Pertanyaan:
Aku perhatikan sebagian orang yang memiliki perhatian terhadap agama Islam, bertanya-tanya mengenai permasalahan qadha dan qadar. Mereka menanyakan “Mengapa Allah menakdirkan sebagian orang masuk ke dalam neraka.” Bagaimana menyikapi permasalahan ini? Jazakumullah khoiron
Jawaban:
Diantara nama Allah adalah Al 'Alim, yakni Maha Mengetahui. Allah mengetahui segala sesuatu yang telah terjadi, sedang terjadi, dan peristiwa yang akan terjadi. Oleh karena itu, Allah pun mengetahui siapa saja yang akan masuk ke dalam surga dan neraka. Di sisi lain hadi-hadis pun telah menjelaskan bahwsanya salah satu 4 hal yang telah ditetapkan ketika manusia ditiupkan ruh saat masih di rahim adalah apakah ia termasuk orang yang bahagia atau celaka, baik di dunia maupun di akhirat.
Allah menakdirkan seseorang ia akan masuk neraka bukan berarti Allah memaksa seseorang kufur. Ini bukanlah akidah yang benar, Allah berlepas diri dari keyakinan demikian. Allah mengetahui apa yang akan dilakukan oleh makhluk-makhluknya di dalam kehidupan mereka di dunia. Allah ‘Azza wa Jalla telah memerintahkan pena penulis takdir untuk menuliskan apa saja yang akan terjadi pada para hambanya. Takdir tersebut tidak diketahui oleh satu pun dari makhluknya, baik malaikat-malaikat yang dekat dengan-Nya, tidak pula para nabi. Tidak seorang pun mengetahui takdir apa yang dituliskan di lauhul mahfuzh untuknya.
Dengan demikian tidak ada manfaatnya bagi orang-orang yang mengkritisi takdir Allah. Hamba-hamba Allah diperintahkan untuk beriman dan beramal dan Allah akan memberi balasan bagi mereka pada hari kiamat berdasarkan apa yang telah mereka usahakan bukan berdasarkan apa yang Allah tetapkan baginya di lauhul mahfuz (maksudnya seseorang beramal dengan pilihannya, bukan terpaksa pen.).
Allah pun telah mengutus para rasul sebagai penegak hujjah-Nya. Para rasulu telah memberikan kabar gembira dan peringatan atau ancaman. Allah berfirman,
رُسُلاً مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ
(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. (QS. An-Nisa: 165)
Kalau seandainya Allah tidak mengutus mereka, maka masuk akal kalau mereka hendak mengkritik Allah Ta’ala. Seseorang itu dihukum tidak lain dikarenakan apa yang mereka amalkan setelah dijelaskan kepada mereka mana yang salah dan mana yang benar, Allah telah menetapkan hujjahnya. Oleh karena itulah, orang-orang yang belum sampai pada mereka risalah kenabian mereka memiliki alasan kelak di hari kiamat. Pada saat itulah Allah akan mengabarkan kepada mereka.
Syaikh Shaleh bin Fauzan ketika ditanya tentang seseorang yang tidak sampai padanya ilmu, beliau menjelaskan. Yang dimaksud tidak sampai ilmu pada seseorang atau seseorang dimaklumi jika tidak tahu adalah apabila seseorang tidak mengetahui karena tidak memungkinkan baginya, maka hal ini dapat dimaklumi. Misalnya seseorang yang tidak mendapatkan seorang guru yang mengajarkannya seperti seseorang yang tinggal di negeri kafir yang tidak memiliki akses dengan negeri-negeri Islam, maka dia dimaklumi tidak tahu. Sedangkan mereka yang tinggal di lingkungan orang-orang Islam, mendengar Alquran dan hadis dibacakan, dan banyak dai yang menyerukan Islam, orang yang demikian tidak bisa dimaklumi kalau dia tidak mengerti dan mengetahui. Sudah sampai kepada mereka risalah, hanya saja mereka yang tidak memiliki perhatian. (Durus fi Syarhi Nawaqid Al-Islam, Hal.31)
Apalagi pada zaman sekarang kemajuan teknologi sangat mendukung bagi seseorang untuk mengetahui dan mempelajari agamanya. Tidak tersembunyi bagi seseorang bahwasanya Allah telah menjelaskan man jalan yang lurus dan mana pula jalan yang menyimpang, tinggallah ia yang hendak menempuh jalan yang mana. Seseorang yang menempuh jalan yang lurus, maka ia akan masuk ke surge dan bagi mereka yang menempuh jalan yang sesat bagi mereka neraka. Allah sama sekali tidak memaksa mereka untuk menempuh jalan yang mana. Allah Ta’ala berfirman,
وَقُلِ الْحَقُّ مِن رَّبِّكُمْ فَمَن شَاء فَلْيُؤْمِن وَمَن شَاء فَلْيَكْفُرْ إِنَّا أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا وَإِن يَسْتَغِيثُوا يُغَاثُوا بِمَاء كَالْمُهْلِ يَشْوِي الْوُجُوهَ بِئْسَ الشَّرَابُ وَسَاءتْ مُرْتَفَقًا . إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ إِنَّا لا نُضِيعُ أَجْرَ مَنْ أَحْسَنَ عَمَلاً . أُوْلَئِكَ لَهُمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهِمُ الأَنْهَارُ يُحَلَّوْنَ فِيهَا مِنْ أَسَاوِرَ مِن ذَهَبٍ وَيَلْبَسُونَ ثِيَابًا خُضْرًا مِّن سُندُسٍ وَإِسْتَبْرَقٍ مُّتَّكِئِينَ فِيهَا عَلَى الأَرَائِكِ نِعْمَ الثَّوَابُ وَحَسُنَتْ مُرْتَفَقًا
Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir." Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek. Sesunggunya mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan yang baik. Mereka itulah (orang-orang yang) bagi mereka surga 'Adn, mengalir sungai-sungai di bawahnya; dalam surga itu mereka dihiasi dengan gelang mas dan mereka memakai pakaian hijau dari sutera halus dan sutera tebal, sedang mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan yang indah. Itulah pahala yang sebaik-baiknya, dan tempat istirahat yang indah.” (QS. Al-Kahfi: 29-31)
Ketika kita mengimani bahwasanya Allah telah menakdirkan segala sesuatu dan Allah mengilmui tentang hal tersebut, hendaknya kita berpikir positif bahwasanya Allah menakdirkan bagi kita hidayah dan kebaikan.
Allah telah mewajibkan bagi kita syariat-Nya dan memerintahkan kita dengan syariat tersebut. Sehingga yang tersisa bagi kita hanya ada dua pilihan. Pertama, kita berprasangka baik bahwa Allah telah mentapkan takdir yang baik bagi kita dan menakdirkan kita sebagai penghuni surga. Sebagaimana yang kita ketahui bahwasanya rahmatnya itu mendahului kemarahannya, ridha-Nya lebih Dia kedepankan dari pada rasa kebencian-Nya. Tempuhlah takdir yang demikian! Berlakulah dengan perbuatan layaknya calon penghuni surga. Setiap orang akan dimudahkan menuju takdirnya. Kedua, kita berprasangka buruk kepada Allah bahwasanya ia akan memasukkan kita ke neraka dan kita memilih jalan-jalan yang mengantarkan kita ke neraka, wal’iyadzbillah.
Inilah keimanan kita terhadap takdir Allah yang merupakan salah satu dari rukun iman yang enam. Jangan sampai karena permasalahan ini tidak terjangkau oleh akal kita atau karena kita belum memahaminya, kemudian kita lebih mendahulukan berburuk sangka kepada Allah.
Oleh: Tim Konsultasi Syariah
0 komentar:
Posting Komentar