Jumat, 06 Juli 2012

AGAMA JUGA NASEHAT



Allah menerangkan di dalam surat al-‘Ashr tentang orang-orang yang merugi, yang diantaranya disebabkan karena (1) tidak beriman, (2) tidak mengerjakan amal shaleh, dan (3) tidak saling menasehati satu sama lain dalam hal kebenaran.

وَالْعَصْرِ. إِنَّ الإِنسَانَ لَفِى خُسْرٍ. إِلاَّ الَّذِينَ آمَنُواْ وَعَمِلُواْ الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْاْ بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْاْ بِالصَّبْرِ (العصر : 1-3)
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, serta nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran. (Q, s. al-‘Ashr / 103:1-3)

Orang yang mengaku beriman harus mengerjakan amal shaleh. Beriman saja tidak cukup, karena iman tanpa amal shaleh adalah iman yang belum dibuktikan. Amal shaleh saja juga tidak cukup, karena amal shaleh yang tidak didasari oleh keimanan adalah amal shaleh yang tidak memiliki arah yang benar. Sebab iman inilah yang nanti akan menentukan arah dan niat seseorang ketika melakukan suatu amal atau perbuatan. Banyak orang melakukan amal shaleh, tetapi belum tentu niatnya untuk mencari ridha Allah. Banyak pula yang menggapai prestasi dalam hidupnya, tetapi banyak yang melakukannya karena pamrih-pamrih duniawiah, bukan untuk mencari ridha Allah.
Kelompok lain yang akan merugi adalah yang tidak mau nasehat-menasehati dalam hal kebenaran. Karena menurut Nabi, «الدِّينُ النَّصِيحَةُ », agama itu nasehat. Dan inilah hakekat agama, sebagai petunjuk dan pemberi arah, hudan wa nūr.
Bahwa seseorang wajib mendengarkan kebenaran dari orang lain, dan mengajarkannya kepada orang lain. Dalam rumusan orang mukmin, mengetahui suatu kebenaran itu bukan untuk dirinya semata, karenanya ia berkewajiban untuk menyampaikan dan mengajarkannya kepada orang lain. Itulah diantara maksud yang terkandung dalam ayat yang berbunyi:

وَتَوَاصَوْاْ بِالْحَقِّ  
Dan nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran

Sayyidina Ali ibn Abi Thalib r.a. pernah berpesan kepada kita:

اُنْظُرْ مَا قَالَ وَلاَ تَنْظُرْ مَنْ قَالَ
Perhatikan apa yang dikatakan orang, jangan memperhatikan siapa yang mengatakannya.

Pesan tersebut memberi arah kepada kita bahwa dalam mencari kebenaran hendaknya kita memfokuskan pada substansi kebenaran itu, bukan kepada siapa yang mengucapkan. Berarti bahwa kita harus selalu bersedia menerima kebenaran meskipun keluar atau datang dari orang yang tidak kita senangi, atau dari orang yang kita membencinya, bahkan dari musuh sekalipun. Inilah yang dimaksud dengan obyektivitas dalam memahami persoalan. Dan orang muslim dituntut untuk itu.
Sementara nasehat-menasehati menyangkut kesabaran adalah bahwa setiap orang dituntut untuk bersikap sabar, dan pada saat yang sama ia mampu menyabarkan saudaranya yang lain. Sabar harus menjadi bagian dalam sistem hidup orang-orang yang beriman. Sabar ada dua: sabar jasmani dan sabar rohani. Sabar jasmani artinya dalam menerima dan melaksanakan perintah-perintah Allah yang melibatkan jasmani kita, seperti sabar melaksanakan puasa Ramadhan yang menyebabkan kita harus menahan lapar dan dahaga, juga sabar dalam melaksanakan shalat taraweh, dan lain sebagainya. Sedangkan sabar rohani adalah sabar dalam hal menahan hawa nafsu agar tidak terjerumus kepada tindakan-tindakan yang menyimpang dari agama dan yang dapat mencelakakan diri kita. Inilah diantara maksud yang terkandung dalam ayat yang berbunyi:

وَتَوَاصَوْاْ بِالصَّبْرِ
Dan nasehat-menasehatilah supaya menetapi kesabaran.

Rangkaian ayat tadi mengandung makna bahwa kita dituntut untuk mengembangkan kebenaran dalam diri kita masing-masing, tetapi pada saat yang sama kita juga dituntut untuk mengembangkannya kepada orang lain. Anda dituntut untuk memperhatikan saya, sebagaiman saya diwajibkan untuk memperhatikan Anda. Anda wajib mengingatkan apabila mendapati saya berbuat suatu kesalahan dan saya harus menerima peringatan Anda itu dengan lapang hati. Termasuk pula, Anda dituntut untuk mengingatkan dan menyabarkan saya manakala di luar kontrol emosi saya telah bersikap tidak sabar. Begitu pula sebaliknya.

فَبَشِّرْ عِبَادِ. الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَـتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ أُوْلَـئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ وَأُوْلَـئِكَ هُمْ أُوْلُو الأَلْبَابِ
Sampaikanlah berita gembira kepada hamba- hamba-Ku. Yaitu mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti mana yang terbaik diantaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal. (Q, s. al-Zumar / 39:17-18)

Itulah karekteristik orang-orang beriman: “benar dan membenarkan”, “sabar dan menyabarkan”. Ada ungkapan mutiara menarik dari KH. Ahmad Sahal (Trimurti Pendiri Pondok Modern Gontor), beliau mengatakan: “jika seorang memperbaiki yang lain, maka semua orang akan menjadi baik”.

0 komentar: