Rabu, 25 April 2012

APA YANG DISEBUT MUSHAF IBN MAS'UD???

APA YANG DISEBUT MUSHAF IBN MAS'UD DAN
TUDUHAN RAGAM BACAAN YG ADA DI DALAMNYA
The History of The Qur'anic Text hal 215 - 230

Seperti dikatakan sebelumnya, Arthur Jeffery telah meneliti 170 jilid buku dalam mengumpulkan daftar ragam bacaan yang menghabiskan sebanyak sekitar 300 halaman dalam bentuk cetakan, memuat apa yang disebut mushaf milik sekitar tiga puluh orang ilmuwan. Dari jumlah ini ia mencadangkan 88 halaman guna mengupas ragam bacaan yang, menurutnya, bermula dari Mushaf Ibn Mas'ud, sedang 65 halaman yang lain dari Mushaf Ubayy. Sedang selebihnya (140 halaman) khusus membahas dua puluh delapan ilmuwan yang lain. Adanya ragam bacaan dengan urutan tinggi yang ditudingkan terhadap Ibn Mas'ud secara tidak wajar, membuat Mushaf itu menarik untuk diteliti dengan lebih mendalam; beberapa anggapan Jeffery mengenai mushaf itu sebagai berikut.
  • Berbeda dengan Mushaf Uthmani dari sisi susunan surah,
  • Mengalami perbedaan teks,
  • Dan tidak memasukkan tiga surah.
la melempar semua tuduhan walau tak ada seorang manusia, termasuk sumber-sumbernya, yang pernah menyaksikan "Mushaf' tersebut dengan semua ragam bacaan yang la katakan. Pada hakikatnya, tidak satu pun referensi yang dipakai menyebut keberadaan "Mushaf Ibn Mas'ud"; sebaliknya mereka menggunakan perkataan qara'a (membaca), dalam konteks bacaan "Ibn Mas'ud terhadap ayat tertentu". Jika kita lihat secara sepintas terhadap sumber itu, maka akan dapat memunculkan dua bantahan secara spontan. Pertama, karena mereka tidak pernah menyatakan bahwa Ibn Mas'ud membaca dari naskah tertulis, maka kita dengan mudah menganggap bahwa ia membaca melalui hafalannya, dan bagaimana mungkin dapat kita menyimpulkan bahwa bacaan yang salah itu bukan disebabkan oleh ingatan yang meleset? Kedua, (hal ini pernah saya sampaikan sebelumnya), kebanyakan referensi Jeffery sama sekali tidak memiliki isnad yang menyulitkan untuk dapat diterima karena sumber itu tidak menawarkan sesuatu kecuali fitnah.
Membandingkan sebuah Mushaf yang dikaitkan dengan ilmuwan tertentu dengan Mushaf `Uthmani akan tak membawa faedah, kecuali dapat me­nunjukkan bahwa keduanya memiliki status yang sama, membuktikan kebenaran yang pertama dengan keyakinan yang kita miliki. lsi kandungan se­buah Mushaf, sama seperti hadith atau qira'at, yang hanya dapat diriwayatkan melalui cara yang ditentukan oleh para ilmuwan:
  1. Sahih dengan keyakinan Sepenuhnya, atau
  2. Meragukan, atau
  3. Sama sekali palsu (baik karena kesalahan disengaja ataupun tidak di sengaja).
Katakanlah kebanyakan para murid Ibn Mas'ud (seperli al-Aswad, Masruy, ash-Shaibani, Abti Wa'il, al-Hamadani, 'Alqamah, Zirr, dan lainnya) melaporkan satu pemyataan secara sepakat, maka jika dikaitkan dengan Ibn Mas'ud akan dianggap sah dan diterima. Jika sebagian besar dapat menyepakati, sementara satu atau dua orang murid yang terkenal meriwayatkan sesuatu yang berlainan, maka anggapan yang minoritas ini disebut "meragukan". Jika yang minoritas terdiri dari para murid yang bernilai pas-pasan serta tak dikenal, tetapi pernyataan mereka menyalahi kesepakatan para murid yang ngetop, maka akan dimasukkan ke dalam kelompok ke tiga yang benar-benar palsu.

Guna menyatukan manuskrip, "kesamaan status" menjadi konsep yang sangat penting. Jika kita temukan dokumen tulisan tangan pengarang pertama, kedudukannya secara ilmiah dari naskah salinan yang dimiliki oleh para murid yang terkenal (apa lagi murid bayangan) akan secara otomatis hilang nilainya. Melakukan sebaliknya, atau menyamakan yang asli dengan duplikat dianggap sangat tidak ilmiah.1 Dengan memahami masalah ini, marilah kita hadapi tuduhan-tuduhan Jeffery.

1. Susunan Mushaf Ibn Mas'ud

Tak ada satu dari mereka yang hidup sezaman dengan Ibn Mas'ud menyebut Mushaf yang dimilikinya memuat susunan surah yang berlainan, isu itu muncul ke permukaan setelah beliau wafat. An-Nadim mengutip al-Fadl bin Shadhan, "Saya melihat susunan surah dalam Mushaf Ibn Mas'ud sebagai berikut: al-Baqarah, an-Nisa', `Ali `Imran...[yaitu, tanpa al-Fatihah]."2 Seterusnya melalui komentar, an-Nadim menyebut bahwa secara pribadi, ia pemah melihat berbagai Mushaf yang dikaitkan kepada Ibn Mas'ud, akan tetapi ia tidak pemah melihat dua naskah yang mirip satu sama lain, ditambah lagi ia juga menemukan satu naskah di abad kedua Hijrah yang memuat surah al-Fatihah. Karena al-Fadl bin Shadhan terhitung memiliki wewenang keilmuan yang cukup terpandang dalam bidang ini, an-Nadim memutuskan lebih baik mengutip daripada mengutamakan observasi sendiri.3Komentar an-Nadim membuktikan bahwa mereka yang menganggap adanya kelainan pada Mushaf Ibn Mas'ud tidak dnp;u menyatakan secara pasti susunan surah yang sebenarnya, walau pada tahapan keyakinan yang paling minim.

Terdapat jumlah signifikan dari murid-murid yang terkenal yang belajar Shari'ah (hukum Islam dan fiqih) di bawah bimbingan Ibn Mas'ud dan meriwayatkan AI-Qur'an darinya. Mengenai Mushafnya, kita menemukan dua riwayat silang: yang pertama menyebutkan bahwa susunan surah berlainan dengan yang kita miliki, sementara yang lain mengatakan sama. Yang pertama gagal mencapai kesepakatan mengenai urutan surah, dan ternyata riwayat ke dua jauh lebih meyakinkan. Tentunya versi yang lebih konkret akan lebih menarik perhatian kita. AI-Qur'an memperjelas apa yang pernah ia lihat tentang Mushaf Ibn Mas'ud, Ubayy, dan Zaid bin Thabit, dan melihatnya tidak terdapat perbedaan.4

Melalui kesepakatan para qari profesional, mereka mengikuti nada bacaan salah satu dari tujuh qari yang memiliki urutan teratas: misalnya `Uthman, 'All, Zaid bin Thabit, Ubayy, Abu Musa al-Ash'ari, Abu ad-Darda', dan Ibn Mas'ud. Jaringan mata rantai riwayat bacaan mereka langsung sampai pada Nabi Muhammad , dan susunan surah pada tiap-tiap bacaan persis sama dengan AI-Qur'an yang ada sekarang. Kita juga mesti ingat, kalaupun kita memberi penilaian pada riwayat yang sumbang, perbedaan susunan surah tidak akan berpengaruh pada isi kandungan AI-Qur'an .5

Karena setelah menghafal sebagian besar dari AI-Qur'an secara langsung dari Nabi Muhammad, Ibn Mas'ud ternyata sangat kritis dan bahkan pernah berang saat tidak diikutsertakan dalam kepanitiaan penyiapan Mushaf 'Uthmani, dengan melempar kecaman pedas yang membuat para Sahabat merasa gerah. Kemudian saat kemarahan mereda, bisa jadi juga ia telah menyatakan penyesalan atas komentarnya yang tergesa-gesa, dan lalu menyusun surah-surah dalam Mushaf pribadinya mengikuti urutan Mushaf 'Uthmani. Barangkali inilah pemicu munculnya dua riwayat yang berseberangan, urutannya sama, namun berbeda dengan milik `Uthman, kendati yang tahu persis penyebabnya hanya Allah swt.. Penyimpangan yang mungkin terjadi pada kebanyakan "Mushaf Ibn Mas'ud" yang muncul setelah wafatnya, di mana satu sama lain tidak sama, menunjukkan bahwa seluruh Mushaf yang dikaitkan kepadanya dianggap satu kekeliruan, dan para ilmuwan yang melakukan hal itu tampaknya juga lalai dalam meneliti sumber-sumber yang ada. Sayangnya, para penjual barang-barang kuno itu, lebih suka melihat dari sisi keuntungan, gara-gara mementingkan kepingan fulus perak, berani membuat taruhan menamhah Mushaf palsu Ibn Mas'ud atau Ubayy ke atas barang dagangan mereka.6

2. Teks yang Berbeda dengan Mushaf Kita

Di atas, tadi sudah saya sebut perlunya kepastian tentang Mushaf Ibn Mas'ud. Ketika meneliti berbagai ragam bacaan, Abu Hayyan an-Nahawi menemukan kebaayakan riwayat dikaitkan dengan Ibn Mas'ud, mengambil sumber dari kelompok Syiah. Sementara para ilmuwan Sunni di sisi lain menyatakan bahwa bacaan Ibn Mas'ud senada dengan bacaan seluruh umat Islam.7Oleh karena itu, pengaruh dari sumber itu tidak dapat mengubah keyakinan dan pengetahuan kita. Pada halaman 57-73 Kitab al-Masahif (yang disunting oleh Jeffery), dalam bab "Mushaf `Abdullah bin Mas'ud," kita mendapat koleksi ragam bacaan yang panjang itu, semuanya bersumber dari al­A'mash (w. 148 H.). AI-A'mash bukan saja tidak memberi referensi untuk hal itu - dan yang lebih mengejutkan, kesukaannya melakukan tadlis (menggelapkan sumber infotmasi) - ia juga dianggap memiliki kecenderungan terhadap Syiah.8 Banyak contoh yang dapat menguatkan kesimpulan Abu Hayyan mengenai hubungan Syiah itu. Dalam bukunya, Jeffery mengaitkan bacaan berikut terhadap Ubayy dan Ibn Mas`ud (walaupun tanpa referensi):9
 
"Dan mereka yang paling dulu percaya terhadap Nabi Muhammad, alaihis salam, adalah 'Ali dan keturunannya yang Allah telah pilih dari kalangan para Sahabat dan dijadikannya mereka sebagai pemimpin atas yang lain. Mereka itulah orang-orang yang menang dan yang akan mewarisi surga Firdaus, mereka kekal selama-lamanya."
Sementara yang disebut dalam AI-Qur'an
('Dan orang-orang yang paling dahulu beriman, merekalah yang paling dulu [masuk surga]. Mereka itulah orang yang didekatkan [kepada Allah.])10 Penghormatan yang berlebihan pada keturunan 'Ali, tanpa diragukan, menyimpan perasaan membela Syiah.11

Melibatkan diri dalam penelitian, memerlukan dasar pijakan yang kuat. Namun dalam hal ini, kita menemukan mereka tenggelam dalam arus kabar angin yang hampir sama sekali tidak punya jaringan mata rantai transmisi, dan gagal dalam menyajikan pendapat logis mengenai apa yang dikatakan sebagai 'Mushhaf Ibn Mas'ud' itu. Dalam keadaan seperti ini, pendekatan dan penemuan Jeffery, seperti yang dapat kita lihat, pada intinya sangat naif.

3. Tiga Surah yang Dihilangkan

Surah pertama dan dua surah yang terakhir (Surah al-Fatihah, al-Falaq dan an-Nas), menurut beberapa riwayat, tidak terdapat dalam Mushaf Ibn Mas'ud.12 Tampaknya seluruh masalah yang ada sangat meragukan. Jeffery mengawali tulisannya dengan melempar tudingan ragam bacaan dari Surah al­Fatihah: arshidna dan bukan ihdina, dan juga man, bukan alladhina.13 Di mana dia berkilah bahwa surah ini tidak pemah ada, jadi dari mana dia mendapat ragam bacaan ini? Para pembaca tentu masih ingat komentar an-Nadim sebelum ini bahwa ia pernah menemukan sebuah Mushaf yang dikaitkan dengan Ibn Mas' ud yang memuat surah al-Fatihah. Ingat bahwa surah al-Fatihah itu tak perlu dipertanyakan lagi, merupakan surah yang paling sering dibaca dalam AI­Qur' an, dan juga bagian yang tidak terpisahkan dari setiap rakaat dalam shalat. Dalam shalat berjamaah, surah itu menggema dari tiap menara masjid sebanyak enam kali dalam sehari, dan delapan kali pada tiap hari Jumat. Oleh sebab itu, tudingan adanya ragam bacaan al-Fatihah tidak perlu dianggap serius, dan secara logika bacaan surah ini diperdengarkan pada telinga setiap Muslim bermula sejak zaman Nabi Muhammad . 14

Seorang yang cenderung ingin menyalin beberapa surah Tertentu, kurang begitu suka dengan yang lain, ia behas melakukannya, bahkan membual tambahan pada sisi halaman juga dibenarkan selama hal itu dipisahkan dari Kitab Suci. Kejadian seperti itu tidak bisa dipakai untuk berkilah menentang keutuhan AI-Qur'an. Mushaf' Uthmani yang memuat Kalam Allah yang tidak pernah temodai dan dibagi ke dalam 114 surah, sudah jadi kepercayaan yang tak mungkin terusik bagi kaum Muslimin; siapa yang mengelak menerima pandangan ini, ia akan jadi buangan. Kalaulah Ibn Mas'ud menolak tiga surah ini, maka nasibnya juga sama.

Al-Baqillani sampai pada argumentasi yang menyeluruh dan meyakinkan dalam menafikan laporan miring seperti tersebut di alas. la menyatakan bahwa siapa yang menolak surah tertentu yang merupakan bagian dari Al-Qur an, maka ia dianggap murtad atau fasik. Jadi salah satu sifat ini akan terkena pada Ibn Mas'ud kalau riwayat itu benar adanya. Dalam banyak hadith, Nabi Muhammad memuji kesalehannya dan tidak mungkin berbuat macam­ macam. Orang-orang yang hidup sezaman dengan Ibn Mas'ud juga ber­kewajiban, kalau mereka melihat sesuatu yang mencemarkan kepercayaannya, mengungkapkannya sebagai penyeleweng atau murtad, jika tidak, berarti mereka mencemarkan din sendiri Namun kenyataannya, mereka yang hidup sezaman dengannya sepakat dalam memuji keilmuan yang dimiliki tanpa satu orang pun yang berseberangan. Dalam pandangan al-Baqillani, keadaan itu hanya mempunyai dua implikasi: kemungkinan Ibn Mas'ud tidak pernah menolak status sebenarnya mengenai surah itu, atau para ilmuwan yang mengenalnya kurang tepat dalam menghadapi fitnah yang semestinya perlu diganyang ketika itu.15
 
i. Analisis Isi Kandungan Mushaf Ibn Mas'ud
 
Asal usul munculnya penghapusan surah-surah ini, urutannya dapat dibuat sebagai berikut; dalam hal ini jaringan mata rantai transmisi mendahului setiap riwayat.
  • 'Asim-Zirr (salah seorang murid Ibn Mas'ud)-Ibn Mas'ud: riwayat mem­buat tudingan bahwa ia tidak menuliskan dua surah (no. 113 dan 114) dalam Mushafnya.16
  • AI-A'mash-Abu Islury-'Ahdur-Rahman bin Yazid: Ibn Mas'ud mcng­hapus suruh Mu'awwidluuain (surah 113 and 114) dari Must afnya dan mcngatakan bahwa keduanya bukan bagian dart Al-Qur'an .17
  • Ibn 'Uyaynah-`Abdah dan `Asim-Zirr: "Saya berkata pada Ubayy, 'Saudaramu menghapus surah 113 dan 114 dari Mushafnya', yang mana ia tidak menolaknya. Ketika ditanya apakah yang dimaksudkan itu adalah Ibn Mas'ud, Ibn `Uyaynah menjawab dengan nada pasti dan menambah bahwa kedua surah itu tidak ada dalam Mushafnya karena ia menganggap sebagai doa perlindungan Ilahi yang digunakan oleh Nabi Muhammad untuk cucunya al-Hasan dan al-Husain. Ibn Mas'ud tetap tidak mengubah pendiriannya, sementara yang lain yakin dan memasukkannya ke dalam AI-Qur'an.18
Jadi, dalam riwayat kedua dan ketiga, Ibn Mas'ud menghapus surah­surah yang sempat masuk dalam Mushafnya, jika demikian mengapa dia menulisnya saat pertama kali? Hal ini tentu tidak masuk akal. Kalau dikatakan Mushaf itu telah ditulis dan memuat dua surah terakhir, sudah tentu keduanya merupakan satu kesatuan yang utuh dari Mushaf yang beredar pada saat itu. Kalau terdapat keraguan, maka menjadi kewajiban Ibn Mas'ud memastikan masalah yang ada dengan para ilmuwan lain sewaktu di Madinah maupun tempat lain. Dalam satu fatwanya, ia pemah menyatakan bahwa lelaki yang mengawini wanita lalu menceraikan sebelum jima', maka ia boleh mengawini ibu wanita itu. Ketika in berkunjung ke Madinah dan membahas isu itu selanjutnya, ia mengakui telah bersalah clan kemudian membatalkan fatwanya. Misi pertama saat kembali ke Kufah adalah menemui orang yang pernah minta fatwa dan mengatakan bahwa hal itu tidak benar. Demikianlah sikapnya dalam bidang ilmiah, maka lebih-lebih lagi dalam isu yang jauh lebih penting mengenai AI-Qur'an. Semua bukti yang lebih masuk akal menunjukkan semua cerita yang tidak wajar mengenai dirinya adalah palsu, dan para ilmuwan zaman dulu seperti an-Nawawi dan Ibn Hazm menyatakan bahwa yang ditimpakan pada Ibn Mas'ud itu bohong.19

Ibn Hajar, salah satu muhaddithun terkemuka, menolak kesimpulan itu. Selagi Ibn Hanbal, Bazzar, at-Tabarani dan lainnya mengutip kejadian itu melalui jaringan mata rantai riwayat yang sahih, maka ia memberi alasan bahwa tudingam itu tidak dapat dinafikan sesederhana itu; melakukan hal itu berarti menafikan hadith sahih tanpa dukungan sewajarnya. Ibn Hajar berusaha membuat kompromi pada kedua riwayat yang berseberangan dengan berpijak pada penafsiran Ibn as-Sabbagh: dalam ulasan pertama Ibn Mas'ud tetap enggan mengakui kedudukan keduanya sebagai surah AI-Qur' an, tetapi setelah diketahui tidak dipersoalkan oleh umat dan merupakan bagian dari AI-Qur'an, sikap keraguannya semakin mencair dan akhimya percaya seperti yang lain.20

Argumentasi di atas merupakan yang terkuat yang saya pernah lihat dalam memberi dukungan terhadap tudingan itu. Untuk mengupas persoalan lebih lanjut, saya akan berpijak pada metode muhaddithun lain guna menyingkap kekeliruan pendirian Ibn Hajar itu.

ii. Keyakinan Ibn Mas'ud

Telah saya tegaskan sebelumnya bahwa al-Fatihah, tujuh ayat yang paling sering dibaca di masjid dan rumah-rumah semenjak zaman Nabi Muhammad secara logika tak mungkin ditolak oleh Ibn Mas'ud. Per­soalannya, menyangkut surah 113 dan I l4. Dalam jaringan cerita ke tiga, kita temukan bahwa Ubayy tidak menolak Ibn Mas'ud, dengan mendengar bahwa ia telah menghapus surah pungkasan itu, ia tidak bermaksud menolak. Apa artinya? Itu berarti ia setuju, ataupun tidak setuju tapi bertahan setelah melihat ada perbedaan. Karena kita tahu Mushaf Ubayy memuat kedua stirah tersebut, maka kita tidak bisa menerima persetujuannya. Begitu juga kita mesti menolak ketidaksetujuannya karena sikap tidak peduli sama dengan mengatakan bahwa masyarakat bebas memilih bagian AI-Qur'an apa saja yang mungkin dianggap menarik. Dalam hal ini, tidak seorang pun dapat mendominasi sikap yang demikian dan masih tetap dianggap sebagai Muslim. Oleh sebab itu, riwayat mengenai diamnya Ubayy merupakan kepalsuan yang nyata.21

Sekarang kita hendak melihat penyesuaian yang dilakukan oleh ibn as­Sabbagh. Banyak dari kalangan para Sahabat seperti Fatimah, A'ishah, Abu Harairah, Ibn `Abbas dan Ibn Mas'ud meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad selalu membaca AI-Qur'an dengan Malaikat Jibril tiap Ramadhan satu kali dalam setahun, dan dua kali dalam tahun sebelum beliau wafat. Bahkan dalam tahun terakhir, Ibn Mas'ud juga ikut serta. Dia juga membaca Kitab itu dua kali bersama Nabi Muhammad yang kemudian memujinya dengan ucapan laqad ahsanta (bacaan Anda hagus). berdasarkan kejadian itu pula Ibn 'Abbas menganggap bacaan Ibn Mas'ud sebagai yang jelas dan tepat.22 Pujian tersebut mcnunjukkan bahwa AI-Qur'an terekam dalam ingatan yang penuh kepastian; murid-muridnya yang cemerlang, seperti `Alqamah, al-Aswad, Masruq, as­Sulami, Abu Wa'il, ash-Shaibani, al-Hamadani, dan Zirr, semuanya meriwayatkan AI-Qur'an yang mereka terima dari padanya berjumlah sebanyak 114 surah. Hanya salah satu murid Zirr, `Asim, satu-satunya yang memberi pernyataan konyol kendati ia mengajarkan seluruh isi kandungan Kitab Suci atas wewenang Ibn Mas'ud.23

Salah satu karya Ibn Hajar, yaitu sebuah risalah ringkas mengenai hadith yang berjudul Nuzhat an-Nazar, memberitahukan kita bahwa jika seorang perawi yang tepercaya (katakanlah seorang ilmuwan betahap B) membelakangi pendapat perawi lain yang lebih tinggi kedudukannya (yaitu ilmuwan bertahap A), ataupun bila terdapat ilmuwan lebih banyak (yang sama derajatnya) mendukung satu versi cerita dari yang lain, maka penjelasan yang dikemukakan oleh yang lebih rendah disebut shadh (nyleneh dan loyo). Dalam berita di atas kita dihadapkan pada satu pernyataan laksana seorang atlet renang yang coba-coba hendak melawan arus raksasa, yang menjadikan hal ini dapat dipandang sebagai satu kebatilan.24 Ini tentunya berlandaskan pada metode yang dipakai oleh para muhaddithun, yang walaupun Ibn Hajar mengutip ketentuan-ketentuan itu, namun barangkali saat itu mental beliau dalam keadaan tidak begitu prima atau, dalam hal ini, dimana seorang yang intelijen pun boleh jadi mengalami hal yang sama. Mungkin ada pendapat yang menyebut, guna mengangkat permasalahan shadh dan batil memerlukan dua pernyataan silang, sementara apa yang kita hadapi adalah hanya berkaitan dengan penghapusan surah 113 dan 114, tanpa ada oposisi. Alasannya sederhana, dalam suasana yang normal hanya ketidaknormalan yang biasanya diangkat menjadi bahan cerita. Contohnya, darah yang mengucur keluar dari urat kita berwama merah adalah sesuatu yang biasa, tetapi darah berwarna biru (sejenis kepiting) adalah sesuatu yang luar biasa dan akan mendapat liputan lebih banyak. Hal yang serupa, kita tidak akan mempersoalkan murid-murid Ibn Mas'ud yang gagal memberitahukan kita apakah guru mereka meyakini 114 surah, karena itu sudah jadi masalah yang lumrah. Hanya mereka yang percaya sedikit atau lebih, akan menjadi objek pemberitaan.

Komentar yang saya kemukakan terhadap Mushaf Ibn Mas'ud dapat juga diterapkan pada Ubayy bin Ka'b, atau siapa saja dalam masalah tersebut.

4. Kapan Suatu Tulisan itu Dapat Diterima Sebagai Bagian dari AI-Quran?
 
Hammad bin Salamah meriwayatkan bahwa Mushaf Ubayy mcmuat dua surah lebih, yang disebut al-Hafad dan al-Khala'.25 Berita ini betul-hetul palsu karena terdapat cacat besar dalam jaringan mata rantai perawinya, karena jarak waktu yang tak terhitung, sekurang-kurangnya, dua atau tiga generasi antara kematian Ubayy (w. sekitar 30 H.) dan kegiatan ilmiah Hammad (w. 167 H.). Selain itu, kita juga mesti ingat bahwa catatan yang dibuat dalam buku tidak menjadi bagian dari buku itu sendiri. Tetapi katakanlah, sekadar untuk adu alasan dalam berdebat, kita menerima bahwa beberapa alinea lebih tertulis dalam Mushaf Ubayy. Adakah alinea langsung dan otomatis meningkat sama kedudukannya dengan AI-Qur'an? Tentu saja tidak. Mushaf 'Uthmani terselesaikan, dan disebarluaskan melalui para guru yang mengajarkannya setelah mendapat wewenang yang sesuai dan jadi ketentuan dalam menetapkan apakah sesuatu teks itu AI-Qur'an, bukan sekadar coret-coretan tak menentu dari manuskrip ilegal.
i. Prinsip Menenukan Ayat sebagai Al-Qur'an
Tiga pedoman yang hendaknya terpenuhi sebelum cara sebuah bacaan suatu ayat dapat diterima sebagai AI-Qur'an:
  • Qira'at mesti tidak diriwayatkan hanya dari satu sumber yang memiliki otoritas, melainkan melalui sejumlah riwayat besar (yang cukup untuk melenyapkan kemungkinan adanya kesalahan yang masuk), yang juga sampai kepada Nabi Muhammad yang dapat menjamin keaslian dan kepastian bacaan.
  • Teks bacaan mesti sama dengan apa yang terdapat dalam Mushaf 'Uthmani.
  • Cara pengucapan mesti senada dengan tata bahasa Arab yang benar.
Semua karya tulis yang memiliki otoritas dalam bidang qira'at, seperti Kitab as-Sab`af fi al-Qira'at oleh Ibn Mujahid, pada umumnya menyebut adanya pembaca tunggal di setiap pusat kegiatan ilmu Islam yang kemudian diikuti oleh dua atau tiga orang murid. Daftar yang minim seperti itu tampaknya berseberangan dengan prinsip pertama. Bagaimana dapat menjelaskan seorang ahli membaca AI-Qui an (qari) dan dua muridnya dari Basrah misalnya, membuktikan bahwa qira'at itu diriwayatkan melalui jalur riwayat yang besar? Untuk menjelaskan persoalan ini para pembaca hendaknya melihat kembali topik "Ijazah bacaan" pada bab sebelum ini.26 Prof. Robson dan Ishaq Khan, yang menyajikan jalur riwayat Sunan Ibn Majah melalui Ibn Qudamah, hanya bisa mendapatkan beberapa nama saja, sementara dengan melacak ijazah bacaan kami temukan lebih dari 450 murid. Itu pun hanya dari satu manuskrip; naskah-naskah tambahan lain yang juga dari jaringan mata rantai periwayatan yang sama, dapat memberi angka yang lebih besar. Sama halnya dengan menyebut dua atau tiga nama murid adalah semata-mata sebagai yang terwakili dan dimaksudkan untuk menghemat waktu penyusunan dan juga bahan tulisan, dan terserah pada para ilmuwan yang merasa berminat akan hal itu untuk mengupas secara tuntas.

Ada perbedaan mendasar antara AI-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad dalam hal penyampaian riwayat melalui otoritas tunggal. Satu-satunya ilmuwan dan hafal satu hadith bisa jadi, ketika ia mengajar melalui hafalannya, merasa perlu mencari persamaan kata pengganti saat terlupa pada kata-kata yang sebenarnya. Jika tak seorang pun yang meriwayatkan hadith itu, maka ketidak telitiannya akan berlalu secara mudah tanpa terditeksi. Bandingkan hal itu dengan AI-Qur' an. Dalam tiga shalat jamaah, shalat Jumat, Tarawih, Idul Fitri, dan Idul Adha, imam akan membaca dengan suara kuat dan mendapat dukungan dari jamaah di belakangnya. Jika tidak ada anggota jamaah yang menegur, berarti bacaannya mendapat restu orang banyak yang jumlahnya ratusan, ribuan, atau bahkan puluhan ribu. Tetapi apabila ada teguran ketika shalat, sedangkan imam tetap memaksakan bacaan yang menyalahi Mushaf 'Uthmani, ia akan didongkrak secepatnya sebagai imam shalat. Tak akan mungkin terdapat kekeliruan dalam qira'at yang dapat lewat begitu saja, dan semua yang melanggar batas-batas yang telah ditetapkan akan segera disingkirkan. Batas-batas yang ditetapkan dengan jelas seperti ini yang merupa­kan sumber penyelamat utama Al-Qui an .27

Mari kita periksa setiap naskah yang dikaitkan dengan AI-Qur'an dengan berpijak pada prinsip-prinsip di atas. Tampak jelas prinsip yang pertama itu tidak ada, karena naskah [dua surah Ubayy itu] tidak memberi penjelasan tenlang yang meriwayatkan. Mengenai syarat kedua; apakah hal ini sejalan dengan Mushaf 'Uthman? Adanya ketidakserasian sekecil apa pun dalam masalah kerangka huruf hidup, dapat menyebabkan runtuhnya nilai kepercayaan. la mungkin bisa dipakai untuk yang lain, kecuali untuk menjadi bagian dari AI-Qur'an. ltu merupakan kesepakatan kaum Muslimin semenjak empat belas abad yang lalu.

Berbicara mengenai kerangka huruf mati, perlu kita sebut di sini masalah huruf hidup (contohnya alif jika terletak di tengah sebuah kata) biasanya menampilkan ortografi yang agak lain, biasanya tergantung pada pertimbangan penulis. Lihat contoh him. 131-5 dan juga penerbitan faksimile dalam bahasa Prancis baru-baru ini mengenai kepingan naskah Al-Qui an.28 Dalam contoh yang kedua kita menemukan kata qalu (dengan alif di tengah) ditulis dengan qalu (tanpa alif di tengah). Berdasarkan ketentuan ini, maka hat yang sama dapat terjadi pada kepingan naskah AI-Qui an yang ditemukan di Yaman. Perbedaan pada tahapan ini tidak akan membuat kita keblinger, kita mesti memperlakukan masalah ini persis sama seperti kata color vs. colour atau center vs. centre dalam bahasa Inggris, karena kelainan ortografi laiknya kesatuan halus yang selalu muncul dalam bahasa manapun .29 Namun apabila sekeping tulisan itu jatuh ke tangan mereka yang selalu ingin tahu, meski dibenarkan adanya perbedaan ortografi, tetapi tidak sesuai dengan kerangka AI-Qur'an `Uthmani, kita mesti singkirkan jauh-jauh ke luar dan menganggapnya sebagai hal yang palsu dan tidak berlaku. Tentunya jika terdapat tanda-tanda huruf mati yang hilang disebabkan kesalahan menulis, maka hal itu akan bisa diterima sebagai bagian dari AI-Qur'an. Contohnya, al-fawahish ditulis al-wahish, di mana penulisnya meninggalkan huruf Fa'.30
 
ii. Contoh Hukuman bagi Ilmuwan Karena Menyalahi Ketentuan di atas
 
Ibn Sanbudh (w. 328/939), salah seorang ilmuwan terbesar di bidang qira'at di zamannya, menganggap remeh naskah 'Uthmani dalam membaca AI-Qur'an. Karena bacaan itu terbukti benar melalui jalur transmisi yang berlainan serta sesuai dengan grammar hahasa Arab, ia beranggapan bacaan itu sah walaupun berbeda dengan Mushaf 'Uthmani. Dalam persidangan hukum, ia diminta bertobat dan akhimya dikenakan hukum cambuk sebanyak sepuluh kali.31 An-Nadim mengutip surat pengakuan Ibn Shanbudh sebagai berikut:32







Dalam kalimat di bawah menunjukkan bahwa Ibn Shanbudh mengakui kesalahan melanggar Mushaf yang didukung oleh seluruh umat, dan kemudian mohon ampunan Allah
  • Seorang ilmuwan lain, Ibn Miqsam (w. 354/965) juga diminta bertobat di depan para fuqaha' dan qurra' karena teori bacaannya yang berbeda. Teorinya menyebutkan, bacaan siapa saja selama masih sesuai dengan Mushaf `Uthmani dan kaidah bahasa Arab, dapat dianggap sah tanpa perlu menyelidiki asal usul jalur qira'at dan mendapat pengesahan mengenai tanda-tanda bacaan yang berkaitan dengan tiap-tiap ayat.33
Seorang ilmuwan meremehkan prinsip yang kedua, sementara yang lain menganggap rendah ketentuan yang pertama. Rev. Mingana menyatakan penyesalannya bagi yang mau menerima kedua ilmuwan itu.34 Sekurang­kurangnya, kita dapat menganggap suatu yang wajar setelah mengetahui bahwa keduanya diberi perlakuan atas dasar belas kasih ketimbang William Tyndale (1494-1536), gara-gara salah menerjemahkan kitab Injil ke dalam bahasa Inggris, dihajar hukum bakar hidup-hidup (menurut versi Bible King James).35
5. Kesimpulan
Para ilmuwan Yahudi dan Kristen sejak lama telah menyimpan obsesi ingin melecehkan adanya perbedaan terhadap Al-Qur'an, hanya Allah dengan begitu mudah mengamankan dan memelihara Kitab-Nya sehingga segala upaya dan sumber yang jadi andalan hanya mampu menjadikan mereka kewalahan. Abad ke-20 ini menyaksikan adanya satu Lembaga Kajian AI­Qur'an yang didirikan oleh Universitas Munich. Seluruh ruangan gedung dipenuhi sebanyak empat puluh ribu naskah AI-Qur'an dari berbagai abad dan negara dan kebanyakan dalam bentuk foto asli, sedang para stafnya asyik menyibukkan diri membandingkan kata-kata dari setiap naskah sebagai upaya yang tak kenal lelah dalam menyingkap perbedaan yang terdapat dalam AI­Qur'an.

Beberapa waktu sebelum Perang Dunia II, laporan pendahuluan yang cukup mantap telah diterbitkan yang menyebut bahwa tentunya terdapat kekeliruan dalam menyalin manuskrip Al-Qur'an, kendati tidak terdapat ragam perbedaan. Selama peperangan, Amerika mengebom lembaga tersebut menghancurkan keseluruhan yang ada termasuk direksi, staf, dan semua pakar perpustakaan... Ini semua membuktikan bahwa tidak ada perbedaan pada naskah-naskah AI-Qur'an sejak abad pertama hingga ke abad ini.36
 
Jeffery mengakui fakta ini kendati secara sinis ia menyesal bahwa "Secara praktis semua Mushaf-Mushaf terdahulu dan kepingan-kepingan naskah yang selama ini diteliti dengan hati-hati membuktikan adanya kesamaan teks, kalau pun terdapat perbedaan, hal itu hampir keseluruhannya dapat diterangkan sebagai kesalahan tulisan."37 Bergtrasser juga memiliki kesimpulan yang sama.38 Namun Jeffery tetap memaksakan pendapat bahwa teks-teks itu "tampaknya belum ditetapkan hingga abad ke-3 Islam"39 [dan karenanya] agak penasaran bahwa tidak terdapat contoh teks lain yang masih bertahan di antara semua kepingan-kepingan itu yang selama ini diteliti."40 Untuk menjawab kebimbangan yang dimiliki, tampaknya ia masih belum dapat melihat hutan rimba dengan aneka ragam pohon dan tumbuh-tumbuhan yang terdapat di dalamnya. Jelasnya, tidak pernah terdapat teks-teks yang berlainan.

Daripada merengek-rengek kepada komplatan Orientalis yang selalu berubah sikap menurut kepentingannya, kaum Muslimin hendaknya tetap meniti jalan yang dilalui para muhaddithun zaman dulu. Apa sebenamya hasil yang mungkin diraih sekiranya kita hendak menerapkan kriteria terhadap kajian kitab Injil? Coba renungkan contoh berikut ini, sekadar gambaran betapa rapuhnya dasar-dasar teori mereka. Dalam Dictionary of the Bible, dalam artikel yang berjudul "Jesus Christ", kita dapat membaca, "Satu-satunya saksi dalam pemakaman [Kristus] terdapat dua orang wanita..." Kemudian dalam judul lain, "The Resurrection", "Banyak sekali kesulitan yang berkaitan dengan bahasan ini, dan juga berita-beritanya, yang juga tak banyak jumlahnya dan bahkan mengecewakan, serta memuat beberapa perbedaan tertentu yang tak mungkin dicarikan titik temu atau penyelesaian; tetapi para pakar sejarah yang konsisten dengan aturan-aturan yang paling tepat dan merasa terikat oleh disiplin ilmiah, menemukan bukti yang cukup memadai untuk meyakini fakta itu."41

Kita hanya mampu meraba-raba bahwa 'fakta-fakta' dalam posisi lebih tinggi dari yang lain dan tidak perlu lagi mencari-cari bukti. Apa jadinya jika kita hendak menerapkan metode kita sendiri? Apa yang dapat kita sebut mengenai cerita penguburan Yesus Kristus? Pertama, siapakah orang yang mengarang cerita dalam Injil itu? Semuanya tidak ada yang dikenal secara pasti dan cerita itu pun hampa. Kedua, siapa yang membawa pernyataan dua orang wanita itu kepada pengarang? Entahlah. Ketiga, jaringan mata rantai riwayat macam mana yang dapat dipakai sebagai ukuran? Tidak ada. Semua cerita yang adalah hasil rekayasa.

Upaya mencari perbedaan dalam Al-Qur'an terus berjalan tanpa henti, dan bahkan Brill ikut memanasi usaha ini dengan membuat Encyclopedia AI­Qur'an (sebanyak empat jilid) yang akan terbit dalam beberapa tahun mendatang. Di antara badan penasihatnya, selain para ilmuwan Yahudi dan Kristen, tak ada lain adalah M. Arkoun dan Nasr Abu Zaid yang sudah dianggap sebagai penyeleweng (heretics) di negara-negara Islam.

Penilaian telah berulang kali saya buat terhadap kedudukan ilmiah kitab Injil secara sepintas, dan juga semangat yang membara hendak memaksakan AI-Qur'an dengan keraguan dan teka-teki guna menutupi kelemahan Perjanjian Lama (PL) dan Perjanjian Baru (PB). Kini giliran saya mengambil sikap proaktif dalam menyelami sejarah teks kitab suci mereka, bukan sekadar perbandingan. Setiap ilmuwan dan pengkritik merupakan produk lingkungan tertentu, dan para Orientalis - baik yang Kristen, Yahudi, ataupun ateis - semuanya lahir dari latar belakang Yahudi dan Kristen yang ingin memilah-milah pandangan tentang segala masalah yang berkaitan dengan keislaman. Sikap selektifnya memacu mereka mengubah studi Islam pada satu bentuk yang benar-benar aneh dengan mengenalkan peristilahan yang ada dalam Injil. Blachere misalnya, memakai istilah vulgate.

 Bible versi Latin yang dihasilkan pada abad keempat dan lebih digemari oleh Gereja Katolik Roma (penerjemah). saat menunjuk Mushaf `Uthman dalam bukunya Introduction au Coran, dan Jeffery menerangkan Al-Qur’an sebagai teks yang Masoretic, istilah yang umumnya berkaitan dengan Kitab Perjanjaian Lama berbahasa Ibrani. Dengan menghilangkan seluruh peristilahan AI-Qur'an, Wansbrough malah berbicara mengenai Haggadic exegesis, Halakhic exegesis, dan Deutungsbedurftigkeit.42 Setiap orang dari kalangan mereka juga menyebut canonization Al-Qur'an (dalih-dalih AI-Qur'an) dan naskah kuno Ibn Mas'ud. Kebanyakan kaum Muslimin tak pemah berurusan dengan jargon-jargon aneh itu. Apabila hipotesis Jeffery, Goldziher dan yang lain telah kita bicarakan dan kita nafikkan, maka kini saatnya untuk kita meneliti sepenuhnya motif-motif yang melatarbelakangi usaha mereka. Sketsa potter sejarah awal Yahudi­Kristen, diiringi sejarah Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, diharap dapat melicinkan jalan pemahaman yang lebih dalam mengenai cara berpikir para ilmuwan dan akhimya akan mengantarkan kita dapat melihat lebih jelas lagi pertimbangan dan sederet tujuan pihak Barat dalam melakukan kajian terhadap Al-Qur'an.

1. Hal ini telah dibahas pada bab-bab yang lalu. Lihat hlm. 81-82.
2. An-Nadim, al-Fihrist, hlm. 29.
3. Ibid., hlm 29.
4. A. Jeffery (ed.), Muqaddimatin, hlm. 47.
5. Lihat karya ini, hlm. 77-78.
6. Lihat A. Jeffery (ed.), Muqaddimatin, hlm. 47-48.
7. Abu Hayyan an-Nahawi, Tafsir Bahr al-Muhit, 1: 161.
8. Unruk perinciannya, lthat al-Mizzi, Tahdhib, XI: 87-92.
9. A. Jeffery, Materials, hlm. 97.
10. AI-Qur'an 56:10-11.
11 Hingga belakangan ini, masih ada kecenderungan para pakar teologi Syiah menabur keraguan terhadap AI-Qur'an, karena alasan yang sederhana yaitu Al-Qur'an pertama kali dikumpulkan oleh Abu Bakr, lalu disalin dan disebarluaskan oleh 'Uthman dan bukan 'Ali. Yang anehnya 'Ali mengeluarkan Mushaf yang sama, yaitu Mushaf 'Uthman dan tidak pemah membuat edisi baru. Namun akhir-akhir ini, kecenderungan baru dan Iebih sehat telah mulai muncul. Beberapa tahun yang lalu dalam sebuah konferensi di Teheran, Iran, para otoritas Syiah mengumumkan mereka tidak mempunyai Mushaf selain dari Mushaf 'Uthman, dan Mushaf ini murni dan bebas dari percampuran dan kerusakan. Nyatanya, kita tidak menemukan sebuah Mushaf yang dicelak di Iran ataupun manuskrip Al-Qur'an di Najaf, Qum, Mashhad...dll. Yang berbeda dengan Mushaf yang umum yang didapati di bagian dunia Islam yang lain.
12. As-Suyuti, al-Itqan, 1: 220-221. Masing-masingnya surah no. 1, 113, dan 114.
13. A. Jeffery, Materials, hlm. 25.
14 Hari ini hampir serengah juta orang ikut berjamaah melakukan shalat Tarawih di Mekah selama bulan Ramadhan (dan pada malam-malam tertentu, khususnya malam yang ke 27, jamaahnya melebihi satu juta orang) - [Lihar surat kabar Saudi, ar-Riyad. 1 Januari 2000] . Hanya yang terbaik di
antara para huffaz (mereka yang hafal AI-Qur'an seluruhnya) yang dipilih mengimami shalat yang diikuri oleh orang sebanyak itu. Dengan teknolegi modern, kita dapat menyaksikan secara langsung acara shalat itu, dan kita temukan bahkan apabila Kafir terbaik sekalipun berbuat salah, orang-orang di belakangnya akan langsung membetulkannya. Shalat berjamaah itu tidak akan membenarkan kesalahan terlewatkan begitu saja tanpa pembetulan, walau yang jadi imam orang yang terkenal sekalipun. Ini menunjukkan ukuran kepedulian masyarakat terhadap Ktlab Allah.
15. AI-Biqillani, al-Intisar, hlm. 190-191.
16. Ibn Hanbal, Musnad, V: 129, hadits no. 21225-21225.
17. Ibid., V: 129-130, hadits no. 21226.
18. Ibid., V: 130, hadits no. 21227.
19. As-Suyu(i, al-Itqan, I: 221.
20. Lihat as-Suyuti, al-Itqan, 1: 221-222. Dalam menerjemahkan, Burton berlaku tidak jujur. Bandingkan teks yang asli dengan terjemahannya dalam The Collection of the Qur'an, Cambridge University Press, 1977, hlm. 223-224.
21. Lihat paragraf mengenai al-Baqillani, hlm. 199-200.
22. Untuk rinciannya lihat Ibn Hanbal, Musnad, hadits no. 2494, 3001, 3012, 3422, 3425, 3469, 3539, dan 3845. Yang Iebih utama 3001 dan 3422.
23. As-Suyuli, al-Itqan, 1: 221.
24. Ibn Hajar, Nuzhat al-Nazar, hlm. 36-37
25. Ibn Durais, Fada'il AI-Qur'an, hlm. 157.
26 Lihat hIm.204-211.
27 Sekali lagi saya menunjuk Masjidil Haram di Mekah, pada hari Jumal tanggal 16 dan 23 Ramadhan (1420 H.), sekitar 1,6 juta jamaah melakukan salat Jumat. Saya sendiri menghadiri Jumat yang pertama, dan menyaksikan yang kedua melalui televisi. Jamaah yang begutu ramai termasuk ribuan Muslim yang hafal AI-Qur'an keseluruhannya dari secgenap penjuru dunia, bersama dengan ribuan yang lain yang berada di belakang imam sambil membaca Mushaf ketika shalat Tarawih. Jika ada kesalahan atau terlupa, maka bacaan imam akan segera dan kedengaran dibetulkan oleh ratusan orang yang berdekatan dengannya. Sebaliknya, apabila seluruh jamaah berdiam diri itu bermakna mereka menerima bacaan imam. Jadi, bacaannya melambangkan dukungan kekuatan jutaan jamaah. Betapa tegasnya respons para jamaah apabila imam gagal memperhatikan gira'at yang bisa diterima oleh mereka.
28. F. Deroche dan S.N. Noseda, Sources de la transmission manuscrite du texte Coranique, Les manuscrits de style higazi, Volume l. Le manuscrit arabe 328(a) de la Bibliotheque nationale de France, 1998.
29. Untuk persoalan ini kita dapat tambahkan beberapa perbedaan penyecbutan teks konsonan; seperti pada perkataan 'bridge' yang bisa dibaca 'brij', maka begitu juga dalam Al-Qur'an kita melihat min ba'd, tapi membaca mimba'd, dan hal itu tidaklah dianggap penyimpangan dari Mushaf 'Uthman.
30. F. Deroche dan S.N. Noseda, Sources de la transmission manuscrite du texte Coranique, Les manuscrits de style higazi, Volume l, hlm. 126.
31..AI-Jazari, Tabaqat al-Qurra', 11: 53-55.
32. An-Nadim, al-Fihrist, hlm. 35.
33. Ibid., II: 124.
34. Mingana, Transmission, hlm. 231-232.
35. "William Tyndale", Encyclopedia Britennica (Micropaedia), edisi ke-I5, 1974, X: 218.
36. M. Hamidullah, "The Practicability of Islam in This World", Islamic Cultural Forum, Tokyo, Jepang, April 1977, hlm. 15; lihat juga A. Jeffery, Materials, Pendahuluan, hlm. 1.
37. Review Arthur Jeffery mengenai, "The Rise of the North Arabic Script and It's Kur'anic Development by Nabia Abbot", The Moslem World, vol. 30 (1940), hlm. 191. Untuk memahami pernyataannya bacalah artikel itu, hlm. I55-156.
38. Theodor Noldeke, Geschichte des Qorans, Georg Olms Verlag, Hildesheim - New York, 1981, hlm. 60-96.
39. Kita juga mesti secara tegas bertanya apakah bukti yang menyatakan bahwa Al-Qur'an itu barn tetap pada abad kctiga Hijrah, padahal manuskrip-manuskrip Al-Qur'an yang paling awal di shad pertama Hijrah semuanya sama!
40. 1bid, hlm. 191.
41. Dictionary of the Bible, hlm. 490. Tulisan miring adalah tambahan.
42. Wansbrough, Quranic Studies: Sources and Methods of Scriptural Interpretation, Oxford Univ. Press, 1977. Daf[ar Isi.


|

0 komentar: