Minggu, 17 Juni 2012

PERJALANAN INI....



Mulanya, kuanggap mudah perjalanan ini. Dengan idealisme khas remaja, ku sambut hangat uluran tangan mereka yang ramah mnegajakku. Pada awalnya belum memahami sepenuhnya arti perjalanan ini. Begitupun arti perjumpaan dengan yang Maha Agung, yang konon merupakan puncak kebahagiaan manusia.

Agaknya, kekurangpahaman ini menyebabkan banyaknya rekan seperjuanganku yang mengurungkan niat, atau mereka segera letih atau memilih jalan lain yang tampaknya lebih menjanjikan kemudahan. Namun, aku tiada terganggu, sementara jalan dihadapanku semakin menanjak dan menyempit, dan waktu pun terus berlalu ….. Aku dan yang lainnya terus melangkah, terseret-seret. Hampir sudah seperempat usia aku habiskan dijalan ini. Dan kini kupahami tabiat jalan yang telah kupilih ini.

Entah sudah untuk yang keberapa lutut ini bergetar. Nafaspun mulai tersenggal, kadang kujumpai seseorang berdiri ditengah jalan Ia tampaknya tidak menyukai kehadiranku, tapi, aku harus melewati jalan itu. Dengan egenap kemampuanku kuhadapi ia, terkadang saudara-saudaraku tidak tinggal dia membiarkanku berkelahi sendirian.

Entah berapa kali sudah aku tersungkur, orang bilang aku terlalu ringkih untuk menuntaskan seluruh perjalana, tapi aku tidak mau peduli, masih pekat kepercayaanku, Ia yang akan kujumpai disana senantiasa akan memberikan kekuatan gaibNya kepadaku

Kini dihadapanku berdiri angkuh tebing terjal. Tanahnya cokelat basah, ada jalan setapak, dipinggirnya ada semak-semak liar yang menatap kami dengan masam, sementara dari sudut mataku, dapat kutangkap adanya jalan lain yang lebih mudah, tak ada tanah licin yang menantiku tergelincir, tak ada semak yang akan mengejek, jalannya pun lapang dan tatapanku kearah tebing angkuh tadi, samar dapat kulihat jejak-jejak kaki orang-orang sebelumku. Namun kadang tak terlihat jejak sama sekali.

Dan babak baru perjalanan kami mulai, setiap langkah harus diperhitungkan dengan cermat, salah pijak, hampir pasti akan trgelincir. Terpaksa kuakui kalau nyali ini agak menciut. Namun kututupi sedapatnya, aku pun terus melangkah naik.

Ah….seorang saudaraku tergelincir, tepat disebelahku!!

Kuulurkan tangan menahan lajunya, tapi terlalu berat, dengan pasti aku ikut terseret, namun ia tidak berusaha untuk turut naik sementara pijakanupun semakin tak pasti, Namun ampuni aku ya Rabbi, betapa seringnya hamba ini tertegun ragu, untuk melanjutkan perjalanan panjang ini. Semuanya dikarenakan karena kelemahan hati ini, yang masih mengharap mencicipi kenikamatan duniawi.

Kinipun hati yang peragu ini masih diguncang gundah.

Akankah kau terima buah karya tangan lemah ini ?
Akankah Kau hargai, apabila saat ini hatiku masih juga mengharapkan wajah selain wajah Mu?
Jika masih kunanti senyum lain selain senyum Mu ?
Jika masih kudamba pujian selain dari Pujian Mu ?

Ada kudengar jalan lain yang jauh lebih sulit dari yang kutempuh. Orang-orang yang melewatinya adalah orang-orang perkasa, dengan nyali melebihi singa. Mereka mempertaruhkan segalanya, sampai nyawa sekalipun. Mereka meyakini dan merasakan, meregangnya nyawa dari jasad justru mempercepat perjumpaan mereka dengan sang kekasih.

Ada terpikir olehku untuk melewati pula jalan itu. Namun aku cukup arif untuk menyadari, betapa diri ini tak layak untuk disejajarkan dengan mereka. Siapaka aku ini, dibandingkan mereka yang senantiasa bersimbah peluh dan debu Untuk membuktikan kecintaan kepada-Nya

Dengan berat kuputuskan untuk melepaskan peganganku. Ia mengerti kalau aku paham bahwa keberaniannya telah luruh. ia ingin segera menuju jembatan yang memisahkan jalan kami dengan jalan lain yang lebih ramah, walau entah kemana.

 Bahkan sempat kudengar kabar, terhentinya perjalan salah seorang saudaraku, yang dulu turut membimbingku melewati masa-masa awal perjalanan. Dan semakin banyak saja yang mengikuti jejaknya.

Di setiap jalur yang kami tempuh, ada tempat-tempat peristirahatan sejenak. Tempat kami melepaskan segala keluh kesah dan keletihan. Biasanya, ia akan menurunkan pembantuNya menghibur kami, orang-orang yang mendamba perjumpaan dengan-Nya. Disini aku bisa menangis sejadinya. Menghimpun keberanian guna melanjutkan langkah.

Rabbiku, telah kupenuhi panggilanMu, mambawa tubuh ringkih ini melewati jalan yang Kau kehendaki.

Telah kucoba melepas segenap medan yang menghalangi.......

Telah coba kuatasi, sedapatnya, panasnya hari-hari yang kulewati.....

Betapa lancangnya aku, mengukur diri dengan mereka......

Yang menghabiskan malam-malamnya dengan sujud tersungkur, mengharapkan ampunan dan cinta Nya.....

Sedan gakupun harus bersabar……….

Kupandangi tanah datar dihadapanku, disalah satu sisinya ada lembah yang terus menyatu dengan kaki gunung. Perlaha ku dengar gemericik air kali, kuseret langkah kesana. Gemericik suara dedaunan dan kerikan serangga ilalang menemani kesunyianku.

Kulepas alas kaki, hati-hati kumasukan kaki ke kebeningan air. Terus menuju ketengah arus, kuresapi dan kunikmati kesejukannya, kuusap wajah dan kepala, dan segera kurasakan kesejukkan luar biasa..
Selanjutnya, aku telah tertunduk di sebongkah batu besr di tengah-tengah kali..

Sejuta angan dan pikiran bersatu dibenaku. Perjalanan panjang telah mengantarkanku kemari kuharap kesunyian tempat ini dapat meneduhkan gejolak panas dibenakku.

Tapi sampai berapa lama aku berada dalam kesunyian seperti ini. Gunung diam dihadapanku justru mempertebal kebosananku, kicauan burung yang ramai pun tak mampu menembus kekosongan hatiku

Kulihat sekelilingku……..Sepi

Aku harus bsegera berlari, kembali kerombonganku

Pesona tempat ini ternyata tak mampu mengobati hatiku yang sunyi. Aku harus bergabung bersama mereka, kembali melintasi semak berduri. Seraya terus menetapkan angan akan suatu peristirahatan abadi. Akan suatu taman yang rindang yang kaya akan aneka buah buah yang dibawahnya mengalir sungai sungai……..

Semoga Allah senantiasa memberikan kekuatan untuk tetap bertahan di jalan ini, sehingga kita dapat meninggalkan sedikit jejak yang dapat memberikan manfaat bagi kelangsungan dakwah ini……..

Ya Allah Istiqomahkanlah hati ini di jalan Mu

Abu Thalib al-Makki berkata, "Seseorang tidak boleh meninggalkan amal shalih karena takut terkena penyakit pada amal tersebut, karena memang itulah yang dikehendaki oleh musuhnya (syetan). Tetapi dia harus kembali kepada niatnya semula, niat yang benar. Jika amal tersebut tersusupi oleh penyakit, maka hendaknya ia segera mencari obatnya, berusaha menghilangkannya dan tetap pada niat yang benar dan tujuan yang baik. Tidak boleh meninggalkan suatu amalan karena manusia, atau karena malu terhadap mereka. Sebab beramal karena manusia adalah syirik, dan meninggalkannya karena mereka adalah riya'. Meninggalkan amal karena khawatir akan masuknya penyakit (riya') di dalam hati adalah kebodohan, dan meninggalkannya ketika amal tersebut sedang dilakukan (karena keikhlasannya terganggu) adalah suatu kelemahan.

Siapa saja yang beramal karena Allah dan meninggalkannya juga karena Allah, maka tidak ada masalah baginya selagi masih berada dalam koridor ini, tentunya setelah ia dapat membuang jauh-jauh segala niat
buruk. "




0 komentar: