Senin, 12 Maret 2012

Risalah Al Qusyairi : 3. Mengasingkan Diri

Abd al-Karim ibn Hawazinal-Qusyairi

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahawa Nabi saw mengatakan, “Di antara cara-cara terbaik bagi manusia dalam mencari penghidupan adalah: mengenderai kuda di jalan Allah (dalam perang jihad) dan apabila dia mendengar suara manusia-manusia yang panik atau ketakutan, dia memacu kudanya mencari mati syahid atau kemenangan di medan jihad; atau seseorang yang menggembalakan biri-biri dan kambing-kambingnya di puncak gunung atau di dalam lembah dan mendirikan solat, membayarkan zakat, dan beribadah kepada Tuhan sampai maut menjemputnya. Seluruh urusannya dengan sesama manusia didasarkan pada kebaikan.”

Sikap seorang hamba yang layak ketika dia memutuskan untuk memisahkan diri dari manusia adalah meyakini bahawa masyarakat akan terhindar dari kejahatannya, bukan bahwa dia akan terhindar dari kejahatan mereka.

Seorang melihat seorang rahib dan berkata kepadanya, “Anda seorang rahib?” Dia menjawab, “Bukan. Saya adalah anjing penjaga. Jiwa saya adalah seekor anjing yang menyerang umat manusia. Saya telah menjauhkannya dari mereka supaya mereka aman.”
Sesungguhnya, “Uzlah adalah menjauhi sifat-sifat yang tercela dan bertujuan mengubah sifat-sifat tersebut, bukan untuk mencipta jarak yang sejauh-jauhnya dari sesuatu tempat. Itulah sebabnya mengapa timbul pertanyaan, “Siapakah orang ‘arif itu?”. Mereka menjawab, yaitu “Orang yang dekat, dan pada saat yang sama, dia adalah orang yang jauh.” artinya, bersama dengan sesama manusia secara lahiriah, dan berada jauh dari mereka secara batiniah.

Syeikh Abu Ali Al-Daqqaq memberikan anjuran demikian, “Pakailah bersama sesama manusia apa yang mereka pakai, dan makanlah apa yang mereka makan. Tetapi terpisahlah secara batiniah.”
“Seseorang datang kepada saya dan berkata, “Saya datang dari tempat yang sangat jauh berkunjung kepada anda.” Selanjutnya saya mengatakan, “Masalah ini (yakni mendapatkan pengetahuan tentang Tuhan), tidak bersangkut paut dengan jauhnya jarak yang ditempuh. Berpisahlah dari diri anda sendiri dalam satu langkah saja, dan anda pasti mencapai tujuan anda.”

Yahya mengkhabarkan bahwa Abu Yazid mengatakan, “Saya melihat Tuhan dalam mimpi saya, lalu saya bertanya, “Bagaimana aku hendak bertemu dengan Mu?” Tuhan menjawab, “Tinggalkan dirimu dan datanglah.”

Yahya bin Muaz berkata, “Fikirkanlah apakah keakraban anda adalah dengan khalwat ataukah dengan Dia dalam khalwat. Apabila keakraban anda dengan khalwat, maka khalwat akan lenyap ketika anda keluar darinya. Apabila keakraban anda adalah dengan Dia dalam khalwat, maka di mana pun akan sama saja bagi anda, apakah di gurun pasir atau di padang rumput.”

Sahl mengatakan, “Khalwat baru sempurna dengan memakan makanan halal, dan memakan makanan halal baru sempurna dengan membayarkan zakat, yang adalah hak Tuhan.”
Dzun Nun Al-Mishri mengatakan, “Saya tidak menemukan satu hal pun yang lebih baik yang dapat melahirkan keikhlasan selain ‘uzlah.”
Abu Abdullah Al-Ramli menyatakan, “Gantikanlah kesertaan anda dengan orang lain menjadi sepi, makanan anda menjadi lapar, dan ucapan anda menjadi munajat. Maka anda akan mati atau mencapai Allah SWT.”

Dzun Nun Al-Mishri menyatakan, “Orang yang menyembunyikan dirinya dari sesama manusia melalui khalwat tidaklah seperti orang yang menyembunyikan dirinya dari sesamanya melalui Tuhan.”

Syuib Ibn Harb menyatakan, “Saya berangkat menemui Malik Ibn Mas’ud di Kufah, dan dia sendirian di dalam rumahnya. Saya bertanya, ‘Apakah anda tidak merasa sepi dan takut sendirian?” Dia menjawab, “Saya tidak menganggap bahwa seseorang yang bersama Tuhan adalah kesepian.”

Berkata Syuib Ibn Harb, “Wahai sahabatku! Sesungguhnya ibadah tidaklah kekal (istiqamah) dengan bergabung dengan yang lain. Orang yang belum akrab dengan Tuhan tidak akan menjadi akrab dengan apa pun.”

Seseorang ditanya, “Hal mengagumkan apakah yang telah anda temukan dalam perjalanan anda?” Dia menjawab, “Khidir as menjumpai saya dan dia ingin menyertai saya. Saya khuatir dia mengganggu pergantungan saya kepada Tuhan.”

Seseorang bertanya kepada Dzun Nun Al-Mishri, “Bila uzlah tepat bagi saya?” Dia menjawab, “Ketika anda sanggup memisahkan diri anda dari diri anda sendiri.”
Apabila Tuhan hendak memindahkan hamba-Nya dari kehinaan kekafikaran menuju kemuliaan ketaatan, Dia menjadikannya intim dengan bersendirian, kaya dalam kesederhaan, dan mampu melihat kekurangan dirinya. Barangsiapa telah dianugerahi semua ini beerti telah mendapatkan yang terbaik dari dunia dan akhirat.

Sumber: Delisufi

0 komentar: