Rabu, 29 Februari 2012

Datangnya Musibah Bisa Jadi Karena Dosa


musibah_2Ketika musibah dan bencana menghampiri kita, kadang yang dijadikan kambing hitam adalah alam, artinya alam itu murka. Ketika sakit datang, yang disalahkan pula konsumsi makanan, kurang olaharga dan seterusnya. Ketika kita terzholimi oleh atasan atau majikan karena belum telat gaji bulanan, kadang yang jadi biang kesalahan adalah majikan atau bos yang dijuluki pelit atau bakhil. Walau memang sebab-sebab tadi bisa jadi benar sebagai penyebab, namun jarang ada yang merenungkan bahwa karena dosa atau maksiat yang kita perbuat, akhirnya Allah mendatangkan musibah, menurunkan penyakit atau ada yang menzholimi kita. Coba kita renungkan ayat yang akan dibahas berikut ini.
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy Syura: 30).
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Wahai sekalian manusia, ketahuilah bahwa musibah yang menimpa kalian tidak lain adalah disebabkan karena dosa yang kalian dahulu perbuat. Dan Allah memaafkan kesalahan-kesalahan kalian tersebut. Dia bukan hanya tidak menyiksa kalian, namun Allah langsung memaafkan dosa yang kalian perbuat.” Karena memang Allah akan menyiksa seorang hamba karena dosa yang ia perbuat. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
وَلَوْ يُؤَاخِذُ اللَّهُ النَّاسَ بِمَا كَسَبُوا مَا تَرَكَ عَلَى ظَهْرِهَا مِنْ دَابَّةٍ
Dan kalau sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan usahanya, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu mahluk yang melata pun” (QS. Fathir: 45).
Dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah, mereka mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ وَصَبٍ وَلاَ نَصَبٍ وَلاَ سَقَمٍ وَلاَ حَزَنٍ حَتَّى الْهَمِّ يُهَمُّهُ إِلاَّ كُفِّرَ بِهِ مِنْ سَيِّئَاتِهِ
Tidaklah seorang mukmin tertimpa suatu musibah berupa rasa sakit (yang tidak kunjung sembuh), rasa capek, rasa sakit, rasa sedih, dan kekhawatiran yang menerpa melainkan dosa-dosanya akan diampuni” (HR. Muslim no. 2573).
Dari Mu’awiyah, ia berkata bahwa ia mendengar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَا مِنْ شَىْءٍ يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ فِى جَسَدِهِ يُؤْذِيهِ إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ عَنْهُ بِهِ مِنْ سَيِّئَاتِه
Tidaklah suatu musibah menimpa jasad seorang mukmin dan itu menyakitinya melainkan akan menghapuskan dosa-dosanya” (HR. Ahmad 4: 98. Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata bahwa sanadnya shahih sesuai syarat Muslim).
Bisa jadi pula musibah itu datang menghampiri kita karena dosa orang tua. Abul Bilad berkata pada ‘Ala’ bin Badr mengenai ayat,
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ
Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri”, dan sejak kecil aku sudah buta, bagaimana pendapatmu? ‘Ala’ berkata,
فبذنوب والديك
“Itu boleh jadi karena sebab orang tuamu”.
Seseorang bisa jadi mudah lupa terhadap ayat Qur’an yang telah ia hafal karena sebab dosa yang ia perbuat. Adh Dhohak berkata,
ما نعلم أحدا حفظ القرآن ثم نسيه إلا بذنب
Kami tidaklah mengetahui seseorang yang menghafal Qur’an kemudia ia lupa melaikan karena dosa”. Lantas Adh Dhohak membacakan surat Asy Syura yang kita bahas saat ini. Lalu ia berkata,
وأي مصيبة أعظم من نسيان القرآن.
“Musibah mana lagi yang lebih besar dari melupakan Al Qur’an?”
Jadi boleh jadi bukan karena kesibukan kita, jadi biang kesalahan hafalan Qur’an itu hilang. Boleh jadi karena tidak menjaga pandangan, terus menerus dalam maksiat serta meremehkan dosa, itulah sebab Allah memalingkan Al Qur’an dari kita.
Demikian faedah yang kami peroleh dari tafsir Ibnu Katsir. Moga Allah melepaskan berbagai musibah yang menimpa kita. Ayat ini adalah sebagai renungan bagi kita untuk selalu mengintrospeksi diri sebelum menyalahkan orang lain ketika kita terzholimi. Boleh jadi musibah itu  datang karena dosa syirik, tidak ikhlas dalam amalan, amalan bid’ah, dosa besar atau meremehkan maksiat yang kita perbuat hari demi hari.
Ya Allah, ampunilah dosa dan terimalah taubat kami.
Semoga hati, lisan dan badan ini bisa bersabar dalam menghadapi berbagai cobaan.
Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.

Referensi: Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 12: 280-283, terbitan Muassasah Qurthubah.

