Tidak mudah untuk menyusun strategi dakwah yang cespleng dalam konteks masyarakat spasiotemporal seperti sekarang ini. Kesulitan menghadang tatkala kita menorehkan wajah ke depan langsung berhadapan dengan hamparan tatanan masyarakat informatif-industrial berserta segala dampak yang ditimbulkannya. Betapa rumitnya memetakan arah perkembangan masyarakat itu, sehingga kita gagap menyiasatinya. Itu semua mewujudkan bahwa tuntutan akan keharusan merubah strategi komunikasi dakwah tidak bisa ditunda-tunda lagi.
Kemudian apa yang dapat kita lakukan untuk tetap memperluas syiar Islam di tengah globalisasi peradaban yang serba industrial itu? Ini pertanyaan yang tidak mudah untuk dijawab.
Kecenderungan peradaban global (millenium ke-3) bukanlah sesuatu yang harus dihindari, melainkan dihadapi dengan penuh kearifan dan manusiawi. Iptek yang terus berkembang harus menjadi media pengembangan religiusitas dan jalan mendekatkan diri pada Allah. Pilihan iman dan Islam sebagai jalan hidup harus bersedia dan berani bergumul dalam dinamika sejarah yang sering keras dan tak peduli pada penderitaan manusia yang diakibatkannya.
Masyarakat global saat ini juga menampakkan ciri-ciri sebagai masyarakat fungsional, masyarakat teknologis, saintifik, terbuka, pemiskinan agama, dan masyarakat permisif.
Perlu disadari bahwa peradaban global-industrial merupakan tahapan sejarah abad ke-21 yang tak terelakkan. Tidak lama lagi Indonesia yang bertekat memasuki mekanisme pasar (perdagangan bebas) akan berada dalam pusaran peradaban tersebut. Peradaban industrial disamping membawa kemajuan dan kemudahan hidup, juga menimbulkan persoalan sosial dan budaya yang luas akibat ketidaksiapan mental dan fisik sebagian manusia .
Harus pula disadari bahwa gerak pembangunan dan peradaban demikian disebabkan karena tidak seluruhnya terekam secara memadai dalam panduan cita-cita Islam. Pemikiran dan pembaharuan pemikiran Islam jauh dari pengalaman industrial, sehingga sulit diketemukan rujukan pemikiran Islam yang cukup berarti bagi penyelesaian berbagai persoalan kemanusian didalamnya.
Disamping itu, gagasan pembaharuan Muhammadiyah perlu diarahkan guna memberi sumber daya spiritual sebagai pondasi peradaban industrial. Dakwah persyarikatan harus dikembangkan sebagai strategi kebudayaan yang meliputi seluruh aspek kehidupan bagi upaya mewujudkan kemanusiaan sejati. Dakwah harus dapat memberi arah peradaban dan perubahan seluruh demensi kehidupan manusia dan masyarakat secara transformatif menuju kesejahteraan hidup duniawi yang Islami.
Gerakan dakwah juga perlu menaruh perhatian terhadap berbagai persoalan pengiring yang muncul dalam masyarakat global-industrial. Berbagai persoalan tersebut akan berkaitan dengan tumbuhnya kawasan perumahan dan industri, perilaku dan tatanan sosial-budaya yang belum diketemukan rujukannya dalam pemikiran klasik, munculnya kelompok strategis baru (kelas menengah, generasi muda terdidik, profesional muda, politisi, birokrat, dan intelektual), kemiskinan material dan spritual, perluasan keterasingan dan penyimpangan sosial serta keagamaan, dan perluasan kaum pekerja buruh.
Untuk operasional gerakan dakwah harus merupakan layanan sosial bagi penyelesaian hidup modern sebagai wujud tanggung jawab atau komitmen kemanusiaan. Untuk itu diperlukan perumusan dan penataan kembali etos dan struktur gerakan dakwah sehingga menempatkan Persyarikatan sebagai pengendali perubahan kearah kehidupan yang semakin manusiawi sejahtera, dinamis, dan berkemajuan atas dasar prinsip nilai ajaran Islam.
Profesionalitas pelaku dakwah ditentukan oleh kemampuan memanfaatkan secara maksimal seluruh model media komunikasi sosial yang meliputi tv, radio, internet, buku, majalah dan koran disamping media sosial budaya lainnya. Namun, sesuai kecenderungan masyarakat global-industrial yang membelah keutuhan kemanusiaan menjadi bagian–bagian yang rinci sulit diharapkan suatu sosok mubaligh yang memiliki kemampuan profesional generalistik. Karena itu pemanfaatan media di atas memerlukan pembagian kerja terprogram dan pelatihan yang terus menerus yang dapat dirubah dan dikembangkan sesuai tuntutan masyarakat.
Kemiskinan spiritual masyarakat modern industrial perlu diantisipasi melalui layanan dan konsultasi dakwah, pengembangan hidup jamaah dan bimbingan pengkayaan spritual kehidupan modern. Pendekatan etis dan sufistis mungkin dapat dipertimbangkan guna memperkaya pengalaman ritual melalui pengembangan tradisi dzikir dalam pengertian luas.
Masyarakat lapis bawah dan pekerja kasar seperti buruh akan meluas searah dengan pengembangan kawasan industri. Gerakan dakwah harus menaruh perhatian dan terlibat aktif menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi. Perlindungan dakwah dapat dilakukan tanpa harus berhadapan dengan berbagai kekuatan seperti kelompok masyarakat yang secara ekonomi lebih mapan atau penguasa dan perusahaan.
Keterasingan sosial juga meluas searah perkembangan kantong-kantong industri terlepas dari lingkungan di masyarakat. Situasi demikian tidak hanya dialami oleh kaum marginal di perkotaan, tetapi juga kelompok elit yang terlepas dari struktur besaran masyarakat. Untuk kasus demikian perlu pengembangan semangat hidup jamaah yang tidak semata berdasar status dan profesi tetapi berbasis semangat kebersamaan dan tolong-menolong dalam arti luas.
Keterasingan demikian juga dapat dialami akibat keagamaan yang reduksionistis dalam bentuk perilaku sempalan akibat ketidakmampuan mengintegrasikan ketentuan syar’i yang formal dengan tuntutan hidup industrial. Kondisi tersebut sering dihadapi generasi muda muslim berpendidikan. Untuk itu perlu dikembangkan pemikiran dan wawasan keagamaan yang menempatkan iptek dan kebudayaan sebagai jalan mendekati Tuhan di samping pemahaman substansi dan pesan moral firman Allah.
Strategi dakwah sekarang harus mengarah pada penanganan masalah riil. Artinya bahwa kegiatan dakwah harus merupakan usaha pemecahan atau penyelesaian masalah kehidupan umat dan masyarakat di bidang sosial-budaya, ekonomi dan politik dalam kerangka masyarakat modern. Dalam hal ini, konsep dakwah Muhammadiyah “Gerakan Dakwah Jamaah” menarik untuk dikembangkan. Namun sayangnya, konsep dakwah pemberdayaan masyarakat ini masih jauh dari jangkauan para mubaligh.
Dengan memahami dakwah sebagai pemecahan masalah diharapkan membuahkan tiga kondisi: pertama, tumbuhnya kemandirian dan kepercayaan umat serta masyarakat sehingga berkembang sikap optimis. Kedua, tumbuhnya kepercayaan terhadap kegiatan dakwah guna mencapai tujuan kehidupan yang lebih ideal. Ketiga, berkembangnya suatu kondisi sosial dan ekonomi, politik serta iptek sebagai landasan peningkatan kualitas hidup umat.
Uraian di atas, setidaknya memberi kita jalan untuk memperlebar makna dakwah. Dalam arti yang paling sempit dakwah adalah memanggil dan mengajak seseorang atau sekelompok orang untuk memeluk agama Islam. Sedangkan arti yeng lebih luas dakwah bisa dipahami sebagai upaya peningkatan kualitas SDM, pengentasan kemiskinan, memerangi kebodohan dan keterbelakangan, dan pembebasan.
Akhirul kalam, gerakan dakwah adalah gerakan multidisipliner, multidimensi dan multifungsi yang dilakukan melalui multimedia. Hanya melalui strategi budaya dan wawasan keagamaan yang lebih dinamis dan kritis kita dapat menempatkan diri sebagai dinamisator dan fasilitator dalam dinamika sejarah dan perkembangan peradaban modern.
Oleh: Agus Salim diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah ilmu dakwah di PUTM
0 komentar:
Posting Komentar