BIOGRAFI
Nama lengkap ilmuwan Islam ini adalah Abu Hasan Ali bin Habib Al-Mawardi Al-Bashri, yang hidup antara tahun 364 H atau 975 M dan 450 H atau 1059 M. Beliau adalah seorang pemikir Islam yang terkenal, tokoh terkemuka mazhab Syafi’i, dan pejabat tinggi yang besar pengaruhnya dalam pemerintahan Abbasiyah. Setelah berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain sebagai Hakim, akhirnya beliau kembali dan menetap di Baghdad, dan mendapat kedudukan yang terhormat pada pemerintahan Khalifah Qadir.
Imam Mawardi termasuk penulis yang produktif. Cukup banyak karya tulisnya dalam berbagai cabang ilmu, dari ilmu bahasa sampai sastra, tafsir, dan ketatanegaraan. Salah satu bukunya yang paling terkenal, termasuk indonesia, adalah Adab Al-Duniya Wa Al-Din (Tata Krama Kehidupan Duniawi dan Agamawi). Selain itu ada empat karya tulis dalam bidang politik, dua diantaranya telah dicetak:
- 1. Al-Ahkam Al-Sulthaniyah (Peraturan-Peraturan Kerajaan/Pemerintahan).
- 2. Qawanin Al-Wuzarah, Siyasah Al-Malik (Ketentuan-Ketentuan Kewaziran, Politik Raja).
Dari dua buku itu yang pertamalah yang paling terkenal. Sudah berkali-kali dicetak di Mesir dan telah disalin kedalam banyak bahasa. Buku ini sedemikian lengkap dan dapat dikatakan sebagai “Konstitusi Umum” untuk negara, berisikan pokok-pokok kenegaraan seperti tentang jabatan Khalifah dan syarat-syarat bagi mereka yang dapat diangkat sebagai pemimpin atau kepala negara dan para pembantunya, baik di pemerintah pusat maupun di daerah, dan tentang perangkat-perangkat pemerintah yang lain.
ASAL MULA TUMBUHNYA NEGARA
Imam Mawardi berpendapat sama dengan Plato, Aristoteles, dan Ibnu Abi Rabi’, bahwa manusia adalah makhluk sosial, tetapi beliau memasukkan unsur agama dalam teorinya, menurut beliau adalah Allah yang menciptakan kita supaya tidak sanggup memenuhi kebutuhan kita sendiri, tanpa bantuan orang lain, agar selalu sadar bahwa Dialah pencipta kita dan pemberi rizki, dan bahwa kita membutuhkan Dia serta memerlukan pertolongan-Nya. Bahkan Imam Mawardi berpendapat, manusia adalah makhluk yang paling memerlukan bantuan pihak lain dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain, oleh karena banyak binatang misalnya yang sanggup hidup sendiri, sedangkan manusia selalu memerlukan manuisa lain, dan ketergantungannya satu sama lain merupakan sesuatu yang tetap dan langgeng.
Kelemahan manusia yang tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi semua kebutuhannya sendiri, dan terdapatnya keanekaragaman dan perbedaan bakat, pembawaan, kecenderungan alami serta kemampuan, semua itu mendorong manusia untuk bersatu dan saling membantu, dan akhirnya sepakat untuk mendirikan negara. Dengan kata lain sebab lahirnya negara adalah hajat umat manusia untuk mencukupi kebutuhan mereka bersama, dan otak mereka yang mengajari tentang cara bagaimana saling membantu dan tentang bagaimana mengadakan ikatan satu sama lain. Menurut Imam Mawardi ada enam sendi utama dari segi politik negara:
1. Agama yang dihayati. Agama diperlukan sebagai pengendali hawa nafsu dan pengawas melekat atas hati nurani manusia, karenanya merupakan sendi yang terkuat bagi kesejahteraan dan ketenangan negara.
2. Penguasa yang berwibawa. Dengan wibawanya dia dapat mempersatukan aspirasi-aspirasi yang berbeda, dan membina negara untuk mencapai sasaran-sasarannya yang luhur, menjaga agar agama dihayati, melindungi jiwa, kekayaan dan kehormatan warga negara, serta menjamin mata pencaharian mereka. Penguasa itu adalah imam atau Khalifah.
3. Keadilan yang menyeluruh. Dengan menyeluruhnya keadilan akan tercipta keakraban antara sesama warga negara, menimbulkan rasa hormat dan ketaatan kepada pemimpin, menyemarakkan kehidupan rakyat dan membangun minat rakyat untuk berkatya dan berprestasi. Dengan demikian jumlah penduduk akan berkembang, dan kedudukan penguasa tetap kokoh.
4. Keamanan yang merata. Dengan keamanan yang merata, rakyat dapat menikmati ketenangan batin,dan dengan tidak adanya rasa takut akan berkembang Inisiatif dan kegiatan serta daya kreasi rakyat. Meratanya keamanan adalah akibat dari menyeluruhnya keadilan.
5. Kesuburan tanah yang berkesinambungan. Hal ini dapat membuat kebutuhan rakyat akan bahan makanan dan kebutuhan materi yang lain dapat terpenuhi dan dengan demikian dapat dihindarkan perebutan dengan segala akibat buruknya.
SISTEM PEMERINTAHAN
Beliau mendasarkan teori politiknya atas kenyataan yang ada dan kemudian secara realistik menawarkan saran-saran perbaikan atau reformasi, misalnya dengan memertahankan status quo. Beliau menekankan bahwa Khalifah harus tetap berbangsa Arab dari Suku Quraisy, bahwa Wazir Tafwidh atau pembantu utama khalifah dalam penyusunan kebijaksanaan harus berbangsa Arab, dan bahwa perlu ditegaskan persyaratan bagi pengisisan jabatan Kepala Negara serta jabatan pembantu-pembantunya yang penting.
IMAMAH (Kepemimpinan)
Yang dimaksudkan oleh Imam Mawardi disini adalah Khalifah, Raja, Sultan, atau Kepala Negara. Dengan demikian Imam Mawardi memberikan juga baju agama kepada jabatan Kepala Negara disamping baju Politik. Menurut beliau, Allah mengangkat seorang pemimpin untuk ummatnya sebagai pengganti (Khalifah) Nabi, untuk mengamankan agama, dengan disertai mandat politik. Dengan demikian Seorang imam disamping menjadi pemimpin politik juga berperan sebagai pemimpin Agama.
KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Imam Mawardi berpendapat seorang pemimpin tidaklah hanya cerdas dalam mengatur perpolitikan tetapi seorang pemimpin juga harus mampu mengamankan agama dan membimbing ummatnya agar mendapatkan kesejahteraan yang seimbang antara rohani dan kebutuhan yang bersifat materi. Serta suatu pemerintahan, haruslah menciptakan saran-saran agar terciptanya perbaikan dan pembangunan Negara sehingga Negara tersebut dapat menjadi kuat.
Oleh: Fikri Noor Al Mubarak (PUTM)
0 komentar:
Posting Komentar