5. Anak-anak Muda yang Menjadikan Alquran Sebagai Seruling-seruling
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengkhawatirkan adanya pemuda-pemuda yang menjadikan Alquran sebagai seruling-seruling, namun dalam hadis lain beliau menganjurkan untuk membaguskan suara ketika membaca Alquran, sabdanya:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَتَغَنَّ بِالْقُرْآنِ
“Bukan dari golongan kami orang yang tidak taghanni (membaguskan suara) ketika membaca Alquran.” (HR. Al Bukhari)
Para ulama berbeda pendapat mengenai makna “taghanni“, sebagian mereka mengatakan bahwa maknanya adalah mencukupkan diri dengan Alquran, sebagian lagi mengatakan bahwa maknanya adalah membacanya dengan nada sedih, sebagian lagi mengatakan bahwa maknanya adalah membaguskan suara ketika baca Alquran dan pendapat-pendapat lainnya. Namun Al Hafidz berpendapat bahwa makna-makna itu masuk kedalam hadis tersebut, beliau berkata,
والحاصل أنه يمكن الجمع بين أكثر التأويلات المذكورة وهو أنه يحسن به صوته جاهرا به مترنما على طريق التحزن مستغنيا به عن غيره من الأخبار طالبا به غنى النفس..
“Walhasil, semua pendapat-pendapat tersebut dapat dikumpulkan, yaitu membaguskan dan mengeraskan suaranya dengan nada sedih, mencukupkan diri dengannya dan tidak membutuhkan yang lainnya, mencari kekayaan jiwa dengannya..[1]
Dan membaguskan suara dalam membaca Alquran bukanlah dengan nada-nada yang diada-adakan sebagaimana yang kita lihat di zaman ini. Imam Ibnu Katsir rahimahullahberkata,
المطلوب شرعا إنما هو التحسين بالصوت الباعث على تدبر القرآن وتفهمه والخشوع والخضوع والإنقياد للطاعة فأما الأصوات بالنغمات المحدثة المركبة على الأوزان والأوضاع الملهية والقانون الموسيقائى فالقرآن ينزه عن هذا ويجل ويعظم أن يسلك فى أدائه هذا المذهب
“Yang diminta oleh syariat adalah membaguskan suara yang membangkitkan keinginan untuk mentadabburi Alquran, memahami, khusyu, tunduk, dan taat. Adapun membaca Alquran dengan nada-nada yang diada-adakan dengan wazan-wazan (pola kalimat) yang melalaikan dan aturan musik, maka Alquran harus disucikan darinya, dan dibersihkan dari cara-cara seperti itu.”[2]
Terlebih bila nada-nada tersebut menyerupai nyanyian, maka ini diharamkan karena mengandung nilai tasyabbuh (menyerupai) orang-orang fasiq, Syaikh Abdul ‘Aziz bin Bazrahimahullah berkata, “Seorang mukmin tidak boleh membaca Alquran dengan nada menyanyi dan cara-cara para penyanyi. Kewajiban ia adalah membacanya sebagaimana salafushalih dari para shahabat dahulu membacanya, yaitu dengan secara tartil, nada sedih dan khusyu sehingga berpengaruh kepada hati orang yang mendengarnya.”[3]
Dan inilah yang dikhawatirkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadis yang telah berlalu, yaitu adanya para pemuda yang menjadikan Alquran sebagai seruling-seruling. Karena membaca Alquran dengan nada-nada yang diindah-indahkan bagaikan nyanyian, amat mudah menjerumuskan pelakunya kepada riya’ dan keinginan untuk populer.
Bersambung insya Allah
Penulis: Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc.
Artikel www.cintasunnah.com
Artikel www.cintasunnah.com
0 komentar:
Posting Komentar