Minggu, 08 April 2012

Michael Muhammad Knight, Menapaki Dunia Islam dan Lirik Hip-hop

image

Ia masih "bocah kulit putih berusia 15 tahun ketika Ayahnya didiagnosa skizofrenia, pemerkosa dan separatis rasial. Ibunya baru saja bercerai kedua kali," tulis Michael Muhammad Knight dalam memoirnya yang terbit 2006, "Blue-Eyed Devil: A Road Odyssey Through Islamic America.”

Di rumahnya di Rochester, ia mendengar banyak lagu Publick Enemey dan membaca "Otobiografi Malcolm X". Pada usia 16 tahun ia telah memiliki poster besar Ayatollah Khameini di dinding kamar tidurnya.

Akhirnya pada usia 17 tahun, setelah memeluk Islam, Knight 'berlari keliling Pakistan dengan pengungsi Afghanistan dan Somalia" dan belajar di masjid-masjid terbesar di dunia, salah satunya Masjid Faisal di Islamabad, yang baginya terlihat seperti kapal luar angkasa.

Itu terjadi persis pada setengah hidupnya. Knight, kini 34 tahun, ialah mahasiswa doktoral di kajian Islam, Universitas North Carolina. Ia kembali ke Amerika Serikat pada tahun yang sama ia pergi. Lalu pada usia 20 tahun ia mengubah pandangan fundamentalis Islam menjadi lebih liberal.

Ia seorang penulis yang produktif, sering menulis satir sesama Muslim, menusuk kaum fundamentalis. Knight telah menulis tujuh buku sejak 2002, termasuk sebuah memoir di mana ia menggambarkan kekecewaannya dengan Islam Ortodok. Lalu ada novel dengan judul "The Taqwacores,” yang mengisahkan grup punk fiksi Muslim. juga novel lain "Osama van Hallen" (2009), juga tentang punk yang menculik Matt Damon dan menuntut penggambaran lebih adil terhadap Muslim di Film. Tulisannya dianggap telah menggangu banyak Muslim mengingat isinya sering menyerang kemunafikan dan keterpecahan di dunia Muslim.

Hingga kini ia dianggap sebagai Muslim Suni taat yang berpengetahuan. Namun Knight mungkin kembali mengejutkan sesama penganut suni. Dalam bukunya yang ketujuh "Why I Am a Five Percenter" (Jeremy P. Tarcher/Penguin, 2011), Knight mengakui keterikatan dengan Nations of Gods and Earth, yang juga dikenal sebagai Five Percenters.

Pada tahun 2007, Knight menerbitkan buku sejarah dari Five Percenters, kelompok yang didirikan Clarence 13X Smith setelah keluar dari Nation of Islam. Organisasi itu dijalankan di Harlem sekitar 1964. Nama grup diambil dari dari ajaran bahwa lima persen orang ialah "guru benar miskin" yang harus mendidik rakyat tertindas, sebab hanya lima persen saja orang-orang di dunia yang benar-benar peduli.

Dalam buku berjudul "The Five Percenters: Islam, Hip-Hop dan para Dewa di New York," Knight membantah bahwa reputasi kriminal grup tersebut dilebihkan secara liar.

Namun, yang membuat membuat para non-Muslim tertarik bukan jenis teologi yang diusung Five Precenters, melainkan alur yang unik. Kelompok itu membawa formula eksentrik dalam kebanggaan ras--di mana pria kulit hitam dianggap 'dewa' dan wanita kulit hitam adalah 'bumi'--pandangan yang berpengaruh secara luas dalam musik hip-hop dan melampaui pandangan kulit hitam Amerika lain.

Saat mengkaji Five Precenters, Knight tak luput mempelajari pula lirik-lirik hip-hop yang memasukkan pengaruh ajaran grup tersebut, seperti Wu-Tang dan Busta Rhymes. Knight, awalnya tidak pernah menyimpulkan ia adalah bagian dari mereka. Saat itu ia merasa Muslim yang tengah mengkaji grup asing. Namun dalam buku terbarunya ada yang berubah.

Knight menulis, proses yang membuat ia tercelup dalam dunia Five Precenter, membuat ia sebagai 'orang dalam'. Ia menegaskan tak menerima pernyataan dan kebenaran harafiah klaim mereka, juga pernyataan si pendiri, Clarence yang menyebut ia adalah Allah. Tapi Knight merasa bukan lagi orang luar saat memandang grup tersebut, karena bisa memahami gagasan di balik itu.

Knight tidak hidup sebagai Five Precenter. Ia terlihat menjalani hidup seperti Muslim lain. Saat dua tahun di Harvard, di mana Mei tahun lalu ia merampungkan tingkat masternya, ia pergi ke masjid mungkin hanya dua kali. Namun ketika ia menyatakan "Why I Am a Five Precenter" ia menegaskan bahwa identitas religius tak berarti tentang keyakinan atau kebudayaan.

Itu adalah cara dia memandang hidup. Ia memeluk Islam bukan karena kebenaran tertentu tentang Tuhan, namun karena doa-doa itu mampu membasuh dirinya bersih dari Amerika, ayahnya, ayah tirinya, Yesus 'yang selalu digambarkan kulit putih' dan semua teman sekelas yang tak peduli dari sekolah Katholiknya di kota kecil.

Saat ia menyelesaikan buku pertamanya tentang Five Percenters, Harlem terlihat 'lebih memiliki kaitan' terhadap dunianya 'ketimbang seting Arab pramodern yang tak terbayangkan. "Berdiri di depan Hotel Theresa, di mana "Allah" ditahan pada 1965, atau mengunjungi Marcus Garvey Park, di mana 'Tuhan' hadir dalam parlemen pertama, begitu mempengaruhi saya seperti seorang peziarah," ujarnya.

Dalam kata pengantar bukunya, Knight menawarkan sedikit nasihat kepada para cendekia lain. "Jaga pertahananmu dan jaga jarak. Anda akan menghabiskan banyak waktu dengan sebuah budaya hingga luput mengecek diri sendiri, maka anda pun akan jatuh cinta dan menjadi subjek itu sendiri."

Pada 2008, Knight melakukan ibadah Haji ke Mekkah. "Di situlah saya, seorang Muslim di Mekkah berjalan mengitari Kabah dan saya mengintepretasinya lewaat Matematika, semua ajaran, hingga lirik hip-hop Wu-Tang. Saya harus bisa memahami ini." REPUBLIKA.CO.ID,

Redaktur: Ajeng Ritzki Pitakasari

Sumber: NY Times

0 komentar: