Sebagaimana ketika kita ditunjuk sebagai perwakilan sekolah untuk mengikuti perlombaan atau kejuaraan. Tentulah hanya mereka yang siap dan bersungguh-sungguh saja yang akan terpilih. Entah menang atau kalah. Ibadah pun dianalogikan seperti perlombaan tersebut. Oleh karena itu, tegas Allah sampaikan bahwa Dia tak menghendaki ibadah yang sekenanya atau sebisanya, apalagi hanya dari sisa waktu yang kita miliki. Ya, bersungguh-sungguhlah dalam berlomba karena janji Allah tak dipungkiri adanya. Baik itu berupa siksa atau kabar gembira.
“…Maka berlomba-lombalah kamu (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Al Baqarah 148).
Masih berkaitan dengan kutipan ayat di atas, berlomba dalam kebaikan, artinya tujuan berlomba (ibadah) itu sendiri bukan untuk menjegal orang lain. Unik memang, tapi dengan berlomba seperti inilah yang akan membuat kita menjadi pemenang sesungguhnya. Dan tentu saja Allah meridhoi. Dengan cara apa? Tentu saja dengan tolong menolong. Menjadi perantara orang lain ikut masuk dalam gerbang kemenangan. Kita nggak mau kan hidup sendiri di dalam surga? #celingakcelinguk.
Nah, di dalam Al Qur’an QS Faathir 35-32 pun digambarkan seperti apa orang yang menang dalam perlombaan, “Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.”
Jelas kan yang menjadi pemenang yang mana? Ya, tentu saja mereka yang LEBIH DAHULU berbuat kebaikan dengan izin Allah.
Ada 3 kekuatan yang harus senantiasa dijaga agar kita menjadi pemenang.
Yang pertama adalah kekuatan iman
Kata ustad Agung, sopir-sopir truk sekarang memiliki jalan pikiran yang aneh. Kalau nabrak kucing mereka akan berhenti karena menurut primbon menabrak kucing itu tandanya sial, tapi anehnya kalau nabrak manusia kok biasa aja? Bisa disimpulkan bagaimanakah kondisi keimanan masyarakat kita yang ada di lapisan menengah ke bawah. Kalau yang di bawah saja seperti itu, yang di atas pun perlu dipertanyakan. Menjadi catatan saya di sini adalah, bagaimana seseorang itu memiliki kekuatan iman untuk meyakini bahwa segala perbuatan yang dilakukan dari setiap detik, menit, dan jam itu akan mendapatkan balasan kelak di hari akhir. Dan mereka yang tak beriman tak akan pernah merasakan manfaat dari apa yang dilakukan (ibadah).
Salah satunya ya dengan membersihkan kehidupan kita dari segala perilaku yang penuh kemusyrikan hingga akhirnya kita menjadi orang yang ikhlas dalam beribadah.
“Lalu apakah meminta surga atau pahala itu berarti kita tidak ikhlas dalam beribadah?” tanya salah satu peserta.
“Kalau anda minta surga dan pahalanya ke Allah, itu sudah termasuk ikhlas. Tapi kalau mintanya ke manusia, baik itu berupa pujian dan nilai kebendaan yang lain, itulah syirik. Dan syirik yang paling banyak menjangkiti adalah riya’ “
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.”
Yang kedua adalah kekuatan amal/kerja. Indikasinya adalah amal harus benar, tidak diukur dari hanya sekedar keyakinan tapi harus sesuai dengan tuntunan, dan dari potensi yang terbaik.
“Wahai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji” (Al Baqarah 267)
Yang ketiga adalah Istiqomah
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu” (QS Fushshilat 30)
“…karena sesungguhnya amal tidak akan memasukkan seseorang ke dalam surga.” Para shahabat bertanya: “Termasuk juga anda wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Ya, termasuk juga saya, kecuali jika Allah menganugerahkan ampunan dan rahmat kepadaku.”
“Amal tidak akan bisa menyelamatkan seseorang di antara kalian.” Mereka bertanya: “Tidak pula anda wahai Rasulullah saw?” Beliau menjawab: “Ya, saya pun tidak, kecuali Allah menganugerahkan rahmat kepadaku. Tepatlah kalian, mendekatlah, beribadahlah di waktu pagi, sore, dan sedikit dari malam, beramallah yang pertengahan, yang pertengahan, kalian pasti akan sampai.”
Jadi jelas, bahwa bukan amalan saja yang akan menyebabkan kita selamat dari adzab Allah, tetapi ampunan dan rahmat yang akan datang bila kita meminta. Rosulullah yang dijamin masuk surga saja melakukan istighfar setiap hari 100 kali. Bagaimana dengan kita yang belum tentu diberikan jaminan?
Mau tahu siapa yang pasti diberikan jaminan oleh Allah?
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. At taubah 71)
“Lalu, apakah ada hubungan antara makanan dengan kualitas ibadah yang kita lakukan, Ustad?”
“Tentu saja, karena menurut Umar bin Khattab, kalau ada daging yang tumbuh dari barang yang haram, maka tak ada yang pantas selain neraka baginya.”
Beribadah dan tolong menolong dalam kaitannya dengan ibadah, ibarat kita menebang semak belukar, bila kebetulan nemu belut di sana, itulah rezeki. Ah, saya juga lupa tentang cerita belut ini.
0 komentar:
Posting Komentar