Kamis, 19 April 2012

PEMERKOSA DALAM PERSPEKTIF ALKITAB DAN ISLAM


Pengertian Perkosaan

Perkosaan (rape) berasal dari bahasa latin rapereyang berarti mencuri, memaksa,

merampas, . Perkosaan adalah suatu usaha untuk
melampiaskan nafsu seksual yang dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap perempuan

Sedangkan menurut definisi perkosaan Black’s LawDictionary (dalam Ekotama, Pudjiarto, dan Widiartana 2001), makna perkosaan dapat
diartikan ke dalam tiga bentuk:
1. Perkosaan adalah suatu hubungan yang dilarang dengan seorang wanita tanpa
persetujuannya. Berdasarkan kalimat ini ada unsur yang dominan, yaitu: hubungan
kelamin yang dilarang dengan seorang wanita dan tanpa persetujuan wanita tersebut.
2. Perkosaan adalah persetubuhan yang tidak sah oleh seorang pria terhadap seorang
wanita yang dilakukan dengan paksaan dan bertentangan dengan kehendak wanita
yang bersangkutan. Pada kalimat ini terdapat unsur- unsur yang lebih lengkap, yaitu
meliputi persetubuhan yang tidak sah, seorang pria, terhadap seorang wanita,
dilakukan dengan paksaan dan bertentangan dengan kehendak wanita tersebut.
3. Perkosaan adalah perbuatan hubungan kelamin yang dilakukan oleh seorang pria
terhadap seorang wanita bukan istrinya dan tanpa persetujuannya, dilakukan ketika

Dampak Sosial
Korban perkosaan dapat mengalami akibat yang sangat serius baik secara fisik
maupun secara kejiwaan (psikologis). Akibat fisik yang dapat dialami oleh korban antara
lain: (1) kerusakan organ tubuh seperti robeknya selaput dara, pingsan, meninggal; (2)
korban sangat mungkin terkena penyakit menular seksual (PMS); (3) kehamilan tidak
dikehendaki.

Perkosaan sebagai salah satu bentuk kekerasan jelas dilakukan dengan adanya
paksaan baik secara halus maup un kasar. Hal ini akan menimbulkan dampak sosial bagi
perempuan yang menjadi korban perkosaan tersebut. Hubungan seksual seharusnya
dilakukan dengan adanya berbagai persiapan baik fisik maupun psikis dari pasangan yang
akan melakukannya. Hubungan yang dilakukan dengan cara tidak wajar, apalagi dengan
cara paksaan akan menyebabkan gangguan pada perilaku seksual (Koesnadi, 1992).
Sementara itu, korban perkosaan berpotensi untuk mengalami trauma yang cukup
parah karena peristiwa perkosaan tersebut merupakan suatu hal yang membuat shock bagi
korban. Goncangan kejiwaan dapat dialami pada saat perkosaan maupun sesudahnya.
Goncangan kejiwaan dapat disertai dengan reaksi-reaksi fisik

Secara umum peristiwa tersebut dapat menimbulkan dampak jangka pendek maupun jangka panjang. Keduanya merupakan suatu proses adaptasi setelah seseorang mengalami
peristiwa traumatis . Korban perkosaan dapat menjadi murung, menangis,
mengucilkan diri, menyesali diri, merasa takut, dan sebagainya. Trauma yang dialami
oleh korban perkosaan ini tidak sama antara satu korban dengan korban yang lain. Hal
tersebut disebabkan oleh bermacam-macam hal seperti pengalaman hidup mereka, tingkat
religiusitas yang berbeda, perlakuan saat perkosaan, situasi saat perkosaan, maupun
hubungan antara pelaku dengan korban.
Situasi dalam masyarakat seringkali dapat memperburuk trauma yang dialami
oleh korban. Media massa juga memiliki pengaruh terhadap keadaan yang dirasakan oleh
korban. Pada kasus-kasus perkosaan, media massa memiliki peranan dalam membentuk
opini masyarakat tentang korban perkosaan. Baik buruknya korban perkosaan dapat
dipengaruhi oleh cara penulisan berita tersebut (Abrar, 1998). Selama ini, para wartawan
cenderung menggunakan bahasa denotatif dalam mendeskripsikan runtutan peristiwa
perkosaan, termasuk deskripsi tentang korban sehingga posisi korban dalam pandangan
masyarakat semakin lemah
Ada stigma di dalam masyarakat yang memandang bahwa perempuan korban
perkosaan adalah perempuan yang hina. Ada pula pandangan yang mengatakan bahwa
dalam sebuah kasus perkosaan, yang salah adalah pihak perempuan. Perempuan korban
perkosaan seringkali dipojokkan dengan pandangan masyarakat ataupun mitos-mitos
yang salah mengenai perkosaan

Dampak Psikologis
Upaya korban untuk menghilangkan pengalaman buruk dari alam bawah sadar
mereka sering tidak berhasil. Selain kemungkinan untuk terserang depresi, fobia, dan
mimpi buruk, korban juga dapat menaruh kecurigaan terhadap orang lain dalam waktu
yang cukup lama. Ada pula yang merasa terbatasi di dalam berhubungan dengan orang
lain, berhubungan seksual dan disertai dengan ketakutan akan munculnya kehamilan
akibat dari perkosaan. Bagi korban perkosaan yang mengalami trauma psikologis yang
sangat hebat, ada kemungkinan akan merasakan dorongan yang kuat untuk bunuh diri.

Linda E. Ledray  melakukan penelitian mengenai
gambaran penderitaan yang dialami oleh perempuan korban perkosaan. Penelitian
tersebut dilakukan dengan mengambil data perempuan korban perkosaan di Amerika,
yang diteliti 2-3 jam setelah perkosaan. Hasil yang diperoleh menyebutkan bahwa 96%
mengalami pusing; 68% mengalami kekejangan otot yang hebat. Sementara pada periode
post-rape yang dialami adalah 96% kecemasan; 96% rasa lelah secara psikologis; 88%
kegelisahan tak henti; 88% terancam dan 80% merasa diteror oleh keadaan.
Penelitian yang dilakukan oleh majalah MS Magazine (dalam Warshaw, 1994)
mengatakan bahwa 30% dari perempuan yang diindetifikasi mengalami perkosaan
bermaksud untuk bunuh diri, 31% mencari psikoterapi, 22% mengambil kursus bela diri,
dan 82% mengatakan bahwa pengalaman tersebut telah mengubah mereka secara
permanen, dalam arti tidak dapat dilupakan.
Korban perkosaan memiliki kemungkinan mengalami stres paska perkosaan yang
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu stres yang langsung terjadi dan stres jangka panjang.
Stres yang langsung terjadi merupakan reaksi paska perkosaan seperti kesakitan secara
fisik, rasa bersalah, takut, cemas, malu, marah, dan tidak berdaya. Stres jangka panjang
merupakan gejala psikologis tertentu yang dirasakan korban sebagai suatu trauma yang
menyebabkan korban memiliki rasa percaya diri, konsep diri yang negatif, menutup diri
dari pergaulan, dan juga reaksi somatik seperti jantung berdebar dan keringat berlebihan.
Stres jangka panjang yang berlangsung lebih dari 30 hari juga dikenal dengan istilah
PTSD atau Post Traumatic Stress Disorder

Dari segi psikologis biasanya korban merasa sangat marah, jengkel, merasa
bersalah, malu, dan terhina. Gangguan emosi ini biasanya menyebabkan terjadinya
kesulitan tidur (insomnia), kehilangan nafsu makan, depresi, stres, dan ketakutan. Bila
dampak ini berkepanjangan hingga lebih dari 30 hari dan diikuti dengan berbagai gejala
yang akut seperti mengalami mimpi buruk, ingatan-ingatan terhadap peristiwa tiba-tiba
muncul, berarti korban mengalami Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) atau dalam
bahasa Indonesianya dikenal sebagai stres paska trauma. Bukan tidak
mungkin korban merasa ingin bunuh diri sebagai pelarian dari masalah yang dihadapinya.
Menurut Freud, hal ini terjadi karena manusia memiliki instinginsting
mati. Selain itu kecemasan yang dirasakan oleh korban merupakan kecemasan
yang neurotis sebagai akibat dari rasa bersalah karena melakukan perbuatan seksual yang
tidak sesuai dengan norma masyarakat.
Terkadang korban merasa bahwa hidup mereka sudah berakhir dengan adanya
peristiwa perkosaan yang dialami tersebut. Dalam kondisi seperti ini perasaan korban
sangat labil dan merasakan kesedihan yang berlarut-larut. Mereka akan merasa bahwa
nasib yang mereka alami sangat buruk. Selain itu ada kemungkinan bahwa mereka
menyalahkan diri mereka sendiri atas terjadinya perkosaan yang mereka alami. Pada
kasus-kasus seperti ini maka gangguan yang mungkin terjadi atau dialami oleh korban
akan semakin kompleks.

Maka Bagaimana Pandangan Islam dan Kristen terhadap PEMERKOSA?
PERTAMA,MENURUT PANDANGAN ISLAM
Hukum Islam untuk Kasus pemerkosaan ada 2:
Pertama: Pemerkosaan tanpa mengancam dengan menggunakan senjata.
Org yang melakukan tindak pemerkosaan semacam ini dihukum sebagaimana hukuman orang yang berzina. Jika dia sudah menikah maka hukumannya berupa dirajam, dan jika belum menikah maka dia dihukum cambuk 100 kali serta diasingkan selama satu tahun. Sebagian ulama mewajibkan kepada pemerkosa untuk memberikan mahar bagi wanita korban pemerkosaan.
Imam Malik mengatakan, “Menurut pendapat kami, tentang orang yang memperkosa wanita, baik masih gadis maupun sudah menikah, jika wanita tersebut adalah wanita merdeka (bukan budak) maka pemerkosa wajib memberikan mahar kepada sang wanita. Sementara, jika wanita tersebut adalah budak maka dia wajib memberikan harta senilai kurang sedikit dari harga budak wanita tersebut. Adapun hukuman dalam masalah ini hanya diberikan kepada pemerkosa, sedangkan wanita yang diperkosa tidak mendapatkan hukuman sama sekali.” (Al-Muwaththa’, 2:734)
Imam Sulaiman Al-Baji Al-Maliki mengatakan, “Wanita yang diperkosa, jika dia wanita merdeka (bukan budak), berhak mendapatkan mahar yang sewajarnya dari laki-laki yang memperkosanya. Sementara, pemerkosa dijatuhi hukuman had (rajam atau cambuk). Ini adalah pendapat Imam Syafi’i, Imam Al-Laits, dan pendapat yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu. Sementara, Abu Hanifah dan Ats-Tsauri mengatakan, ‘Dia berhak mendapatkan hukuman had, namun tidak wajib membayar mahar.’”
Kemudian, Imam Al-Baji melanjutkan, “Dalil pendapat yang kami sampaikan, bahwa hukuman had dan mahar merupakan dua kewajiban untuk pemerkosa, adalah bahwa untuk hukuman had ini terkait dengan hak Allah, sementara kewajiban membayar mahar terkait dengan hak makhluk ….” (Al-Muntaqa Syarh Al-Muwaththa’, 5:268).
Kedua: Pemerkosaan dengan menggunakan senjata.
Orang yang memerkosa dengan menggunakan senjata untuk mengancam, dihukumi sebagaimana perampok. Sementara, hukuman bagi perampok telah disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya,
إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الأَرْضِ فَسَاداً أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الأَرْضِ ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي الآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Sesungguhnya, hukuman terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, adalah mereka dibunuh atau disalib, dipotong tangan dan kaki mereka dengan bersilang, atau dibuang (keluar daerah). Yang demikian itu, (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapat siksaan yang besar.” (QS. Al-Maidah: 33)
Dari ayat di atas, ada empat pilihan hukuman untuk perampok:
1. Dibunuh.
2. Disalib.
3. Dipotong kaki dan tangannya dengan bersilang. Misalnya: dipotong tangan kiri dan kaki kanan.
4. Diasingkan atau dibuang; saat ini bisa diganti dengan penjara.
Pengadilan boleh memilih salah satu di antara empat pilihan hukuman di atas, yang dia anggap paling sesuai untuk pelaku dan bisa membuat efek jera bagi masyarakat, sehingga bisa terwujud keamanan dan ketenteraman di masyarakat.
Harus ada bukti atau pengakuan pelaku
Ibnu Abdil Bar mengatakan, “Para ulama sepakat bahwa orang yang melakukan tindak pemerkosaan berhak mendapatkan hukuman had, jika terdapat bukti yang jelas, yang mengharuskan ditegakkannya hukuman had, atau pelaku mengakui perbuatannya. Akan tetapi, jika tidak terdapat dua hal di atas maka dia berhak mendapat hukuman (selain hukuman had). Adapun terkait wanita korban, tidak ada hukuman untuknya jika dia benar-benar diperkosa dan dipaksa oleh pelaku. Hal ini bisa diketahui dengan teriakannya atau permintaan tolongnya.” (Al-Istidzkar, 7:146)
Syeikh Muhammad Shalih Munajid memberikan penjelasan untuk keterangan Ibnu Abdil Bar di atas, “Jika tidak terdapat bukti yang menyebabkan dia berhak mendapat hukuman had, baik karena dia tidak mengakui atau tidak ada empat orang saksi, maka (diberlakukan) pengadilan ta’zir (selain hukuman had), yang bisa membuat dirinya atau orang semisalnya akan merasa takut darinya.” (Disarikan dari Fatawa Al-Islam, Tanya-Jawab, diasuh oleh Syekh Muhammad Shaleh Munajid, fatwa no. 72338).
PEMERKOSA DALAM PANDANGAN KRISTEN
wanita di perkosa harus menikah sama Pemerkosa..(Ulangan 22:28-29).
22:28 Apabila seseorang bertemu dengan seorang gadis, yang masih perawan dan belum bertunangan, memaksa gadis itu tidur dengan dia, dan keduanya kedapatan–
22:29 maka haruslah laki-laki yang sudah tidur dengan gadis itu memberikan lima puluh syikal perak kepada ayah gadis itu, dan gadis itu haruslah menjadi isterinya, sebab laki-laki itu telah memperkosa dia; selama hidupnya tidak boleh laki-laki itu menyuruh dia pergi.
Pertanyaan yang sederhana masih belum ada yang menjawab :
Siapa sesungguhnya yang dihukum dalam kasus ini, Pemerkosa atau wanita yang diperkosa.? Pemerkosa kok ga dihukum malah dapat istri cukup dengan membayar 50 sykal perak kepada ayah sang gadis. Inikah ajaran kasih???
Sumber :

0 komentar: