Jumat, 20 April 2012

Kaidah Penting Dalam Memahami Sebab

Alhamdulillah, wash shalaatu was salaam ‘alaa man laa nabiyya ba’dah, amma ba’du:

Kita sering mendengar saat sebagian orang kita tegur atau kita jelaskan kepada mereka tentang syiriknya perbuatan memakai jimat-jimat, manik-manik, kalung, gelang atau cincin yang diyakini memiliki pengaruh untuk melindungi diri mereka, mendatangkan keuntungan, melariskan dagangan, melangkal dan menyembuhkan penyakit, mereka berkata bahwa itu semua sekedar sebab atau “syare’at”, maka, kaidah dan penjelasan berikut mudah-mudahan dapat menyingkap kesalahan alasan mereka dalam masalah ini.
Dalam penetapan sebab, manusia terbagi menjadi tiga golongan:
  1. Orang-orang yang mengingkari sebab. Mereka adalah para pengingkar hikmah Allah dikalangan jabariyyah dan asy’ariyyah.
  1. Orang-orang yang berlebihan dalam menetapkan sebab, sehingga mereka menetapkan sebab yang tidak Allah tetapkan sebagai sebab. Mereka adalah para ahli khurafat dan tasawwuf.
  1. Orang-orang yang menetapkan sebab dan pengaruhnya, akan tetapi mereka hanya menetapkan sebab yang Allah dan Rasul-Nya tetapkan, baik sebab syar’i atau kauni.
Dari sini, kita dapat mengambil kesimpulan sebuah kaidah yang sangat penting dalam permasalahan syirik terkait mengambil sebab: Setiap orang yang menetapkan sebab yang tidak Allah tetapkan sebagai sebab, baik secara syar’i atau kauni, maka ia telah menjadikan dirinya sekutu bagi Allah.
Contoh: Bacaan surat al fatihah adalah sebab syar’i untuk kesembuhan. Makan adalah sebab kauni kenyangnya perut.
Jika kita memahami kaidah ini dengan baik, maka insya Allah kita akan terhindar dari berbagai macam kesyirikan yang banyak manusia terjatuh kepadanya. Seperti gelang, kalung, ikatan, cincin, mantra, rajah dan lainnya yang dipakai dengan maksud untuk maksud-maksud sebagaimana diatas.
Menggantungkan, memakai atau membawa hal-hal seperti itu hukumnya haram. Jika hal itu dilakukan dengan keyakinan bahwa yang membuat ia tercegah dari bahaya atau terangkat musibahnya adalah sesuatu yang ia pakai tersebut, maka ini termasuk syirik akbar. Ia termasuk syirik dalam rububiyyah Allah. Namun jika hal itu dilakukan dengan keyakinan sebatas sebab, maka ini termasuk syirik kecil, karena dirinya berarti menyekutukan Allah dalam hal penetapan sebab.
عِمْرَانُ بْنُ حُصَيْنٍ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- أَبْصَرَ عَلَى عَضُدِ رَجُلٍ حَلْقَةً أُرَاهُ قَالَ مِنْ صُفْرٍ فَقَالَ « وَيْحَكَ مَا هَذِهِ ». قَالَ مِنَ الْوَاهِنَةِ قَالَ « أَمَا إِنَّهَا لاَ تَزِيدُكَ إِلاَّ وَهْناً انْبِذْهَا عَنْكَ فَإِنَّكَ لَوْ مِتَّ وَهِىَ عَلَيْكَ مَا أَفْلَحْتَ أَبَداً »

Dari Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat di pergelangan tangan seseorang melingkar sebuah gelang dari tembaga maka beliau bertanya, “Apakah ini?” laki-laki itu menjawab, “Ini untuk menyembuhkan penyakit.” Lalu beliau bersabda, “Adapun itu sesungguhnya tidak menambah kepadamu melainkan penyakit, sungguh jika engkau mati dalam keadaan memakainya, engkau tidak akan beruntung selamanya.” (HR Ahmad 4/445, Ibnu Majah 2/1167 tanpa lafadz “sungguh jika engkau mati dalam keadaan memakainya, engkau tidak akan beruntung selamanya.” Dalam “zawaaid”: “sanadnya hasan, karena Mubarak ini adalah Ibnu Fadhalah.” Hakim 4/216 dan menshahihkannya, serta disepakati oleh Dzahaby)
عُقْبَةَ بْنَ عَامِرٍ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيمَةً فَلاَ أَتَمَّ اللَّهُ لَهُ وَمَنْ تَعَلَّقَ وَدَعَةً فَلاَ وَدَعَ اللَّهُ لَهُ »

Dari Uqbah bin Amir, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menggantungkan tamiimah, maka Allah tidak akan memberinya kesempurnaan, barangsiapa yang menggantungkan wada’ah, maka Allah tidak akan memberinya ketenangan.” (HR Ahmad: 4/154, Hakim: 3/216 dan menshahihkannya, serta disepakati oleh Dzahaby)
Tamimah adalah sesuatu berupa manik-manik atau yang lainnya yang dikalungkan kepada anak-anak dengan tujuan untuk melindunginya dari ‘ain. Dan wada’ah adalah batu dari laut yang juga dikalungkan untuk menangkal ‘ain.
Dasar kesyirikan dari perbuatan-perbuatan itu adalah bergantung kepada selain Allah azza wa jalla yang diharamkan. Bergantung kepada selain Allah ada tiga macam:
  1. Bergantung kepada selain Allah yang berkonsekwensi hilangnya tauhid secara keseluruhan. Artinya seseorang menjadi kafir atau murtad jika bergantung dengan jenis ini. Ia adalah bergantung kepada sesuatu yang tidak mungkin ada pengaruhnya sama sekali dan bersandar kepadanya secara mutlak seraya berpaling dari Allah. Seperti bergantungnya para penyembah kubur kepada penghuninya ketika ditimpa musibah. Ini syirik besar.
  1. Bergantung kepada selain Allah yang berkonsekwensi mengurangi kesempurnaan tauhid. Ia ada dua: Pertama, bergantung kepada sebab yang benar namun disertai kelalaian hati bahwa segala urusan dan tercapainya keinginan ada di tangan al musbbib yaitu Allah. Kedua, bergantung kepada sebagai sebab dan ia bukanlah sebab yang ditetapkan oleh Allah sebagaimana yang telah lalu.
  1. Bergantung kepada selain Allah yang tidak berkonsekwensi hilang atau berkurangnya kesempurnaan tauhid. Ia adalah bergantung kepada sebab dengan keyakinan hanya sebagai sebab dan bersandar kepada Allah, meyakini bahwa sebab ini dari Allah, dan pengaruh sebab ini tidak terjadi melainkan dengan kehendak (masyi`ah) dari Allah. Perbuatan ini sama sekali tidak menegasikan pokok tauhid begitu juga kesempurnaannya.
Bergantung kepada selain Allah berarti pula meyakini selain Allah dapat mendatangkan manfaat dan mencegah bahaya. Padahal manfaat dan bahaya itu hanya datang dari Allah. Problem keyakinan ini lah inti dari beragam bentuk kesyirikan yang terjadi kepada manusia. Untuk mengobatinya, perhatikan dan yakini lah firman Allah,
قُلْ أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ أَرَادَنِيَ اللَّهُ بِضُرٍّ هَلْ هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ أَوْ أَرَادَنِي بِرَحْمَةٍ هَلْ هُنَّ مُمْسِكَاتُ رَحْمَتِهِ قُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُونَ

“Katakanlah: “Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmatNya?. Katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku.” Kepada- Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri.”
(QS. Az-Zumar [39]: 38)
[Dinspirasi oleh beberapa pembahasan dari “Al Qaul Al Mufiid Syarh Kitab Tauhid”, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, hal 164-192]

Abu Khalid Resa Gunarsa – Riyadh, Al Batha.
www.sabilulilmi.wordpress.com

0 komentar: