Jumat, 27 April 2012

Semua Bumi Masjid Allah

(AHMAD - 11358) : Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Abdul Malik berkata; telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Salamah dari Muhammad bin Ishaq dari 'Amru bin Yahya bin Umarah dari Bapaknya dari Abu Sa'id ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Semua tempat di bumi ini adalah masjid dan tempat bersuci, kecuali kuburan dan kamar mandi."

 Kedudukan Hadis
Hadis di atas diterangkan dalam Kitab Musnad Imam Ahmad, Juz XXIII, halaman 403, nomor hadis 11358; dan dalam Kitab al-Musnad al-Jami', Juz XIII, halaman 335, nomor hadis 4211.

Kunci Kalimat (Miftāhul Kalām)
﴿ كُلُّ اْلأَرْضِ مَسْجِدٌ ﴾
“Semua bumi adalah masjid”.

Masjid secara bahasa (lughawi) adalah tempat bersujud. Di adopsi dari kata sajada. Dalam istilah ilmu alat (sharaf) kata “masjid” merupakan dharaf makan. Yang artinya tempat untuk sujud. Secara teknis sujud ada lima bagian dari anggota badan yang menyentuh ke bumi. Yaitu: kening, hidung, kedua telapak tangan, kedua dengkul, dan kedua kaki bagian ujung jari. Dari kelima anggota tubuh itu haruslah menyentuh bumi, agar sujud menjadi sempurna.


Secara istilah masjid, adalah sebuah bangunan yang didirikan sebagai sarana untuk beribadah kepada Allah swt, terutama digunakan untuk shalat jum’at, jika tidak dipakai untuk shalat jum’at belum bisa dinamakan masjid; dan biasanya diiringi dengan kata jami’, sehingga menjadi masjid jami’. Lalu, masjid didefinisikan, sebuah bangunan yang diwaqafkan untuk dijadikan ibadah shalat jum’at, karena masjid adalah milik jamaah (umum) bukan milik pribadi atau kelompok tertentu.


Dalam sejarah, masjid adalah sebuah tempat yang dibangun Rasulullah saw sebagai sarana penunjang dakwahnya. Pada saat itu masjid sebagai pusat atau sentral dalam segala aspek dan fungsi kehidupan masyarakat di sekitarnya.


Pertama. Masjid berfungsi religi. Yaitu, tempat orang bersujud, mendekatkan diri, dan penghambaan kepada Allah swt. Dalam hadis Nabi saw telah diterangkan, bahwa di antara sekian ibadah manusia kepada Rabb-nya. Sujud adalah merupakan momentum yang paling dekat dalam hubungan antara seorang hamba dengan Rabb-nya. Dalam sujud inilah seorang hamba biasanya mengadukan persoalan dan pelik kehidupan kepada Rabb-nya. Juga dalam sujud ini pula, seorang biasanya meminta dan memohon ampunan-Nya.


Kedua. Masjid berfungsi tarbawi. Yakni, sebagai pusat pengajaran agama dan pengetahuan umum. Para sahabat, isteri-isteri dan anak-anak berkumpul dan mengajukan pertanyaan kepada Nabi saw sekaligus mendengarkan jawaban, keputusan dan pengarahan beliau saw.


Ketiga. Masjid berfungsi sosial. Yaitu, sebagai pusat studi atas segala yang terjadi dalam masyarakat. Pada jaman Nabi jika salah satu dari jamaahnya ada yang tidak hadir di sebabkan sakit. Maka, jama’ah yang lain akan cepat segera menggetahui. Karena Nabi saw sesudah shalat selalu mengoreksi para sahabatnya. Dari masjid inilah semua yang tidak mampu dalam hal ekonomi terdata dan dibantu secara masimal. Sehingga tidak heran pada waktu itu banyak bermunculan orang-orang dermawan, seperti: sahabat Abu Bakar r.hu dan sahabat Usman bin Affan r.hu yang memberikan seluruh hartanya untuk fakir-miskin.


Yang patut direnungkan, apakah masjid-masjid sekarang ini masih berfungsi seperti masa Rasulullah saw dulu? Masihkah dijadikan sebagai syi’ar Islam dan pengajaran doktrin-doktrin agama, dan menyebarkan kasih-sayang di antara sesama? Sungguh sangat ironis jika masjid kita tidak berfungsi sebagaimana yang telah diteladankan Nabi saw.

Pemahaman Hadis
1. Masjidun. Artinya, tempat sujud.
Kata masjidun diambil dari fi’il madhi sajada. Artinya sujud. Semua bumi ini adalah masjid (tempat sujud), kecuali maqbarah dan kamar mandi.
Jika dibuat untuk i’tikaf (tinggal atau menetap di dalam masjid dengan niat beribadah untuk mendekatkan diri kepada Allah swt) harus di dalam masjid yang digunakan untuk shalat jum’at.
Menurut mazhab hanafi, i’tikaf adalah sekejab tanpa batas waktu tertentu, sekadar berdiam diri dengan niat.


Menurut mazhab syafi’i, sesaat, sejenak berdiam diri.
Menurut mazhab hambali, satu jam saja.

2. Thahūrun. Artinya, suci.
Dalam pelaksanaan beribadah kepada Allah swt, khususnya mengerjakan shalat, harus memperhatikan dengan seksama area atau tempat yang akan dijadikan untuk sujud, atau beribadah baik badan, pakaian, dan tempat yang akan ditempati untuk melaksanakan shalat.
Yang dimaksud najis, adalah kotoran tertentu yang mana jenisnya menghalangi shalat, seperti; bangkai, darah, arak, kencing, dan tahi. Nabi saw bersabda,

“Bersihkanlah kencing oleh kalian semua, karena kebanyakan siksa kubur karenanya.”

3. al-Maqbarah. Artinya, kuburan.
Syaikh Ibnu Taimiah r.hu berkata, “Para imam sepakat bahwa masjid tidak boleh dibangun di atas kuburan dan sesungguhnya tidak boleh menguburkan mayit di dalam masjid.” Nabi saw bersabda,

“Ketahuilah bahwa jangan kalian semua menjadikan kuburan sebagai masjid-masjid.” (Hr.Muslim).

Larangan shalat di kuburan bukan karena adanya najis. Tetapi dikhawatirkan akan menganggungkan dan menjadikan sebagai berhala yang disembah.
Larangan juga untuk shalat di kamar mandi. Karena kamar mandi, tempat buka aurat dan tempat setan.
Syaikh Taqiuddin r.hu berkata, “Dilarang shalat di kandang. Karena kandang adalah tempat setan. Sebagaimana dilarang melaksanakan shalat di dalam kamar mandi. Sebab kamar mandi tempat setan. Sesungguhnya tempat berpangkalnya ruh-ruh jahat lebih utama untuk dijahui, dan tidak mengerjakan shalat di dalamnya.”

Perubahan Perilaku (Behavior Transformation)
1. Segera bersiap menghadiri shalat berjama’ah sesaat sebelum adzan dikumandangkan.
2. Gunakan kemudahan ini dengan baik dan benar, sekalipun juga memakmurkan masjid dengan shalat rawatib berjama’ah; utamanya jama’ah shalat isya dan subuh.
3. Jangan mengavling masjid karena adanya kepentingan: politik, golongan, ormas, eksklusivisme, primordialisme, dan mendukung penguasa tertentu.
4. Rapatkan shaff sosial umat Islam dengan menjadikan masjid, sebagai pusat pemberdayaan dan pengembangan jejaring umat.
5. Ikat hati Anda dengan eksistensi masjid milik Allah ta’ala.
6. Tradisikan shalat tahiatal masjid setiap kali memasuki masjid jami’.

Oase Pencerahan
Dalam dunia Islam masjid merupakan media pemberdayaan yang paling ampuh. Sehingga umat manusia mampu berkembang dengan segenap kemandiran dan jaringan sosial yang mapan.
Seperti diketahui, bahwa keberhasilan dakwa Islam di jaman Nabi saw. Karena beliau saw menggunakan Prinsip Trianggulasi Pemberdayaan. Yakni: Pemberdayaan Laut; Pemberdayaan Pasar; dan Pemberdayaan Masjid. Maka, secepat kilat dakwah Islam terus merembes ke daratan yang lain dari bagian dunia ini. Mulai dari Maroko sampai Merauke.
Umat Islam harus terus disadarkan, jika eksistensi masjid adalah tempat untuk melakukan pengembangan, pemberdayaan, dan jejaring sosial umat di mana pun serta kapan pun. Itulah sebabnya, umat Islam dalam pengembangan dakwah menggunakan jalur laut. Lalu, menciptakan pasar yang berpusat di sekitar pelabuhan-pelabuhan. Dari sinilah, orang diajak untuk masuk masjid guna mendapatakan pencerahan dalam rangka meleburkan diri dalam pusaran: Penghambaan; Kepatuhan; dan Menebarkan kasih-sayang.


Masjid tidak boleh dikavling atas nama kelompok dan golongan tertentu. Setiap masjid adalah masjid milik Allah. Dia adalah rumah Allah. Selagi masjid masih dikuasai oleh kelompok tertentu, atau golongan tertentu, atau etnik tertentu, atau keluarga tertentu; maka masjid tersebut belum dapat dikatakan masjid jami’. Yakni, masjid milik umat Islam. Yang berarti pula masjid milik Allah.
Ironis untuk konteks Indonesia, mayoritas penduduk memeluk agama Islam. Masjid dibangun di mana-mana jumlahnya sangat fantastis 700 ribuan lebih. Tapi, eksistensinya belum mampu mendorong terjadinya Perubahan Perilaku umat Islam Indonesia. Aneh tapi nyata, dari jumlah umat Islam yang banyak tersebut, mayoritas mereka masih tidak mendirikan shalat dan mayoritas mereka tidak jama’ah masjid.


Tugas kita semua untuk mendorong terjadinya “hijrah” dari rumah menuju masjid. Artinya, gemar menjadi “manusia masjid”. Di mana masjid dijadikan rumah pertama di kehidupan seorang muslim-mukmin. Apabila kenyataan tersebut belum terjadi, masih jauh Indonesia dari kemakmuran hidup.
Harus dicamkan, tradisi membangun masjid, apalagi sampai minta-minta dijalan, sudah saat harus diakhiri. Pada hakekatnya semua bumi adalah masjid, shalat di mana pun, seorang muslim-mukmin dapat didirikan, kecuali di kamar mandi dan pekuburan. Tidak perlu repot-repot. Juga, tidak perlu malu-malu untuk menunaikan shalat. Jika waktu shalat sudah masuk, silahkan dirikan di mana pun Anda berada. Di kantor. Di mall-mall. Di kampus-kampus. Di sekolah-sekolah. Di taman-taman. Atau di mana pun, asal memang terjaga dan Anda mengetahui dengan jelas, nyata-nyata terbebas dari najis. Maka, segera dirikan shalat jika waktu istiwa` shalat telah datang. Ini wujud kemudahan dan sekaligus rahmat bagi umat Rasulullah saw, bahwa untuk menyembah dan melakukan kepatuhan kepada Allah azza wa jalla dapat dilakukan di mana pun serta kapan pun juga dalam keadaan yang bagaimana pun. Sungguh indah ajaran Islam. Sungguh sederhana dan sangat aplikatif ajaran Islam. Hanya orang yang tidak berakal yang menolak ajaran Islam; wa-llahu a’alam

0 komentar: