This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Selasa, 17 Juli 2012

Rumah Tangga Tanpa Problema

Ini adalah resensi buku Rumah Tangga Tanpa Problema.


Judul : Rumah Tangga Tanpa Problema
Pengarang : Mazin bin Abdul Karim Al Farih
Alih Bahasa : Ummu Ishaq Zulfa Bintu Husein
Penerbit : Pustaka Al Haura' Yogyakarta
Halaman : 104


Ini satu buku kecil yang ringkas yang berisi wasiat buat para istri dan juga peringatan buat para suami dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Sehingga para suami dan istri sadar dengan posisinya masing masing dalam rumah tangga dalam rangka membentuk rumah tangga bahagia tanpa problema, kecuali masalah masalah biasa yang merupakan tabiat manusia. Berikut ringkasan salah satu bab yang perlu diketahui oleh para suami.


[KESALAHAN YANG MENIMPA SEBAGIAN SUAMI]
-------------------------------------------------------

[Pertama]
Tidak memberikan ta'lim (pengajaran) agama dan hukum hukum syari'at kepada istri. Banyak jalan dan cara untuk mengajarkan perkara agama kepada istri, diantaranya:

1. Engkau menghadiahkan untuknya sebuah buku tentang Islam dan hukum hukumnya dan engkau mendiskusikan isi buku tersebut bersamanya.

2. Engkau menghadiahkan untuknya sebuah kaset dan engkau minta dia untuk meringkaskan untukmu materi yang dibawakan oleh penceramah.

3. Engkau membawanya untuk menghadiri pelajaran pelajaran dan ceramah ceramah yang disampaikan oleh para syaikh dan para penuntut ilmu di masjid masjid.

4. Engkau mempelajari sebuah kitab bersamanya, seperti kitab "Riyadhush Shalihin" atau Kitabut Tauhid.

5. Setiap Jum'at engkau sampaikan padanya materi khutbah Jum'at dan engkau diskusikan dengannya.

6. Engkau menghubungkannya dengan teman yang shalihah dan engkau membantunya untuk menghadiri majlis majlis dzikir bersama mereka.

7. Jika memungkinkan, engkau membawanya ke pusat pusat perkumpulan wanita yang ditangani kepengurusannya oleh para wanita shalihah.

8. Engkau membuat sebuah perpustakaan di dalam rumahmu dan membuat sekumpulan buku buku islami dan engkau mendorongnya untuk menelaah/mempelajari dan membacanya.

9. Engkau mengkhususkan hadiah bulanan untuknya jika ia dapat menghapal beberapa surat atau ayat ayat Al Qur'an.

10. Engkau mendorongnya untuk mendengarkan siaran pembacaan Al Qur'an.

[Kedua]
Mencari cari kesalahan dan menyelidiki aib isterinya.

[Ketiga]
Berbuat dhalim terhadap istri dengan memberikan hukuman yang tidak sesuai dengan kesalahan yang diperbuatnya, diantara bentuknya:

a. Menggunakan pukulan sebagai langkah awal pemberian hukuman.

"Wanita wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan tinggalkanlah mereka di tempat tidur dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaati kalian, maka janganlah kalian mencari cari jalan untukmenyusahkannya." (An Nisaa' : 34).

Dengan demikian, bila istri berbuat nusyuz maka yang pertama kali dilakukan adalah menasehatinya. Bila tidak berubah, maka ditinggalkan di tempat tidurnya. Dan terakhir bila tetap pada kesalahannya, dipukul dengan pukulan yang tidak membuat cacat.

b. Termasuk kedhaliman dalam dasar pemberian hukuman adalah mengeluarkan istri dari rumahnya tanpa diperkenankan oleh syari'at, sedangkan Allah 'Azzawa Jalla berfirman,

"Janganlah kalian mengeluarkan mereka (para istri) dari rumah rumah mereka dan janganlah mereka diizinkan keluar kecuali bila mereka melakukanperbuatan keji yang terang terangan. Itulah hukum hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat dhalim terhadap dirinya sendiri." (Ath Thalaq : 1).

c. Demikian pula memukul istri pada wajah, mencerca dan menjelekkan istri. Pernah datang seorang pria kepada Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam,lalu ia bertanya:

"Apa hak seorang istri terhadap suaminya?"Rasulullah bersabda :"Suami memberi makan istrinya jika ia makan, memberinya pakaian jika ia berpakaian, tidak memukul pada wajah, tidak menjelekkannya, dan tidak meninggalkannya (memboikot) kecuali di dalam rumah."

[Keempat]
Mengurangi nafkah.

"Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma'ruf". (Al Baqarah : 223)

[Kelima]
Bersikap keras, kaku dan tidak lembut terhadap istri

"Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang palng baik diantara mereka akhlaknya dan sebaik baik kalian adalah yang paling baik terhadap istri istrinya." (Silsilah Hadits Shahih no. 284).

[Keenam]
Suami menganggap rendah dan enggan membantu istrinya

[Ketujuh]
Menyebarkan rahasia istri dan keaibannya
"Sejelek jelek kedudukan manusia di sisi Allah pada hari kiamat adalah suami yang bergaul (bercampur) dengan istrinya dan istri bercampur dengannya, kemudian ia menyebarkan rahasia istri." (HR. Muslim).

[Kedelapan]
Tergesa gesa dan mudah dalam menjatuhkan talak terhadap istrinya

[Kesembilan]
Poligami tanpa memperhatikan ketentuan ketentuan syariat

[Kesepuluh]
Lemahnya rasa cemburu


[PERSONAL VIEW]
ni satu buku yang perlu sekali dibaca oleh mereka yang akan menikah danjuga bagi mereka yang sudah menikah. Sehingga masing masingnya bisa berperan baik pada posnya tersendiri, yaitu sebagai suami yang baik dan juga sebagai istri yang baik. Menarik untuk kita lihat fenomena keluarga di zaman ini, bahwa kebanyakan para suami tidak memberikan pengajaran agama yang baikkepada keluarganya. Meskipun mereka bukanlah seorang ustadz, mereka tetap bisa mengajak keluarganya kepada kajian kajian Islam yang ilmiyah. Yang sederhana bisa juga dengan merutinkan membacakan satu atau dua hadits kepada istri dan anak anaknya selepas subuh atau maghrib. Yang dengan ini keluarga keluarga muslim insya Allah menjadi keluarga yang kokoh agar terbentuk ummat yang kokoh. Tidak seperti keluarga keluarga kafir yang hancur berantakan karena jauh dari cahaya Islam.


.. N o t e ..
Saya ucapakan terima kasih buat seorang yang telah sudi meminjamkan buku ini kepada saya. Semoga Allah Yang Bersemayam Di Atas Arsy memberi balasan yang lebih baik buatnya. Amiin..




Chandraleka

Sabtu, 07 Juli 2012

Hukum Wanita Bekerja Dan Berdagang


Apakah islam melarang wanita bekerja dan berdagang?
Islam tidak melarang seorang wanita bekerja ataupun berdagang  bahkan sebaliknya Allah Azza wa Jalla memerintahkan para hambaNya untuk beramal dan bekerja.
Allah Ta'ala berfirman,
وَقُلِ اعْمَلُواْ فَسَيَرَى اللّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ
"Dan katakanlah, 'Bekerjalah kamu maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin.'"(QS. At-Taubah: 105)

Dan juga firmanNya,
لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
"Untuk menguji kalian siapakah diantara kalian yang paling baik amalnya." (QS. Al Mulk: 2)
Ayat ini bersifat umum mencakup laki-laki dan perempuan. Allah Ta'ala membolehkan perdagangan juga untuk semua. Karena setiap manusia diperintahkan untuk berusaha, menempuh sebab serta beramal baik dia laki-laki ataupun perempuan.

