Nabi saw. bersama para sahabatnya pada bulan Ramadhan tahun ke-2 H keluar dari Madinah. 'Amru bin Ummi Maktum ditugasi menjadi imam salat dan Abu Lubabah yang mengurusi Madinah. Rombongan yang keluar bersama Nabi saw. berjumlah 305 orang. 70 orang berkendaraan unta yang ditunggangi secara bergiliran. Seekor unta kadang digilir dua, tiga atau empar penunggang, dan sisanya berjalan kaki.
Mereka berangkat dan yang dikehendaki adalah kafilah Abu Sufyan. Mereka terus berjalan sambil menyelidiki kabar-kabar tentang kafilah hingga tiba di suatu lembah yang dinamakan Dzafiran. Mereka kemudian turun. Di tempat ini mereka memperoleh kabar bahwa kafir Quraisy telah keluar dari Makkah untuk mempertahankan unta-unta mereka. Seketika itu persoalannya menjadi berubah. Menemui kafir Quraisy ataukah tidak? Sasarannya tidak lagi kafilah Abu Sufyan. Rasulullah saw. kemudian mengajak bermusyawarah kaum muslimin dan mengabarkan kepada mereka mengenai kabar yang sampai kepada beliau. Abu Bakar dan Umar mengajukan pendapatnya. Kemudian Miqdad bin 'Amru berkata, "Ya Rasulullah, berjalanlah untuk suatu [tujuan] yang diperlihatkan Allah kepadamu. Kami bersamamu. Demi Allah, kami tidak akan mengatakan kepadamu seperti yang pernah dikatakan oleh bani Israil kepada Musa: 'Berangkatlah kamu dengan Tuhanmu [hai Musa], lalu kalian berdua berperanglah sendiri. Sementara kami di sini duduk-duduk [menantimu].' Akan tetapi, [kami akan mengatakan kepadamu], 'Berangkatlah kamu bersama Tuhanmu [hai Muhammad]. Sesungguhnya kami bersama kamu berdua untuk berperang.' Demi Dzat Yang mengutusmu dengan benar, seandainya engkau mengajak kami berjalan melintasi kawah-kawah berair, pasti kami bergelut bersamamu hingga engkau sampai di tujuan."
Kaum muslimin diam. Tidak berapa lama Rasulullah saw. melangkah maju dan bersabda, "Hai orang-orang, bantulah saya!"Kalimat ini sebenarnya ditujukan kepada kaum Ansor yang sudah memberikan baiat kepada beliua pada perjanjian aqabah. Mereka sudah berjanji akan melindungi Rasulullah saw. dari segala hal [yang berbahay] sebagaimana mereka melindungi anak-anak dan istri-istri mereka dari hal-hal itu pula. Beliau khawatir kaum Ansor tidak memandang perlu untuk menolong Rasulullah saw. Ketika kaum Ansor merasa bahwa yang dimaksud Nabi adalah diri mereka, maka Sa'ad bin Mu'adz, pemegang bendera Ansor, menoleh kepada Rasulullah dan berkata lantang, "Demi Allah, seakan-akan engkau menghendaki kami, wahai Rasulullah!"
"Tentu," jawab Rasul singkat.
Sa'ad pun menjawab, "Kami sungguh-sungguh mengimanimu dan membenarkanmu. Kami bersaksi bahwa apa yang engkau datangkan adalah benar. Atas dasar itu, kami memberimu janji dan kebulatan tekad untuk selalu mendengar dan taat kepadamu. Karena itu, berangkatlah, wahai Rasulullah, untuk suatu [tujuan] yang engkau kehendaki. Kami bersamamu. Demi Dzat Yang mengutusmu, seandainya engkau mengajak kami menghadang lautan lalu engkau menceburinya, pasti kami ikut menceburinya bersamamu. Tidak satupun laki-laki dari kami yang akan berbalik. Kami tidak benci jika besok engkau mempertemukan kami pada musuh. Sesungguhnya kami pasti sabar dalam peperangan. Benar dalam pertemuan. Semoga Allah memperlihatkan kepadamu sesuatu dari kami yang dapat menenangkan mata Tuan. Berjalanlah bersama kami di atas unta yang diberkati Allah." Hampir-hampir lidah Sa'ad belum selesai mengeluarkan sumpahnya, wajah Rasulullah saw. yang mulia memancarkan cahaya keceriaan.
"Lanjutkan perjalanan dan bergembiralah!" kata beliau memberi komando, "Sesungguhnya Allah menjanjikan aku satu di antara dua kelompok. Demi Allah, sekarang seakan-akan saya melihat pegulat kaum."
Pasukan pun berangkat. Mereka menggebrak kuda-kuda mereka hingga ketika tiba di dekat lembah Badar, mereka tahu bahwa kafilah kafir Quraisy telah dekat dengan mereka. Lalu Rasulullah saw. mengutus Ali bin Abi Thalib, Zubair bin 'Awwam, dan Sa'ad bin Abi Waqash dalam satu rombongan kecil. Kesatuan kecil ini ditugasi untuk mencapai mata air Badar guna mencari kabar tentang pasukan musuh. Mereka kembali bersama dua orang anak yang dari keduanya diketahui bahwa jumlah pasukan kafir Quraisy antara 700 dan 1000 orang. Semua pembesar Quraisy keluar untuk memerangi Muhammad. Rasulullah saw. menyadari bahwa di depannya ada kaum yang berjumlah tiga kali lipat dari pasukannya. Rasulullah saw. menunggu peperangan yang dahsyat di tempat yang akan menjadi pertumpahan darah. Beliau memberitahukan bahwa Makkah telah melemparkan sepotong hatinya kepada kum muslimin. Mereka harus mengokohkan hati untuk menghadapi keadaan yang gawat. Kaum muslimin pun berkumpul dalam keadaan siaga menghadapi musuh. Mereka berhasil menduduki mata air di lembah Badar dan membangun tempat penampungan air serta mengisinya dengan penuh. Sementara sumur-sumur di belakangnya dibiarkan tidak terpakai agar mereka dapat minum, sedang musuh mereka tidak dapat. Kaum muslimin membangun bangsal untuk Rasulullah saw. agar beliau bisa tinggal di dalamnya untuk memberi komando pasukan. Adapun kaum Quraisy menduduki beberapa medan pertempuran yang siap menghadapi kaum muslimin.
Sebelum perang terbuka digelar, kedua belah pihak mengawalinya dengan menurunkan jawara-jawaranya untuk perang tanding. Masing-masing jawara yang turun ke gelanggang saling bergulat dan menusuk. Aswad bin 'Abd al-Asad al-Makhzumiy melesat dari barisan kafir Quraisy. Dengan sombong, dia membusungkan dadanya di hadapan barisan kaum muslimin. Lagaknya menantang dan mengundang kemarahan singa Rasulullah. Dia bermaksud menghancurkan tempat penampungan air yang dibangun kaum muslimin. Namun, sebelum tujuannya berhasil, Hamzah bin 'Abd al-Muththalib sudah menghadangnya dengan pukulan yang keras. Pedangnya berhasil menyambar betisnya. Aswad jatuh dengan punggung tertindih. Kakinya patah dan mengeluarkan darah. Kemudian Hamzah memburunya dengan pukulan yang menghabisi nyawa Aswad. Jagoan kafir Quraisy ini akhirnya tewas di dekat tempat penampungan air. Kemudian 'Uthbah bin Rabi'ah keluar dengan diapit saudaranya, Syaibah, dan anaknya, al-Walid. Hamzah, 'Ali bin Abi Thalib, dan 'Ubaidah bin Harits keluar menyongsong mereka. Hamzah tidak membiarkan Syaibah lolos dan 'Ali mendapat giliran menghadapi Walid. Tidak berapa lama, kedua orang sahabat ini berhasil membunnuh kedua musuhnya. Kemudian keduanya segera melesat membantu Ubaidah yang nyaris terbunuh di tangan 'Uthbah.
Untuk beberapa waktu dua belah pihak diam sambil menahan nafas di tempatnya masing-masing. Darah kafir Quraisy sudah membasahi bumi Badar. Mereka menyaksikan satu per satu para pendekar mereka dibabat habis singa-singa Islam. Dan, akhirnya kedua pasukan pun tidak bisa ditahan. Keduanya bergerak maju dan bertemu di medan laga pada Jumat pagi, tanggal 17 Ramadan tahun ke-2 Hijriyah. Di tengah kecamuk perang, Rasulullah berdiri di depan barisan pasukannya untuk mengendalikan kesatuannya dan mendorong mereka berperang dengan penuh semangat. Kekuatan kaum muslimin semakin bertambah dengan seruan-seruan jihad Rasul, apalagi beliau berada di tengah mereka. Kaum muslimin semakin merangsek dan mengobarkan perang dengan gemuruh. Udara memanas dan peperangan menjadi lebih dahsyat. Kafir Quraisy terus terdesak mundur sehingga semangat mereka terbang. Tubuh-tubuh mereka yang kehilangan semangat seolah-olah mayat yang bergerak mencari lobang kubur. Sementara kaum muslimin dengan kekuatan iman, posisi mereka semakin kuat dan bersemangat. Mereka meneriakkan kata-kata ahad ... ahad. Sedangkan Rasul selalu berada di tengah-tengah mereka dan sesekali mengambil segenggam pasir dan melemparkannya pada kafir Quraisy seraya mengucapkan, "Syaahati al-wujuuh/sangat buruklah wajah-wajah mereka!" Sementara kepada para sahabatnya beliau mengucapkan, "Syadduu/kalian perkuatlah!" Kaum muslimin semangatnya tambah berkobar. Mereka terus bergerak ke tengah pertempuran untuk membantu kawan-kawan mereka yang sudah mulai mendesak musuh, sehingga akhirnya kafir Quraisy lari meninggalkan banyak korban dan harta bawaan mereka. Di antara mereka banyak yang terbunuh dan tertawan. Kemenangan kaum muslimin ini semakin memperkokoh mereka. Pasukan Rasul kembali ke Madinah dan kekuatan mereka bertambah besar.
* * *
Di salin dan diterjemahkan dari buku al-Daulah al-Islaamiyyah karangan Taqiyyuddin al-Nabhani
0 komentar:
Posting Komentar