Jumat, 29 Juni 2012

CARA IBNU HAZM MENETAPKAN HUKUM



Menurut Ibn Hazm sumber hukum Islam ada 4 macam yaitu: al-Qur’an, Hadis Sahih, Ijma’ dan dalil.[1] Al-Qur’an bagi Ibn Hazm merupakan pesan dan perintah Allah kepada manusia untuk diakui dan dilaksanakan kandungan isinya diriwayatkan secara benar, tertulis dalam mushaf dan wajib dijadikan pedoman.[2]

Hadis sahih sebagai sumber kedua menurut Ibn Hazm bersifat saling melengkapi dengan al-Qur’an. Kedua sumber ini merupakan satu kesatuan yang wajib ditaati.[3]
Hal ini didasarkan pada firman Allah
يايهاالذين امنوااطيعوالله ورسوله [4]
Dengan demikian al-Qur’an tidak berperan sebagai pemutus terhadap as-Sunnah dalam arti untuk diterimanya suatu hadis harus terlebih dahulu dihadapkan pada al-Qur’an. Sebaliknya as-Sunnah tidak berlaku sebagai pemutus terhadap al-Qur’an dalam arti as-Sunnah adalah satu-satunya jalan untuk mengerti dan memahami al-Qur’an. Keduanya adalah dua bagian dari wahyu yang saling melengkapi dan tidak terpisah antara satu dengan yang lain.[5]
Sumber hukum yang ketiga adalah ijma’ seluruh umat Islam. Maksudnya adalah ijma’ sahabat. Sebab mereka telah menyaksikan tauqif dari rasulullah padahal ijma’ hanya bisa terjadi melalui tauqif. Juga karena mereka adalah semua orang mukmin dan tidak ada manusia mukmin selain mereka saat itu. Jadi, ijma’ orang-orang yang seperti ini adalah ijma’ seluruh orang-orang mukmin. Adapun ijma’ semua masa sesudah mereka hanyalah ijma’ sebagian orang mukmin bukan ijma’ seluruhnya.[6]
Adapun obyek atau sandaran ijma’ menurut Ibn Hazm adalah berasal dari nass. Tidak boleh terjadi ijma’ tanpa disandarkan pada nass, sebab usaha manusia dalam rangka menemukan illat tidak mungkin sama dikarenakan perbedaan tujuan dan tabiat mereka.[7]
Ibn Hazm tidak menjelaskan arti ijma’ secara definitive tetapi membaginya dalam dua bagian. Pertama; segala sesuatu yang tidak diragukan lagi keberadaannya sekalipun hanya oleh seorang muslim, seperti dua kalimat syahadat,kewajiban menjalankan sholat lima waktu, keharaman bangkai, darah dan babi, pengakuan terhadap al-Qur’an dan kuantitas zakat. Kedua ; sesuatu yang telah disaksikan oleh seluruh sahabat tentang perilaku rosul atau suatu keyakinan bahwa rasul telah memberitahukan sikap beliau kepada orang-orang yang telah hadir di hadapan beliau.
Sumber keempat adalah Dalil. Dalil adalah kesimpulan yang diambil dari pemahaman terhadap dalalah ijma’dan nass.
Adapun dalil yang diambil dari nass menurut Ibn Hazm ada 7macam sebagai berikut:
Pertama :  konklusi dari 2 premis yang tidak dinasskan pada salah satunya.
Kedua  : penerapan syarat yang digantungkan dengan satu bentuk perbuatan tertentu.
Ketiga    :  peredaksian satu makna dengan berbagai ungkapan
Keempat: pemberlakuan hukum asal berdasar keumuman nass ketika terdapat peristiwa hukum yang tidak dinasskan kehalalan dan keharamannya.
Kelima  : putusan-putusan bertingkat dalam arti yang lebih tinggi berada di atas yang berikutnya walaupun tidak ada nass tentang hal itu.
Keenam : kesimpulan yang diambil dalam logika pemutarbalikan setara.
Ketujuh : konsekwensi logis dari makna lafal suatu nass.
Semua ini pada dasarnya menurut Ibn Hazm hanyalah makna-makna nass sendiri dan pemahaman terhadapnya. Ini semua berada di bawah batas-batas nass belum keluar darinya. Sebab dalil-dalil ini adalah perincian dari nass yang masih global atau pengungkapan satu makna dengan berbagai redaksi yang berbeda.
Sedangkan dalil yang diambil dari ijma’ ada 4 macam, yaitu;
Pertama :  istishab al-haal.
Kedua    :  aqallu ma qila
Ketiga : ijma’ para sahabat untuk meninggalkan pendapat yang dipertentangkan
Keempat : ijma’ para sahabat bahwa hukum yang berlaku bagi seluruh kaum muslimin adalah sama.                                                                                                        


[1] Ibn Hazm, al-Ihkam, I : 70.
[2] Ibid., hlm. 94.
[3] Ibid., I : 95.
[4] Al-Anfal (8): 20.
[5] Abu Zahrah, Ibn Hazm, hlm. 298.
[6] Ibn Hazm, Al-Ihkam, I : 553.
[7] Ibid., I : 545.

0 komentar: