Juha dan anaknya berada di dua ujung yang saling berlawanan. setiap kali ayah menyuruh melakukan sesuatu, anaknya selalu menentangnya dengan berkata, "Apa kata orang tentang kita jika kita melakukan hal ini?"
Juha, sang ayah ingin memberi pelajaran yang bermanfaat untuk anaknya, agar ia berpaling dari mencari ridha semua orang. Sebab, ridha semua orang merupakan ujung yang tak mungkin terjangkau.
Lantas, Juha pun naik keledai dan menyuruh anaknya agar berjalan di belakangnya. Baru berjalan beberapa langkah, mereka melewati beberapa orang perempuan, lalu mereka meneriaki Juha, "Apa-apaan ini, wahai lelaki! Apa di hatimu tidak ada rasa kasih sayang?. Engkau enak-enakan naik keledai sementara engkau biarkan anak kecil berlari-lari kelelahan di belakangmu."
Kemudian Juha turun dari keledainya dan menyuruh anaknya yang naik. Ketika melewati sekelompok orang tua yang sedang duduk di bawah terik matahari, Juha dikejutkan oleh tepukan tangan salah seorang dari mereka. Mereka memandangi Juha dengan gaya mencemooh sebagai orang tua bodoh yang membiarkan dirinya berjalan kaki seentara anaknya enak-enak duduk di punggung kelesai. Mereka mencaci Juha dengan kata-kata "Wahai laki=laki! Kamu berjalan kaki padahal kamu orng tua sementara kamu biarkan anakmu naik enak-enak di atas kelesai. Padahal kamu ingin mengajarinya rasa malu dan sopan santun.
Lalu Juha berkata kepada anaknya, "Apa dengan ucapan mereka semua? Kalau begitu mari kita naik keledai bersama-sama.
Mereka berdua pun naik keledai bersama melewati jalanan. keduanya berpapasan dengan sekelompok orang yang dapat disebut dengan anggota 'organisasi penyayang binatang'. Mereka berteriak kepada Juha dan anaknya,"Apa kalian berdua tidak bertakwa kepada Allah SWT terkait dengan binatang kurus ini? Apa kalian tega menungganginya bersama-sama padahal timbangan kalian berdua lebih berat dari pada timbangan keledai?"
Juha dan anaknya pun turun dari keledai. Juha berkata, "Kamu dengarkan? Kalau begitu ayo kita berdua berjalan kaki bersama dan kita biarkan keledai ini berjalan sendiri di depan kita agar kita terhindar dari omongan miring kaum lelaki, perempuan, dan pecinta binatang."
Mereka berdua pun berjalan kaki sedangkan keledai berjalan sendiri di depan mereka. Lantas mereka berdua berpapasan dengan sekelompok orang buruk dan pandai. Mereka menjadikan Juha dan anaknya sebagai obyek gurauan dan ejekan.
Mereka berkata,"Demi Allah, sepantasnya keledai ini menaiki kalian berdua untuk mengistirahatkannya dari kelelahan di jalan."
Selanjutnya Juha mendengar perkataan orang-orang ini, lalu dia dan anaknya menuju suatu pohon di jalan. Mereka berdua memotong dahan yang kuat dan mengikatkan keledai tersebut padanya. Kemudian Juha memikul salah satu ujung dahan sedangkan anaknya memikul ujung yang lainnya.
Ketika mereka belum sampai berjalan beberapa langkah, ternyata di belakang mereka terdapat sekolompok orang tertawa karena melihat pemandangan yang tiada duanya ini yaitu ketika seseorang menggiring Juha, anaknya, dan keledainya ke tempat orang-orang gila (rumah sakit jiwa).
Ketika Juha sampai di rumah sakit jiwa, maka dia harus menjelaskan kepada anaknya inti dari 'uji coba' yang telah sampai pada puncaknya ini. Lalu dia menoleh kepada anaknya seraya berkata, "Wahai anakku! inilah akibat dari mendengar omongan orang dan melakukan sesuatu hanya untuk mencari ridha semua orang."
Hal ini menjadi pelajaran yang dipetik oleh anak Juha dan menjadi sejarah buat kita.
(Diambil dari Kitab Mi`atu Qishshah wa Qishshah fi Anis al-Shalihin wa Samiri al-Muttaqin, Muhammad Amin al-Jundi)
0 komentar:
Posting Komentar