Saudaraku, suatu ketika dalam episode hidup ini, mungkin kita sampai pada momen yang membuat kita begitu terpuruk, sangat susah untuk bangkit. Sebuah kondisi di mana masalah mendera bertubi-tubi, tanpa jeda, tanpa ampun. Tak terlihat celah sedikitpun untuk membebaskan diri dari permasalahan-permasalahan itu.
Suatu ketika, mungkin, kita pernah mengalaminya. Dan pada saat itu, masalah-masalah yang mendera begitu berkuasa menghancurkan idealisme kita, menghancurkan harapan kita satu-satunya: asa. Kita sempurna terkena sindrom patah arang. Sebuah sindrom yang amat berbahaya bagi makhluk hidup bernama manusia.
Suatu ketika, mungkin ini nyata, banyak di antara kita mengalaminya. Kita sudah lelah, tak kuat lagi bertahan meski sejenak. Seolah kita tak pernah belajar untuk optimis, bahkan lupa sama sekali atau mulai menganggap bahwa optimisme sekadar hal basi yang sama sekali tidak ada gunanya. Kita hidup tapi tanpa asa, beraktivitas tapi tanpa ruh, menjadi semacam robot yang melakukan semuanya secara mekanik tanpa makna.
Namun sadarkah kita bahwa rapuh sejatinya tidaklah datang secara tiba-tiba. Ibarat sebuah bangunan, ia takkan ambruk begitu saja. Tetapi rapuh adalah proses yang terjadi secara halus dan terus menerus. Ketika beban yang dipikul oleh bangunan itu sudah tidak mampu lagi dipertahankan, maka bangunan itu akan roboh. Boleh jadi, bagi yang tidak tahu, bangunan itu terlihat roboh secara tiba-tiba, tetapi sejatinya, bangunan itu sudah mulai roboh sejak awal pengeroposan dimulai. Ketiadaan perawatan dan perbaikanlah yang membuatnya roboh.
Begitu pula, seseorang tidak mungkin tiba-tiba mengalami stres, tetapi hal itu terjadi secara pelan-pelan dan kian bertambah seiring bertambah lemahnya pondasi pertahanannya. Ketika permasalahan semakin menderanya bertubi-tubi, sementara pondasinya kian rapuh, maka stres tinggal menunggu waktu. Rapuh, sejatinya terjadi secara perlahan, sedikit demi sedikit. Yang diserang adalah pondasi utama, pondasi dari segala pondasi kita hidup di dunia ini. Pondasi yang mendasari segala tindakan kita. Pondasi yang dengannya kita memandang dunia, menghadapi kencangnya angin hidup dan guyuran badai cobaan. Ya, pondasi itu adalah iman.
Ketika iman mulai keropos, jika ia tidak segera mendapat perawatan atau perbaikan, maka jatuhnya pondasi hidup seseorang tinggalah menunggu waktu. Ia akan lebih rentan tertekan dan terkena depresi ketika menghadapi persoalan hidup. Ia boleh terlihat kaya raya, rupawan, tersohor, tapi tanpa iman ia rapuh. Serapuh sarang laba-laba yang putus sekali hempas. Ibarat pohon, ia adalah pohon yang tak mampu bertahan meski oleh tiupan angin yang tak terlalu kencang.
Maka iman, mau tidak mau, harus dirawat, dijaga dan dijauhkan dari berbagai hal yang merusaknya. Jagalah iman, dengan menambah pengetahuan kita tentang-Nya. Jagalah iman dengan senantiasa memikirkan ciptaan dan ayat-ayat-Nya yang dihamparkan pada kita. Jagalah iman dengan memperbanyak amal kepada-Nya dengan cara-cara yang dituntunkan-Nya. Jagalah iman, dengan berkumpul dengan orang-orang yang dicintai-Nya. Jagalah iman dengan berbagai cara yang sering bisa bisa kita lakukan tetapi kita abaikan.
Karena sejatinya, masalah adalah pewarna kehidupan, membuat hidup lebih dinamis, lebih menarik, tentunya dengan pengelolaan yang benar. Masalah adalah wahana bagi Sang Khalik untuk menaikkan derajat hamba-Nya yang bertakwa. Lihatlah pohon alpukat, sesekali waktu sebelum musim buah, dedaunnya habis dimakan ulat. Boleh jadi, habisnya daun itu adalah masalah tersendiri bagi sang pohon. Proses fotosintesis dan produksi zat-zat makanannya boleh jadi terganggu, tetapi ia tidak mati. Namun, perhatikanlah beberapa waktu setelahnya. Pohon alpukat akan kembali menumbuhkan daunnya, dan bahkan mengeluarkan buahnya. Ulat-ulat itu hanya berfungsi memberikan shock terapi berupa stres ringan, yang akibatnya justru positif, yaitu memicu peningkatan produksi buah.
Maka begitulah bagi orang yang beriman. Masalah adalah pemicu bagi dirinya untuk semakin produktif dan meningkatkan kapasitas. Karena ia yakin sepenuhnya pada janji Allah bahwa “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (Q.s. al-Baqarah [2]: 286).
Maka jangan lupa untuk senantiasa berdoa:
“Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau bebankan kepada Kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada Kami apa yang tak sanggup Kami memikulnya. beri ma’aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong Kami, Maka tolonglah Kami terhadap kaum yang kafir” (Q.s. al-Baqarah [2]: 286).Wallahu a’lam
Sumber : http://www.fimadani.com/jangan-biarkan-imanmu-merapuh/
Share
0 komentar:
Posting Komentar