Rabu, 20 Juni 2012

Akhi dan Ukhti, Jinakkan Nafsumu

Seusai kajian di sebuah kampus ternama di JawaTengah, seorang remaja berumur 20 tahun-an mendekat ke saya. "Saya, Fulan, dari fakultas kedokteran." Katanya memperkenalkan diri sambil menjabat tangan saya.
"Ma'af minta waktu sebentar." Ujarnya. "Silahkan,"sambut saya. Begini ustadz, di dunia aktifis kampus sedang demam­demamnya virus merah jambu antar aktifis putra dan putri." la mulai bercerita pernak­pernik dakwah kampus yang cukup lama ia berkecimpung di dalamnya. Kasus virus merah jambu beragam bentuknya, mulai sms ria, sms sapa menyapa, 'kaefa haluk ukhti,' sampai berkedok ibadah, 'sms untuk tahajjud.'
Dan daerah garap virus ini merambah ke daerah-daerah on line, seperti mengomentari status di FB mentwitkan nasehat lewat twitter, tak lupa seorang akh atau ukh tertentu ditandai.
Cerita akh aktifis kampus ini mengingatkan saya pada suatu kejadian yang sangat menyedihkan beberapa bulan silam. Saat itu seseorang yang memperkenalkan diri dengan Abu Fulan meminta waktu untuk curhat.
Ceritanya, sudah tiga hari istrinya dibawa lari oleh seorang akh yang katanya aktifis juga, nas'alullah al-'afwa wal al-'afiyah. Beberapa lama kemudian, ia menangis histeris, saya mendengarkan dengan iba bahkan sempat meneteskan air mata mendengar kisah dan tangisan seorang Abu Fulan yang sudah memilki 3 anak dari istrinya tersebut.
Setelah sekian lama berdialog dengan suami yang malang ini, ternyata kasus tersebut berawal dari sms, dan curhatnya istri tentang kondisinya di facebook, lalu beberapa akh menanggapi.
"Ada yang lebih mengerikan lagi," kata seorangda'i kepadakami saatkuliah dulu. Entah bagaimana mulanya, saat itu tiba-tiba obrolan ringan bersama ikhwan-ikhwan yang rata-rata perjaka itu mengarah padakasus­-kasus cinta terlarang di kalangan ikhwan­akhwat.
Keduanya merupakan guru di sebuah TPA (Taman Pendidikan Al-Qur'an, bukan Tempat Pembuangan Akhir), dan statusnya sama; sudah berkeluarga. Karena terlalu longgar dalam berinteraksi, apalagi yang mengajar TPA hanya mereka jadi mungkin bisa dikatakan kondisi keduanya 'semi' kholwat. Dan terjadilah peristiwa yang layak mendapatkan hukuman rajam.
***
Kisah-kisah di atas setidaknya membuat kita menyadari, bahwa seseorang yang sudah 'iltizam' dengantampilan syar'ie pun tidak lepas dari godaan syahwat maupun setan. Bahwa berpenampilan syar'ie, pernah tershibghohdengan tsaqofah islamiyah, plus fasih mengucapkan , akhi, ukhti, ikhwan, akwhat , bukan jaminan selamat dari incaran syahwat dan setan. Manusia yang ma'shum hanyalah para nabi dan rasul. jadi, "Ustadz pun manusia,"ada benarnya.
Mungkin inilah yang melatarbelakangi syaikh DR. Najih Ibrahim tergerak untuk menulis sebuah risalah khusus ditujukan kepada 'Amilil Islam —aktifis islam-. Dalam bukunya itu, doktor yang malang-melintang dalam dunia pergerakan Islam ini menegaskan bahwa musuh yang sangat berbahaya bagi aktifis muslim bukan oragm kafir, tetapi nafsu maupun syahwat.
"Sesungguhnya          nafsu senantiasa menyuruh kepada keburukan. Kecuali nafsu yang dirahmati Rabb-ku." (Yusuf: 53)
Boleh dikata, 100% isi buku salah satu petinggi lama'ah Islamiyah Mesir ini adalah arahan-arahan rohani bagi para penggiat dakwah. Mulai dari penyadaran akan makna isytiro'u nafs —menjual jiwa dan raga kepada Allah, meridhoi ketentuanNya, qiyamullail, birrul walidain.
Beliau mewanti-wanti untuk tidak maksiat. Karena, kata Syaikh Najih, dampak maksiat bukan sekedar kepada pribadi pelaku. Tetapi, keluarga, anak, istri bahkan jama'ah maupun organisasi tempat ia menjalani amal islami, akan terkena dampaknya.
Sejatinya, tidak ada yang salah dengan nasehat menasehati, apalagi dalam kebaikan. Namun akan menjadi perangkap setan jika nasehat-menasehatinya salah sasaran, waktunya tidak tepat, apalagi terselip perasaan sentosa saat mengirim sms nasehat ke ukhti atau akhi tertentu.
Curhat adalah sesuatu yang wajar bagi siapapun yang hendak mencari solusi hidup. Hanya, akan menjadi tidak wajar jika masalah yang dicurhati berupa aurat-aurat keluarga yang seharusnya ditutupi, apalagi jika masalah tersebut —ma'af- tentang ketidak laki-lakian sang suami, atau sebaliknya.
Kenapa tidak curhat ke ustad- ustadzah atau murobbi-murobbiyah, atau mungkin ke orang tua, bukankah mereka sangat berpengalaman dalam membina rumah tangga?.
Mengajar al-Qur'an adalah ibadah, bahkan dalam sebuah hadits riwayat Ibnu Majah, RasuIullah menyanjung orang yang mengajarkan al-Qur'an, bahwa mereka adalah manusia yang terbaik. Tetapi, kebaikan ini akan berubah menjadi sumbu kentaksiatan jika salah dipahami, salah tempat, salah patner atau kondisinya tidak mendukung.
lbadah Kepada Syahwat
"ubudiyatusy syahwat,' judul buku kat ya syaikh DR. Abdul Aziz al-Lathif, terjenialian leterleknya, "beribadah kepada syahwat Pertama kali membaca buku ini, saya bertanya-tanya, kira-kira seperti apa
beribadah kepadasetan.
Pakar akidah yang pernah menulis kaiya fenomenalnya "nawaqidhul iman' pembatal pembatal   keimanan” tersebut menjelaskkan.
selain Allah SWT, makhluk pun berpotensi menjadi sesembahan yang disembah oleh manusia. Baik yang nampak maupun yang tidak nampak. Berbahayanya jika yang disembah tidak berwujud, seperti hawa nafsu, akal dan sejenisnya.
Kapan nafsu disembah? Ibnu Rajab al-Hanbali menjelaskan,"Barangsiapa yang mencintai sesuatu dan mentaatinya. Mencintai dan membenci karena sesuatu tersebut. Maka ia telah menjadikannya sebagai sesembahannya. Seperti, siapa saja yang mencintai dan membeci karena Allah, berloyalitas dan bermusuhan karena Allah, maka ia telah menuhankan Allah 34 dengan sebenarnya. Demikian juga barangsiapa yang mencintai dan membenci karena hawa nafsunya, berloyalitas dan bermusuhan karena hawa nafsu, maka saat itu ia telah mengangkat hawa nafsunya menjadi sesembahannya." Jami'ul 'Ulum wal Hikam, 1/524)
Oleh Karena itu standar iltizamnya seseorang keapada Islam, bukan sekedar ditandai dengan memanjangkan jenggot dan meminyakinya, baju koko dan celana di atas mata kaki tidak pernah lepas darinya. Bukan dengan lebarnya jilbab yang dipakai. Bukan pula dengan fasihnya mengucapkan akhi maupun ukti, ikhwan maupun akhwat.
Namun iltizam yanghakiki adalah saat hawa nafsu dan seluruhperasaan tunduk dibawah aturan syar'ie lahir-bathin. Sang BagindaNabi SAW bersabda,
"Seseorang diantara kalian tidak beriman sehingga hawa nafsunya (tunduk) mengikuti apa yang aku bawa." (Syarh Sunnah, al­Baghawi)
Selain belajar, bergaul dengan orang­orang shaleh dan memperbanyak ibadah, kiranya do'a yang diajarkan oleh rasulullah SAW dibawah ini layak diulang-ulang oleh setiap aktifis islam dalam sujudnya, agarAllah SWT
menganugerahinya jiwa dan nafsu yang selalu dibimbing oleh Allah SWT.
 “Ya Allah, sungguhnya daku memohon Dikau, petuniuk, ketakwaan, kesucian dan kecukupan "(HR. Muslim).

0 komentar: