manusia berbeda-beda dalam kebaikan di antara kedudukan pejuang (mujahid) dan orang yang ber’uzlah, yang menahan dirinya dari berbuat jahat kepada orang lain.

Tanggung jawab sangat besar dan beban sangat berat bagi orang yang mengurus kaum muslimin, karena dia lebih mampu menolak bahaya atau memberikan manfaat karena kekuasaan yang dipegangnya dan hak untuk dipatuhi dari rakyatnya. Dalam hal itu, Rasulullah bersabda:

…فَمَنْ وَلِيَ شَيْئًا مِنْ أُمَّةٍ مُحَمَّدٍ فَاسْتَطَاعَ أَنْ يَضُرَّ فِيْهِ أَحَدًا أَوْ يَنْفَعَ فِيْهِ أَحَدًا فَلْيَقْبَلْ مِنْ مُحْسِنِهِمْ وَيَتَجَاَوزْ عَنْ مُسِيْئِهِمْ.
Barangsiapa yang mengurus sedikit dari umat Muhammad, maka ia mampu memberi mudharat kepada seseorang padanya, atau memberi manfaat kepada seseorang, maka hendaklah ia menerima orang yang baik dan memaafkan yang jahat dari mereka.” (HR. Bukhari).

Nabi Saw menjadikan seorang mukmin sebagai perumpamaan selalu memberi manfaat dan menyerupakan dengan pohon kurma  karena selalu hijau dan bisa memberikan manfaat dengan semua yang ada padanya, beliau bersabda:

إِنِّي َلأَعْلَمُ شَجَرَةً يُنْتَفَعُ بِهَا مِثْلُ الْمُؤْمِنِ
Sesungguhnya aku mengetahui pohon yang diambil manfaat dengannya seperti seorang mukmin.’ (HR. Bukhari).

خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain.” (Shahih Al-Jami’).*

Sumber: Maktab Dakwah & Bimbingan Jaliyat Rabwah, Mahmud Muhammad al-Khazandar, islamhouse.com

0 komentar: