Rabu, 29 Februari 2012

Perkataan Imam Syafi'i Tentang Orang yang Meninggalkan Shalat


meninggalkan_shalat_3Para ulama seringkali membahas masalah ini tatkala memasuki bahasan shalat, apakah orang yang meninggalkan shalat masih muslim ataukah bukan, alias “kafir”. Kalau mengingkari kewajiban shalat, tidak diragukan lagi kafirnya. Namun yang dibahas adalah jika ia tidak memiliki amalan shalat, padahal mengaku muslim (di KTP), artinya ia meninggalkan shalat takaasulan (malas-malasan).
Para ulama seringkali membahas masalah ini tatkala memasuki bahasan shalat, apakah orang yang meninggalkan shalat bukan lagi muslim, alias “kafir”. Kalau mengingkari kewajiban shalat, tidak diragukan lagi kafirnya. Namun yang dibahas adalah jika ia tidak memiliki amalan shalat, padahal mengaku muslim (di KTP), artinya ia meninggalkan shalat takaasulan(malas-malasan).
Sebagian orang memahami bahwa Imam Asy Syafi’i rahimahullah tidak mengkafirkan orang yang meninggalkan shalat. Namun yang tepat dalam hal ini, Imam Syafi’i adalah di antara ulama yang menyatakan kafirnya. Sedangkan kesimpulan bahwa beliau tidak mengkafirkan, itu tidak secara nash dari beliau. Dan sebenarnya hanya kesimpulan dari para ulama madzhab Syafi’i karena melihat indikasi dari perkataan beliau, bukan dari perkataan Imam Syafi’i secara tegas. (Lihat perkataan Syaikh Amru bin ‘Abdul Mun’im Salim dalam kitab Al Manhaj As Salafi ‘inda Asy Syaikh Nashiruddin Al Albani)
Imam Ath Thohawi rahimahullah telah menyandarkan perkataan bahwa Imam Asy Syafi’i menyatakan meninggalkan shalat itu kafir. Ath Thohawi berkata dalam Musykilul Atsar (4: 228),
و قد اختلف أهل العلم في تارك الصلاة كما ذكرنا , فجعله بعضهم بذلك مرتدا عن الإسلام , و جعل حكمه حكم ما يستتاب في ذلك , فإن تاب وإلا قتل , منهم الشافعي رحمة الله تعالي عليه
“Para ulama telah berselisih pendapat dalam masalah hukum meninggalkan shalat sebagaimana yang pernah kami sebutkan. Sebagian ulama ada yang menyatakan orang yang meninggalkan shalat berarti murtad dari Islam dan ia pun harus dimintai taubat. Jika tidak bertaubat, ia dibunuh. Di antara ulama yang berpendapat seperti ini adalah Imam Asy Syafi’i rahimahullah.”
Setelah kami rujuk dan mendapat pelajaran dari saudara kami Abul Jauzaa’ akhirnya kami kurang setuju dengan pernytaaan Syaikh Amru di atas. Karena ternyata Ath Thohawi keliru dalam hal ini. Yang benar mengenai pendapat Imam Asy Syafi’i, beliau tidak mengkafirkan orang yang meninggalkan shalat karena malas-malasan sebagaimana dinukilkan dalam Al Umm dan kami copy dari tulisan saudara kami Abul Jauzaa’.
Asy-Syaafi’iy rahimahullah berkata,
مَنْ تَرَكَ الصَّلَاةَ الْمَكْتُوبَةَ مِمَّنْ دَخَلَ فِي الْإِسْلَامِ قِيلَ لَهُ: لِمَ لَا تُصَلِّي؟ فَإِنْ ذَكَرَ نِسْيَانًا، قُلْنَا: فَصَلِّ إِذَا ذَكَرْتَ، وَإِنْ ذَكَرَ مَرَضًا، قُلْنَا: فَصَلِّ كَيْفَ أَطَقْتَ ؛ قَائِمًا، أَوْ قَاعِدًا، أَوْ مُضْطَجِعًا، أَوْ مُومِيًا، فَإِنْ قَالَ: أَنَا أُطِيقُ الصَّلَاةَ وَأُحْسِنُهَا، وَلَكِنْ لَا أُصَلِّي، وَإِنْ كَانَتْ عَلَيَّ فَرْضًا قِيلَ لَهُ: الصَّلَاةُ عَلَيْكَ شَيْءٌ لَا يَعْمَلُهُ عَنْكَ غَيْرُكَ، وَلَا تَكُونُ إِلَّا بِعَمَلِكَ، فَإِنْ صَلَّيْتَ، وَإِلَّا اسْتَتَبْنَاكَ، فَإِنْ تُبْت وَإِلَّا قَتَلْنَاكَ، فَإِنَّ الصَّلَاةَ أَعْظَمُ مِنَ الزَّكَاةِ
“Barangsiapa yang meninggalkan shalat wajib bagi orang yang telah masuk Islam (muslim), dikatakan kepadanya : ‘Mengapa engkau tidak shalat ?’. Jika ia mengatakan : ‘Kami lupa’, maka kita katakan : ‘Shalatlah jika engkau mengingatnya’. Jika ia beralasan sakit, kita katakan kepadanya : ‘Shalatlah semampumu. Apakah berdiri, duduk, berbaring, atau sekedar isyarat saja’. Apabila ia berkata : ‘Aku mampu mengerjakan shalat dan membaguskannya, akan tetapi aku tidak shalat meskipun aku mengakui kewajibannya’. Maka dikatakan kepadanya : ‘Shalat adalah kewajiban bagimu yang tidak dapat dikerjakan orang lain untuk dirimu. Ia mesti dikerjakan oleh dirimu sendiri. Jika tidak, kami minta engkau untuk bertaubat. Jika engkau bertaubat (dan kemudian mengerjakan shalat, maka diterima). Jika tidak, engkau akan kami bunuh. Karena shalat itu lebih agung daripada zakat” [Al-Umm, 1/281. Disebutkan juga oleh Al-Baihaqiy dalam Ma’rifatus-Sunan wal-Aatsaar, 3/117].
حُضُورُ الْجُمُعَةِ فَرْضٌ، فَمَنْ تَرَكَ الْفَرْضَ تَهَاوُنًا كَانَ قَدْ تَعَرَّضَ شَرًّا، إِلَّا أَنْ يَعْفُوَ اللَّهُ، كَمَا لَوْ أَنَّ رَجُلًا تَرَكَ صَلَاةً حَتَّى يَمْضِيَ وَقْتَهَا، كَانَ قَدْ تَعَرَّضَ شَرًّا، إِلَّا أَنْ يَعْفُوَ اللَّهُ.
“Menghadiri shalat Jum’at adalah wajib. Barangsiapa yang meninggalkan kewajiban karena meremehkannya, maka ia akan mendapatkan akibat buruk, kecuali Allah memaafkannya. Sebagaimana jika seseorang meninggalkan shalat hingga lewat dari waktunya, maka ia pun akan mendapatkan akibat yang buruk, kecuali jika Allah memaafkannya” [Al-Umm, 1/228. Disebutkan juga oleh Al-Baihaqiy dalam Ma’rifatus-Sunan wal-Aatsaar, 2/528].
Kalam terakhir dari Imam Syafi’i terlihat jelas bahwa beliau tidak mengkafirkan orang yang meninggalkan shalat karena malas-malasan. Demikian pula pendapat ulama madzhab Syafi’i. Silakan pembaca merujuk pembahasan Abul Jauzaa’ di sini. Semoga Allah membalas amalan beliau dengan pahala melimpah yang telah berusaha untuk meluruskan saudaranya yang keliru.
Namun sekali lagi, kami kurang setuju dengan pendapat terakhir dari Imam Syafi’i yang kami nukil terakhir karena pendapat ini menyelisihi berbagai dalil dari Al Qur’an, hadits dan ijma’ (kesepakatan) para sahabat.
Allah Ta’ala berfirman,
فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا إِلَّا مَنْ تَابَ وَآَمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا
Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui al ghoyya, kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh.” (QS. Maryam : 59-60)
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhuma mengatakan bahwa ‘ghoyya’ dalam ayat tersebut adalah sungai di Jahannam yang makanannya sangat menjijikkan, yang tempatnya sangat dalam. (Ash Sholah, hal. 31)
Dalam ayat ini, Allah menjadikan tempat ini –yaitu sungai di Jahannam- sebagai tempat bagi orang yang menyiakan shalat dan mengikuti syahwat (hawa nafsu). Seandainya orang yang meninggalkan shalat adalah orang yang hanya bermaksiat biasa, tentu dia akan berada di neraka paling atas, sebagaimana tempat orang muslim yang berdosa. Tempat ini (ghoyya) yang merupakan bagian neraka paling bawah, bukanlah tempat orang muslim, namun tempat orang-orang kafir.
Dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ
(Pembatas) antara seorang muslim dan kesyirikan serta kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim no. 257).
Umar bin Khottob mengatakan,
لاَ إِسْلاَمَ لِمَنْ تَرَكَ الصَّلاَةَ
Tidaklah disebut muslim bagi orang yang meninggalkan shalat.” Saat Umar mengatakan perkataan di atas tatkala menjelang sakratul maut, tidak ada satu orang sahabat pun yang mengingkarinya. Oleh karena itu, hukum bahwa meninggalkan shalat adalah kafir termasuk ijma’ (kesepakatan) sahabat.
Mayoritas sahabat Nabi menganggap bahwa orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja adalah kafir sebagaimana dikatakan oleh seorang tabi’in, Abdullah bin Syaqiq. Beliau mengatakan,
كَانَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ -صلى الله عليه وسلم- لاَ يَرَوْنَ شَيْئًا مِنَ الأَعْمَالِ تَرْكُهُ كُفْرٌ غَيْرَ الصَّلاَةِ
Dulu para shahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah menganggap suatu amal yang apabila ditinggalkan menyebabkan kafir kecuali shalat.” Perkataan ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi dari Abdullah bin Syaqiq Al ‘Aqliy seorang tabi’in dan Hakim mengatakan bahwa hadits ini bersambung dengan menyebut Abu Hurairah di dalamnya. Dan sanad (periwayat) hadits ini adalah shohih. (Lihat Ats Tsamar Al Mustathob fi Fiqhis Sunnah wal Kitab, hal. 52)
Ibnul Qayyim mengatakan, ”Tidakkah seseorang itu malu dengan mengingkari pendapat bahwa orang yang meninggalkan shalat adalah kafir, padahal hal ini telah dipersaksikan oleh Al Kitab (Al Qur’an), As Sunnah dan kesepakatan sahabat. Wallahul Muwaffiq (Hanya Allah-lah yang memberi taufik).” (Ash Sholah, hal. 56)
Adapun orang yang kadang shalat, kadang tidak, ini dihukumi telah melakukan dosa besar bahkan satu shalat saja yang ditinggalkan itu lebih besar dari dosa zina, dosa membunuh, dosa meminum minuman keras dan dosa besar lainnya. Rincian akan hal ini telah dibahas di rumaysho.com dalam tulisan: Dosa Meninggalkan Shalat Limat Waktu Lebih Besar dari Dosa Berzina
Jika sudah tahu besarnya dosa meninggalkan shalat, kenapa masih enggan melaksanakannya dan seringnya bolong –kadang shalat dan kadang tidak-?
Moga Allah beri hidayah demi hidayah untuk terus beramal sholeh dan melakukan yang wajib.

Silakan membaca bahasan kami di rumaysho.com mengenai sanggahan pada pendapat yang tidak mengkafirkan orang yang meninggalkan shalat di sini.

Referensi:
Al Manhaj As Salafi ‘inda Asy Syaikh Nashiruddin Al Albani, ‘Amr bin ‘Abdul Mun’im Salim
Ash Sholah wa Hukmu Tarikiha, Ibnul Qoyyim, terbitan Dar Al Imam Ahmad

@ Ummul Hamam, Riyadh, KSA, 2 Rabi’uts Tsani 1433 H

3 komentar:

Unknown mengatakan...

Ingatlah meninggalkan shalat berarti mempermainkan meninggalkan, meremehkan, memperolok, berdusta atas kebaikan Allah swt yang diberikan karunia besar kepadanya, sudah jelas diperintah melakukan kebaikan oleh Allah malas-malasan atau menjurus enggan dan tidak mau melaksanakan perintah Allah, ini adalah pembangkangan dan menghalangi dirinya dari rahmat Allah, bagi Allah sudah jelas kekafirannya, Imam syafi`i sebanarnya suddah tahu pasti orang itu kafir/kufur atas perntah Allah, ini sudah tergolong berkelkauan syetan

Unknown mengatakan...

Tidak bisa kita pungkiri, dalam surat AlMaun saja, sudah dikatakan Allah swt, yang shalat saja akan mendapatkan kecelakaan, dikatakan Allah sebagai pendusta Diinullah. jika Shalatnya LALAI dari perbuatan baiknya :
1. Tidak memperhatikan anak Yatim jika dilingkungannya ada anak Yatim.
2. Membiarkan orang miskin sampai tidak makan atau kelaparan
Dua hal ini, dikhususkan untuk orang yang sudah Shalat, sebagai pendusta Dinullah.
Efek yang terjadi Shalat itu menjadi celaka, karena Bachil(enggan membantu)
Kriteria lainnya orang tersebut akan dijangkiti penyakit Hati :
1. Ria dalam melakukan kebaikan, ingin diketahui dan dipuji orang, jika dilihat orang baru berani melakukan kebaikan, nilainya disisi Allah rusak dan celaka.
2. Bachil. atau enggan membantu orang lain yang yang sedang kesulitan(merasa sayang berinfaq), ini dianggap Allah Lalai artnya sia-sia shalatnya.
Jadi sama saja Tidak shalat akan masuk neraka, dan shalat jika bakhil pun akan masuk neraka,karena shalatnya tidak diterima Allah karena perbuatannya buruk.
Itulah sebenaranya arti shalat dalam surat Al`Akabut ayat 45." Bahwa shalat artinya tidak melakukan kejahatan, baik keji (pola fikir buruk)maupun munkar ( Hati dan nafsunya membangkang dan menghalangi dirinya dari perbuatan baik)karena itu sebenarnya orang sudah shalat sewajibnya tidak melakukan perbuatan syetan, demikian pula orang yang tidak shalat mengaku muslim sama halnya, bewajah manusia akan tetapi berhati Iblis,karena tidak mau mengikuti perintah Allah, dan sebenarnya Allah menunggu perbuatan baikmu setelah atau sebelum shalat Makhdhoh.

Unknown mengatakan...

Sebenarnya dalam Hadist Nabi saw, HR Muslim, orang yang meninggalkan shalat saja dengan sengaja maka kriterianya Kafir (Nabi saw,yang berbicara)
Sudah sangat jelas kriteria Kafir adalah tidak beriman, kendatipun orang itu ber KTP Islam, disisi Allah tidaka diakui karena telah melawan dan mengingkari perintah Allah hal ini sama halnya ketika Jin diperintah Allah swt, menghormati Adam as, Jin tidak mau maka disebut Kafir oleh Allah, sejak itu bergelar Iblis (sombong dan pembangkang) nah sekarang apa bedanya orang yang mengaku Islam tidak mengerjaklan shalat dengan sengaja, itu berarti melawan perintah Allah, sama halnya seperti Jin menjadi Iblis melawan perintah Allah, (QS.2:34) dan QS.2 : 6-7 )Ingat yang mengatakan kafir adalah Allah yang di ikuti oleh Nabi saw, sudah sangat jelas bukan, tentang orang meninggalkan shalat dan mengerjakan shalat akan tetapi celaka.