@ Ummul Hamam, Riyadh, KSA, 7 Rabi’uts Tsani 1433 H

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Musibah memang karena perbuatan manusia sendiri, karena Allah tidak pernah menzolimi manusia, prosesnya adalah, ketika manusia berdosa belum bisa langsung terkena azab dosanya, karena takaran dosa belum cukup dengan ukuran terkena musibah( La yukallipullahu nafsahu illaa wus`ahaa) artinya, Allah memberikan kemampuan sesuai dengan takaran kemampuannya, disini bermakna jika melebihi kemampuannya dari yang telah diberikan Allah, maka akan ada effeknya (terjadi sesuatu karena kelebihan )dan demikian pula dengan perbuatan dosa, jika takaran dosa belum sampai memenuhi kepada takaran yang diberikan, maka tidak akan terjadi sesuatu, akan tetapi jika sudah memenuhi takaran kemudian masih melakukan dosa, sedangkan dosa yang diperbuatnya belum dikurangi dengan Taubatnya, pasti berdosanya melebihi takaran, maka akan terjadi dan terkena sesuatu efeknya atau akibatnya, seperti sakit, atau musibah lain sesuai dengan perbuatan dosa yang diperbuatnya. Jadi memang jika terjadi musibah pada manusia siapapun karena ulahnya sendiri, tidak bisa mengkambing hitamkan orang lain
Contoh perumpamaan, seperti Nabi Adam as, berada dalam kesucian disyurga, kemudian dikotori, maka terusir, karena sudah ternoda tempat suci itu. Umat Nabi Nuh as,langkah kedua didunia, memang tempat dosa, kafasitas dosa umat nabi Nuh telah melampaui batas kafasitas dosanya, sudah tidak mampu lagi menahan beban dosanya, ya beban dosanya yang meneggelamkan dirinya, Kaum `AAD, kaum Tsamud, Kaum Luth, Fir`aun beban dosanya telah melampaui kapasitasnya, yang ditenggelamkan, baik dengan bumi, petir dan dengan air, DEMIKIAN PULA ORANG YANG SAKIT, jika beban dosanya sedikit karena banyak bertaubat yang ringan saja sakitnya mudah sembuh, atu disembuhkan, sementara yang lama, agar sadar bertaubatlah dengan extra agar dipercepat sembuhnya untuk meringan benan dosanya, jika tidak menyadarinya sampai mati belum mendapat pengampunan, dan ini bisa ditandai makin parah sakitnya. Demikian pula seorang penghafal Quran, mengapa cepat lupa, karena hafalan tanpa perbuatan sedikit sekali manfaatnya, akan hilang hapalannya sedikit demi sedikit, akan tetapi jika diperaktekkan sampai mati tak akan lupa, karena setiap kebaikan yang dilakukannya, akan menerangi hatinya, dan Malaikat mengiringinya, akn tetapi Hafal Quran tanpa diperaktekkan perbuatan baiknya akan menjadi pendusta belaka, maka mudah sekali hilang hafalannya ( bacalah surat Shaaf ayat 2 dan 3 )

Unknown mengatakan...

Musibah memang karena perbuatan manusia sendiri, karena Allah tidak pernah menzolimi manusia, prosesnya adalah, ketika manusia berdosa belum bisa langsung terkena azab dosanya, karena takaran dosa belum cukup dengan ukuran terkena musibah( La yukallipullahu nafsahu illaa wus`ahaa) artinya, Allah memberikan kemampuan sesuai dengan takaran kemampuannya, disini bermakna jika melebihi kemampuannya dari yang telah diberikan Allah, maka akan ada effeknya (terjadi sesuatu karena kelebihan )dan demikian pula dengan perbuatan dosa, jika takaran dosa belum sampai memenuhi kepada takaran yang diberikan, maka tidak akan terjadi sesuatu, akan tetapi jika sudah memenuhi takaran kemudian masih melakukan dosa, sedangkan dosa yang diperbuatnya belum dikurangi dengan Taubatnya, pasti berdosanya melebihi takaran, maka akan terjadi dan terkena sesuatu efeknya atau akibatnya, seperti sakit, atau musibah lain sesuai dengan perbuatan dosa yang diperbuatnya. Jadi memang jika terjadi musibah pada manusia siapapun karena ulahnya sendiri, tidak bisa mengkambing hitamkan orang lain
Contoh perumpamaan, seperti Nabi Adam as, berada dalam kesucian disyurga, kemudian dikotori, maka terusir, karena sudah ternoda tempat suci itu. Umat Nabi Nuh as,langkah kedua didunia, memang tempat dosa, kafasitas dosa umat nabi Nuh telah melampaui batas kafasitas dosanya, sudah tidak mampu lagi menahan beban dosanya, ya beban dosanya yang meneggelamkan dirinya, Kaum `AAD, kaum Tsamud, Kaum Luth, Fir`aun beban dosanya telah melampaui kapasitasnya, yang ditenggelamkan, baik dengan bumi, petir dan dengan air, DEMIKIAN PULA ORANG YANG SAKIT, jika beban dosanya sedikit karena banyak bertaubat yang ringan saja sakitnya mudah sembuh, atu disembuhkan, sementara yang lama, agar sadar bertaubatlah dengan extra agar dipercepat sembuhnya untuk meringan benan dosanya, jika tidak menyadarinya sampai mati belum mendapat pengampunan, dan ini bisa ditandai makin parah sakitnya. Demikian pula seorang penghafal Quran, mengapa cepat lupa, karena hafalan tanpa perbuatan sedikit sekali manfaatnya, akan hilang hapalannya sedikit demi sedikit, akan tetapi jika diperaktekkan sampai mati tak akan lupa, karena setiap kebaikan yang dilakukannya, akan menerangi hatinya, dan Malaikat mengiringinya, akn tetapi Hafal Quran tanpa diperaktekkan perbuatan baiknya akan menjadi pendusta belaka, maka mudah sekali hilang hafalannya ( bacalah surat Shaaf ayat 2 dan 3 )