Senin, 02 Januari 2012

Rezeki Itu Datangnya dari Allah Ar Razzaq


Hampir semua orang tahu, bahwa rezeki datangnya dari Allah Azza wa Jalla. Dialah yang memberikannya kepada makhluk, baik melalui langit maupun melalui bumi, darat maupun laut. Bahkan para dukun serta orang-orang kafirpun meyakini hal itu, kecuali orang-orang yang sengaja mendustakan.
Allah Azza wa Jalla berfirman menceritakan pengakuan orang-orang musyrik bahwa rezeki datang dari Allah (artinya),
Katakanlah (Hai Muhammad kepada orang-orang musyrik), ‘Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan.’ Maka, mereka menjawab, ‘Allah.’ Maka, katakanlah, ‘Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?’” [Yunus/10: 31].
Syaikh Abdur Rahmân bin Nashir as-Sa’di rahimahullah, seorang ulama besar pada zamannya (wafat th. 1376 H) menjelaskan, bahwa rezeki duniawi maupun rezeki ukhrawi tidak akan dapat diperoleh kecuali dengan takdir dan kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena itulah, Allah Azza wa Jalla berfirman (artinya),
Dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas.” [al-Baqarah/2: 212]
Jadi, baik mukmin maupun kafir, mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkan rizki duniawi serta kesenangan-kesenangan duniawi. Akan tetapi, rezeki yang bersifat hati; berupa ilmu, keimanan, rasa cinta kepada Allah, rasa takut dan harapan kepada Allah, serta rezeki-rezeki lain yang bersifat hati, hanya dianugerahkan oleh Allah Azza wa Jalla kepada orang-orang yang Dia cintai [lihat Taisir al-Karîm ar-Rahmân, Q.S. al-Baqarah/2 ayat 212, penutup ayat].
Dan salah satu di antara nama Allah yang sangat indah adalah ar-Razzâq. Dalilnya antara lain, firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (artinya),
Sesungguhnya, Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” [adz-Dzariyat/51: 58]
Semua ulama yang menghimpun nama-nama Allah dalam kitabnya, memasukkan nama ar-Razzâqdalam kitab-kitab mereka. [Lihat Mu’taqad Ahli as-Sunnah wal Jama’ah fî Asmâ’i Allah al-Husnâ. Dr. Muhammad Khalifah at-Tamimi, Maktabah Adhwâ` as-Salaf, Riyadh, Cet. I, 1419 H/1999 M, hlm. 152-153]
Imam Ibnu Mandah rahimahullah (wafat th. 395 H) memuat nama ar-Razzâq dalam kitab beliau:Kitab at-Tauhid wa Ma’rifat Asmâ’i Allah Azza wa Jalla wa Sifatihi ’alâ al-Ittifâq wa at-Tafarrud [lihat kitab tersebut dengan Tahqîq, Ta’liq dan Takhrij Ahaditsihi: Dr. Ali bin Muhammad bin Nashir al-Faqihi, Maktabah al-Ghuraba’ al-Atsariyah, al-Madinah al-Munawarah, Cet. II, Th. 1414 H/1994 M, hlm. 291]. Beliau membawakan dalil dari hadits Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu yang mengatakan,
أَقْرَأَنِي رَسُوْلُ اللهِ إِنِّى أَنَا الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِيْنُ. رواه أبو داود والترمذي وغيرهما
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membacakan kepadaku (firman Allah Ta’ala, yang artinya), ‘Sesungguhnya Aku adalah ar-Razzâq (Maha Pemberi Rezeki), yang Mahakuat lagi Makakokoh.’” [HR Abu Dawud, at-Tirmidzi dan lain-lain]
Imam at-Tirmidzi rahimahullah mengatakan bahwa hadits ini adalah hadits Hasan Shahîh [lihat al-Jâmi’ ash-Shahîh wa Huwa Sunan at-TirmidziTahqiq: Kamal Yusuf al-Hût, Dâr al-Fikr (V/176), Kitâb al-Qirâ’ât ‘an Rasulillah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Bab 8: Wamin Sûrah adz-Dzâriyât]. Syaikh al-Albâni rahimahullah juga mengatakan, hadits ini shahîh matannya [lihat Shahîh Sunan at-Tirmidzi, Syaikh al-Albâni, Maktabah al-Ma’ârif, Riyadh, Cet. III, dari terbitan baru 1420 H/2000 M (III/173), dalam Kitab al-Qirâ’ât ‘an Rasulillah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Bab 8: Wamin Sûrah adz-Dzariyât. Lihat pula Shahîh Sunan Abi Dawud, Maktabah al-Ma’ârif, Riyadh, Cet. II dari terbitan baru th. 1421 H/2000 M (II/493 no. hadits 3993), Kitab al-Hurûf wa al-Qirâ’ât]
Imam Mubarakfûri, dalam kitabnya Tuhfah al-Ahwadziy bi Syarhi Jaami’ at-Tirmidzi [lihat Kitab al-Qirâ’ât ‘an Rasulillah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Bab 8: Wamin Sûrah adz-Dzariyât, jilid VIII/220, no. Hadits 2940] mengatakan: Ini adalah qira’ah (salah satu bacaan terhadap Al-Qur`ân dari) Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu. Sedangkan bacaan yang mutawatir adalah (yang terdapat dalamMushaf, yaitu),
Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rizki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” [adz-Dzariyât/51: 58]
Dengan demikian, ar-Razzâq adalah salah satu di antara nama Allah Azza wa Jalla yang sangat indah. Dari nama ini dapat dimengerti bahwa Allah Azza wa Jalla Maha menganugerahkan rezeki kepada setiap hamba-Nya, menurut kehendak-Nya.
REZEKI ATAS KEHENDAK ALLAH AZZA WA JALLA
Rezeki Allah Subhanahu wa Ta’ala ada yang bersifat duniawi dan ada yang bersifat ukhrawi. Namun, semuanya berdasarkan kehendak-Nya. Baik mukmin, maupun kafir mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkan rezeki duniawi, bahkan binatang sekalipun. Bahkan, terkadang orang kafir atau binatang justru lebih banyak mendapatkan perolehan duniawi. Karena itu, jika seorang muslim hanya menitik beratkan usaha serta hidupnya untuk mendapatkan rezeki duniawi, serta perolehan dan sukses duniawi, maka apa bedanya ia dengan orang kafir dan binatang?
Mestinya, mencari rezeki duniawi bagi seorang mukmin, tidak lepas dari konteks peribadatan kepada Allah Azza wa Jalla, sehingga yang menjadi perhatian utamanya adalah mendapatkan rezeki ukhrawi serta rezeki-rezeki yang dapat mengantarkannya kepada kebahagiaan ukhrawi.
Imam Ibnu al-Qayyim rahimahullah (wafat th. 751 H) menjelaskan bahwa sikap hidup seorang mukmin berbeda dengan sikap hidup orang-orang kafir. Orang mukmin, meskipun mendapatkan perolehan dunia dan kesenangannya, namun tidak akan ia pergunakan untuk bersenang-senang semata, dan tidak akan ia pergunakan untuk menghilangkan kebaikan-kebaikannya selama hidup di dunia. Tetapi akan ia pergunakan perolehan dunia itu untuk memperkuat diri dalam mencari bekal di akhiratnya kelak [lihat Miftah Dâr as-Sa’adah, karya Imam Ibnu al-Qayyim rahimahullah, Taqdim, Ta’liq dan Takhrij: Syaikh Ali bin Hasan al-Halabi, Muraja’ah: Syaikh Bakr bin Abdillah Abu Zaidrahimahullah, Dâr Ibni al-Qayyim, Riyadh, dan Dâr Ibnu 'Affân – Cairo, cet. I – th 1425 H/2004 M - I/197, ketika membahas hal pertama dari dua hal yang menjadi penyakit generasi terdahulu dan generasi kemudian]
Di samping itu, hendaknya kaum Muslimin bersyukur kepada Allah terhadap segala rezeki yang telah dianugerahkan-Nya. Antara lain dengan menginfakkan sebagian harta yang telah didapatnya itu kepada orang-orang yang membutuhkan. Baik infak yang berbentuk wajib, seperti zakat jika sudah mampu, nafkah kepada istri, sanak famili dan budak serta hewan peliharaan. Maupun yang berbentuk sunat, yaitu infak tidak wajib yang diberikan di jalan-jalan kebaikan. Sebagaimana dikemukakan oleh Syaikh Abdur-Rahmân bin Nashir as-Sa’di rahimahullah dalam Kitab Tafsir-nya,Taisîr al-Karîm ar-Rahmân [Lihat pada pembahasan penutup ayat ke-3 dari surat al-Baqarah]
JENIS REZEKI YANG LEBIH PENTING
Kaum Muslimin juga hendaknya tidak terpaku pada rezeki duniawi, sehingga ketika menghadapi terpaan-terpaan duniawi, seperti krisis melonjaknya harga-harga kebutuhan pokok, kekurangan pangan dan krisis-krisis lain, tidak menjadi gundah dan gelisah. Karenanya tidak perlu melakukan hal-hal yang justeru sebenarnya merupakan penghamburan potensi dan pemubadziran energi sumber daya. Tetapi semua dikembalikan kepada takdir Allah, kemudian melakukan-upaya-upaya positif yang dibenarkan syariat; tidak merusak, dan tetap konsisten menjaga keutuhan persatuan,.serta selalu menghindari permusuhan serta saling balas membalas.
Rezeki ukhrawi, rezeki keimanan, ketaatan, rasa takut, cinta dan berpengharapan kepada Allah, justeru lebih penting dan harus diupayakan untuk mendapatkannya dengan sungguh-sungguh serta dengan selalu memohon pertolongan kepada Allah Azza wa Jalla. Sehingga kehidupan akan menjadi berkah. Bukankah rezeki hanya berasal dari Allah Azza wa Jalla?
Nas’alullah lana wa lakum at-Taufiq.
Rujukan:
1. Al-Jâmi’ ash-Shahîh wa Huwa Sunan at-Tirmidzi, Tahqîq: Kamal Yusuf al-Hût, Dâr al-Fikr.
2. Kitab at-Tauhid wa Ma’rifat Asmâ`i Allah Azza wa Jalla wa Sifatihi ’alâ al-Ittifâq wa at-Tafarrud, Tahqîq, Ta’liq dan Takhrij Ahaditsihi: Dr. Ali bin Muhammad bin Nashir al-Faqihi, Maktabah al-Ghuraba’ al-Atsariyah, al-Madinah al-Munawarah.
3. Miftah Dâr as Sa’adah, Imam Ibnu al-Qayyim rahimahullah, Taqdim, Ta’liq dan Takhrij: Syaikh Ali bin Hasan al-Halabi, Muraja’ah: Syaikh Bakr bin ‘Abdillah Abu Zaid rahimahullah, Dâr Ibni al-Qayyim, Riyadh dan Dâr Ibnu ‘Affân, Cairo, Cet. I, Th. 1425 H/2004 M.
4. Mu’taqad Ahli as-Sunnah wal-Jama’ah fî Asmâ`i Allah al-Husnâ, Dr. Muhammad Khalifah at-Tamimi, Maktabah Adhwâ` as-Salaf, Riyadh.
5. Shahîh Sunan Abi Dawud, Syaikh al-Albâni, Maktabah al-Ma’ârif, Riyadh.
6. Shahîh Sunan at-Tirmidzi, Syaikh al-Albâni, Maktabah al-Ma’ârif, Riyadh.
7. Taisîr al-Karîm ar-Rahmân, Syaikh Abdur Rahmân bin Nashir as-Sa’di.
8. Tuhfah al-Ahwadzi bi Syarhi Jâmi’ at-Tirmidzi, Imam Mubarakfû

0 komentar: