Sungguh tak mudah mengambil keputusan untuk berkiprah 'hanya' di rumah: menjadi ibu rumah tangga. Tanpa jenjang karier, tanpa status sosial, tanpa gaji, tanpa pengakuan dan penghargaan. Padahal, sewaktu kuliah dulu sudah menghabiskan biaya berjuta-juta. Sebagian orangtua bahkan sampai menjual harta warisan, berutang ke sana ke mari demi membiayai kuliah anak.
Berangkat dari pengalaman dan pengamatan langsung, buku ini membahas dilema para bunda yang bekerja namun secara naluri masih ingin mengurus anak-anak. Para bunda yang saat di rumah ingat urusan kantor, dan saat di kantor ingat anak-anak di rumah. Saat yang sama, keberadaan pengasuh anak—baik yang profesional maupun dari keluarga sendiri (biasanya sang nenek/kakek)—ternyata bukan menghadirkan penyelesaian yang bijak, melainkan masalah baru: sikap anaktidak seperti yang diharapkan.
Buku ini mengulas topik-topik hangat seputar pengasuhan anak bagi bunda yang bekerja:
* Tugas utama seorang bunda;
* Risiko menitipkan anak kepada pengasuh;
* Nilai lebih mengasuh sendiri anaktercinta;
* Alasan mendasar mengapa para bunda mesti kembali berkarier di rumah;
* Tanggapan atas argumentasi agar bunda tetap harus berkarier di luar rumah.
Buku ini ingin mengajak para bunda untuk merekatkan kembali interaksi dengan anak-anak tercinta-bersama-sama sang suami. Inilah upaya memperbaiki karakter bangsa dengan mengawali perbaikan anak-anak kita lewat sentuhan para bunda yang
'hanya' berkiprah di rumah. Sungguh, rumah terindah adalah ketika ada kedekatan emosional secara kualitas dan kuantitas meruah antara bunda dan
anak. Inilah saat rumah terindah dihadirkan para wanita perindu surga
0 komentar:
Posting Komentar