Allah Ta'ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ
"Wahai orang-orang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan bathil. Kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka diantara kamu." (QS. An Nisa: 29)


Ayat ini juga bersifat umum ditujukan untuk laki-laki dan perempuan.
Allah Ta'ala berfirman,
وَاسْتَشْهِدُواْ شَهِيدَيْنِ من رِّجَالِكُمْ فَإِن لَّمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّن تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاء أَن تَضِلَّ إْحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الأُخْرَى وَلاَ يَأْبَ الشُّهَدَاء إِذَا مَا دُعُواْ وَلاَ تَسْأَمُوْاْ أَن تَكْتُبُوْهُ صَغِيرًا أَو كَبِيرًا إِلَى أَجَلِهِ ذَلِكُمْ أَقْسَطُ عِندَ اللّهِ وَأَقْومُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَى أَلاَّ تَرْتَابُواْ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلاَّ تَكْتُبُوهَا
"Dan persaksikanlahlah dengan dua orang saksi laki-laki diantara kamu. Jika tidak ada (saksi) dua orang laki-laki maka boleh satu orang laki-laki dan dua orang perempuan diantara orang-orang yang kamu sukai dari para saksi yang ada, agar jika seorang lupa maka yang seorang lagi mengingatkannya. Dan janganlah saksi-saksi itu menolak apabila dipanggil. Dan janganlah kamu bosan menuliskannya  untuk batas waktunya baik (utang itu) kecil atau besar. Yang demikian itu lebih adil disisi Allah, lebih dapat menguatkan kesaksian dan lebih mendekatkan kamu kepada ketidakraguan, kecuali jika hal itu merupakan perdagangan tunai yang kamu jalankan diantara kamu. Maka tidak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak menuliskannya." (QS. Al Baqarah: 282)

Ayat ini ditujukan untuk laki-laki dan perempuan. Allah Ta'ala memerintahkan untuk mencatat ketika transaksi utang piutang. Allah juga memerintahkan agar menghadirkan saksi saat transaksi tersebut. Kemudian Allah menjelaskan bahwa semua (peraturan) terkait dengan utang piutang. Intinya, perintah mencatat dan menghadirkan saksi itu berlaku umum (bagi laki-laki dan perempuan).

Kemudian Allah Ta'ala melanjutkan firmanNya,
إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلاَّ تَكْتُبُوهَا
"Kecuali jika hal itu merupakan perdagangan tunai yang kamu jalankan diantara kamu. Maka tidak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak menuliskannya." (QS. Al Baqarah: 282)
Sementara isyhad (mempersaksikan), bentuknya adalah menghadirkan saksi. Karena itu Allah berfirman di ayat selanjutnya,
وَأَشْهِدُوْاْ إِذَا تَبَايَعْتُمْ
"Ambillah saksi jika kamu berjual beli." (QS. Al Baqarah: 282)

Ayat-ayat diatas berlaku secara umum baik untuk laki-laki dan perempuan. (Perintah) mencatat utang piutang ditujukan untuk laki-laki dan perempuan. Berdagang (jual-beli) dan menjadi saksi berlaku untuk lelaki dan perempuan. Mereka (laki-laki dan perempuan) boleh mengambil saksi untuk perdagangan serta pencatatan mereka. Hanya saja, jual beli secara tunai boleh tidak dicatat. Karena telah dibayar dengan tunai sehingga tidak menyisakan urusan. Semua peraturan ini berlaku bagi laki-laki dan perempuan. Demikian juga yang terdapat dalam dalil lainnya, semuanya berlaku bagi laki-laki dan perempuan, seperti hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dimana beliau bersabda,
البيعان بالخيار ما لم يتفرقا، فإن صدقا وبينا بورك لهما في بيعهما وإن كتما وكذبا مُحِقت بركة بيعهما
Juga firman Allah Ta'ala,
وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
"Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dabn mengharamkan riba." (QS. Al-Baqarah: 275)
semuanya berlaku umum (bagi laki-laki dan perempuan).

Akan tetapi yang wajib diperhatikan ketika bekerja ataupun berdagang adalah hendaknya interaksi diantara mereka harus dalam bentuk interaksi yang jauh dan terbebas dari semua penyebab masalah dan yang menimbulkan perbuatan munkar. Wanita bekerja (ditempat) yang tidak ada campur baur dengan laki-laki serta tidak memicu timbulnya fitnah. Demikian pula tatkala wanita berdagang, dalam keadaan yang bersih dari fitnah. Dengan tetap memperhatikan hijabnya, menutupi aurat, serta menjauhi sebab terjadinya fitnah.

Demikianlah yang sepatutnya diperhatikan dalam jual beli dan semua kegiatan wanita.  Karena Allah berfirman,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
"Dan hendaklah kamu tetap berada dirumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliyah dahulu." (QS. Al-Ahzab: 33)
وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِن وَرَاء حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ
"Apabila kamu meminta sesuatu keperluan kepada mereka (istri-istri Nabi) maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka." (QS. Al-Ahzab: 53)
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاء الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ
"Wahai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin,'Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.'" (QS. Al-Ahzab: 59)

Karena itu, jual beli para wanita hanya dilakukan diantara para wanita, sementara jual beli para laki-laki di tempat tersendiri, hukumnya dibolehkan. Demikian pula untuk semua pekerjaan wanita. Seorang wanita menjadi dokter untuk pasien wanita, perawat wanita untuk pasien wanita, guru wanita mengajar wanita maka ini tidak masalah. Dokter laki-laki menangani pasien laki-laki, dan guru laki-laki mengajar laki-laki.

Adapun dokter wanita menangani pasien laki-laki atau dokter laki-laki menangani pasien wanita atau perawat wanita untuk laki-laki dan perawat laki-laki untuk pasien perempuan maka inilah yang dilarang syariat, karena mengandung fitnah dan kerusakan.

Oleh karena itu, disamping adanya toleransi untuk bekerja dan berdagang bagi lelaki dan wanita, semua harus dilakukan dalam keadaan terbebas dari segala yang membahayakan agama dan kehormatan para wanita, serta tidak membahayakan bagi lelaki. Namun pekerjaan para wanita dilakukan dalam kondisi tidak memicu segala yang membahayakan agamanya, kehormatannya, dan tidak menimbulkan kerusakan dan godaan bagi lelaki. Demikian pula pekerjaan para lelaki yang terjadi diantara mereka, tidak boleh ada kehadiran wanita, yang bisa memicu godaan dan kerusakan.
Yang ini memiliki area pekerjaan sendiri, yang itu juga memiliki area pekerjan sendiri, dengan meniti jalur selamat, yang tidak membahayakan kelompok pertama maupun kelompok kedua, serta tidak membahayakan masyarakat itu sendiri.

Akan tetapi menjadi pengecualian dari hal diatas bila dalam keadaan darurat. Jika keadaan mendesak dimana seorang lelaki harus bekerja menangani wanita, seperti melayani pasien wanita ketika tidak ada dokter laki-laki atau wanita melakukan pekerjaan laki-laki ketika tidak ada dokter lelaki yang menangani pasien lelaki, sementara wanita ini tahu penyakitnya dan bisa menanganinya, dengan tetap menjaga diri, menjauhi segala yang memicu godaan, dan menghindari khalwat (berdua-duaan), serta larangan semacamnya.

Karena itu, jika ada pekerjaan wanita yang dilakukan bersama lelaki atau sebaliknya karena kebutuhan yang mendesak atau darurat, dengan tetap menjaga sebab-sebab yng menimbulkan fitnah baik khalwat atau terbukanya (aurat) maka keadaan seperti ini dikecualikan (baca: diperbolehkan).
Tidaklah mengapa seorang wanita menolong laki-laki yang memerlukan bantuan. Begitu juga laki-laki menolong wanita yang perlu ditangani, dengan catatan tidak membahayakan keduanya. Seperti dokter wanita mengobati pasien laki-laki disaat tidak ada dokter laki-laki, sementara si wanita tahu penyakitnya, dengan tetap menjaga diri dari fitnah dan khalwat. Demikian juga, yang dilakukan dokter laki-laki pada pasien wanita karena tidak dijumpai dokter wanita yang mengobatinya maka keadaan ini termasuk keadaan yang mendesak.

Demikian pula kegiatan di pasar, wanita melakukan jual beli yang mereka butuhkan, dengan tetap menutup aurat dengan benar dari pandangan laki-laki. Demikian juga tatkala wanita shalat berjama'ah dimasjid hendaknya tetap menjaga diri, menutup aurat, berada di belakang shaf laki-laki. Serta kegiatan serupa yang dilakukan wanita, yang tidak menimbulkan fitnah dan bahaya bagi kedua pihak (laki-laki dan perempuan).

Demikianlah yang dilakukan oleh Nabi shallallahu'alaihi wasallam. Terkadang beliau  berbicara dengan wanita, para wanita berkumpul untuk mendengar kajian beliau lalu beliaupun memberi nasehat. Inilah yang boleh dilakukan laki-laki kepada wanita.

Ketika shalat Ied, seusai berkhutbah di hadapan lelaki beliau mendatangi jamaah wanita, mengingatkan mereka, menasehati mereka untuk beramal kebaikan.

Demikian juga  di beberapa kesempatan, para wanita berkumpul dan beliau memberi peringatan, mengajari mereka (perkara agama) serta menjawab pertanyaan mereka. Semua aturan di atas termasuk dalam kasus ini.

Demikian pula generasi sepeninggal beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seorang laki-laki memberi peringatan kepada kaum wanita, menasehati mereka, mengajari mereka ketika berkumpul (disuatu tempat) dan dengan cara yang terpuji, menjaga hijab dan menjauhi sebab-sebab timbulnya fitnah.
Jika semua itu dibutuhkan, seorang laki-laki boleh melakukan hal penting yang mereka butuhkan (mengajar, memberi peringatan dan nasehat) (para wanita), dengan menjaga hijab, menutup (aurat) dan menjauhi semua bentuk fitnah bagi keduanya.
***

muslimah.or.id
Sumber: http://www.binbaz.org.sa/mat/4110
Diterjemahkan oleh: Tim Penerjmah Muslimah

Kiat Mudah Meraih Jannnah

KEBERADAAN wanita di dunia adalah sebagai hamba Allah, tidak berbeda dengan keberadaan kaum pria. Bagi wanita maupun pria, bila mereka beriman kepada Allah maka balasannya jannah (surga) dan jika mereka kafir maka balasannya adalah adzab yang sangat pedih.

Allah berfirman: "Barangsiapa mengerjakan amal shalih, balk laki-laki maupun perempuan dalam kedaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang balk dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih balk dari apa yang telah mereka kerjakan" (QS. An-Nahl : 97).

Mendapatkan jannah dan menjadi penghuninya merupakan cita-cita dan orientasi hidup seorang Muslim. Karena tidak ada kesudahan yang lebih baik di akhirat nanti kecuali jannah. Tempat yang keindahannya tidak pernah terjangkau oleh akal manusia. Keindahan jannah digambarkan dengan "Laa ainun ra'at, walaa udzunun sami'at, walaa khathara 'alaa qalbi basyar". Tidak pernah terlihat oleh mata, tidak pernah terdengar oleh telinga, dan tidak pernah terlintas di hati. Subhanallah.

Kabar Gembira bagi Muslimah
Bagi kaum Muslimah, Rasulullah  telah menyampaikan sebuah kabar gembira. Dari Abu Hurairah berkata : Rasulullah bersabda : " Apabila seorang wanita melakukan shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya, dan mentaati suaminya, maka akan dikatakan
kepadanya, " Masuklah ke dalam surga lewat pintu surga yang mana saja engkau kehendaki" (Had its shahih, diriwayatkan oleh Ahmad 1/191, Abu Nu'aim 6/308 dalam Al-Hilyah dari hadits Ibnu Auf, Ibnu Hibban 4151, dari hadits Abu Hurairah dan AthThabrani dalam Al-Majma' serta Al-Bazzar).

Dalam hadits tersebut Rasulullah  menjelaskan sebab-sebab yang bisa mengantarkan mereka meraih Jannah Allah. Sebab-sebab tersebut sebagaimana dijelaskan berikut:

Pertama, shalatnya seorang Muslimah setiap lima waktu.

Ash-shalatu    'imaaduddien.   Shalat adalah tiang dien (agama). Barangsiapa menegakkannya maka dia telah menegakkan dien dan barangsiapa yang menegakkannya maka dia telah meruntuhkan dien. Allah telah memperingatkan kita dalam firmanNya : "Maka datanglah sesudah mereka pengganti (yang buruk) yang menyianyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya maka kelak mereka akan menemui kesesatan." (QS. Al-Maryam : 59).

Ibnu Abbas berkata : "Menyia-nyiakan shalat bukan berarti meninggalkannya sama sekali, akan tetapi mengakhirkan dari waktunya." Dengan demikian, tidaklah pantas seorang Muslimah lalai terhadap shalatnya karena sibuk atau alasan yang tidak syar'i. "Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah, barangsiapa yang berbuat demikian maka ia termasuk orang-orang yang merugi." (QS. Al-Muriafiqin : 9)

Para mufasslrin berkata bahwa yang dimaksud dengan mengingat Allah dalam ayat ini adalah shalat lima waktu. Oleh karena itu, hendaknya kita menjaga shalat pada waktunya, melaksanakan shalat dengan khusyu' dan memenuhi adab-adabnya serta sunnah-sunnahnya sehingga kita bisa mendapatkan tiket masuk jannah.

Kedua, shaumnya seorang Muslimah pada bulan Ramadhan.

Allah telah mewajibkan kepada kita untuk menjalankan ibadah shaum (puasa) di bulan Ramadhan, "Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. Yaitu dalam beberapa hari yang ditentukan (dalam bulan Ramadhan)..." (QS. Al-Baqarah : 183-184). Keutamaan shaum sangat banyak.

Diantaranya, shaum dapat menjaga pelakunya dari kemaksiatan serta dapat memeliharanya dari panasnya api naar (neraka). Shaum yang dimaksud di sini tidak sekedar menahan lapar dan haus tetapi juga memperhatikan adab-adab dan sunnahsunnahnya. Seperti meninggalkan ucapan kotor dan sia-sia, menghindari perbuatan yang tidak bermanfaat, menjaga amarah dan mengendalikan nafsu.

Ketiga, kesucian seorang wanita dengan menjaga kehormatannya.

Seorang Muslimah menjaga kesucian dan kehormatannya dengan menjauhi segala hal yang dapat menodainya. Muslimah yang bertakwa selalu mengetahui bahwa kadar kecintaan Allah Subhanahu wa Ta'ala, izzah (harga diri), kemuliaan dan keutamaan yang ia miliki, tergantung pada sejauh mana ia menjaga kesucian dan kehormatannya.

Adapun wanita yang jahil yang tidak menjaga kesuciandirinya, iatidakakan peduli dengan kehormatannya, suka keluar rumah tanpa menutup auratnya dan memamerkan keindahan tubuhnya (ber-tabarruj), menebar wewangian dari parfum yang ia semprotkan pada tubuhnya, memerdukari suara terhadap lawan jenisnya, sehingga ia dapat menjadi penyebab timbulnya fltnah dan tergodanya para laki-laki. Karena itu, hendaklah kita menjaga kesucian diri dan kehormatan kita di manapun kita berada, agar kita dapat meraih jannah

Keempat, ketaatan kepada suami dalam hal yang bukan maksiat kepada Allah.

Nabi telah mengajarkan kepada kaum wanita bahwa salah satu jalan "pintas" menuju jannah adalah dengan taat kepada suaminya, setelah ketaatannya kepada Allah dan Rasul-Nya. Banyak sekali nash-nash yang menerangkan hal ini. Padahal, menaati suami bukanlah hal yang mudah.

Patuh terhadap suami dan menaatinya secara total (dalam hal yang ma'ruf) tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Karena dalam melakukan ketatan ini Muslimah harus berhadapan dengan dirinya sendiri. Ia harus dapat melawan egoisme diri, menekan dominasi eksistensinya dan harus berlapang dada, mengalahkan keinginankeinginan pribadinya dan berusaha untuk selalu membuat suami bahagia meskipun dia harus mengorbankan perasaannya. Dan masih banyak lagi bentuk-bentuk ketaatan yang harus dilakukan oleh seorang istri yang shalihah.

Meski sangat berat, taat pada suami  menjadi sarana untuk menggapai mardhatillah (ridha Allah) dan meraih jannah. Begitupula suami, sebagai seorang Mu'min yang baik, suami akan menjadikan kebahagiaan dan ketenangan menyelimuti rumah tangganya. Ia akan mendidik, membimbing dan mengiringi keluarganya dalam menjalankan syari'at Allah dan melakukan ketaatan kepada-Nya.
Seorang suami yang shalih tidak akan menzhalimi istrinya dengan beban yang ia tidak sanggup menanggungnya, menghargai diri dan perasaan istri, menyayangi, menjaga dan melindunginya, mememenuhi hak-haknya dan menghormati serta memuliakannya. Dan tidaklah memuliakan, istrinya kecuali seorang laki-laki yang mulia.

SEHARI RAMADHAN YANG OKE

"Marhaban ya Ramadhan!" ltulah yang kita ucapkan menyambut kedatangan bulan Ramadhan yang penuh berkah, kemuliaan, dan ampunan. Namun, bukan hanya sekedar menyambut saja, sebagaimana yang dilakukan kebanyakan kaum muslimin. Mereka menyambut bulan Ramadhan dengan gegap gempita seraya melakukan ritual-ritual yang pada hakikatnya tidak ada tuntunannya dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Salam. Begitulah syaitan telah memperdaya mereka. Dan setelah Ramadhan itu datang, mereka malah berleha-leha, melaksanakan puasa Ramadhan dan shalat Tarawih hanya sebagai ritual tahunan yang tidak memberikan makna dan pengaruh yang kuat dan mendalam ke dalam jiwa mereka. Tidak sedikit di antara mereka yang shaum, tapi tetap saja melakukan ghibah, mengumbar aurat, menyaksikan sinetron, drama, dan acaraacara televisi lainnya yang memantik syubhat dan syahwat. Bahkan tidak jarang kita temukan mereka yang melaksanakan shaum, tapi tidak melaksanakan shalat. Nas' alullahal 'Afiyah.

Karenanya, sebagai kaum muslimin yang sudah berazzam untuk beriltizam dengan AlQur'an dan As-Sunnah, tidak selayaknya kita menyia-nyiakan bulan Ramadhan dan berlehaleha di dalamnya.
Sejenak marilah kita renungkan perkataan sahabat Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu berikut ini:
"Aku tidak pernah menyesali sesuatu sebagaimana penyesalanku terhadap suatu hari yang ketika matahari terbenam, ajalku berkurang tetapi amalan shalihku kita tidak bertambah."
Subhanallah, dem ikianlah sikapsalafu sholih terdahulu, semoga kita dapat meneladani jejak kebaikan mereka.

Tips Sehari Ramadhan yang Oke
Daar Nasyr Nurul Islam dalam Kutaibnya • (kitab kecil) yang pernah diterbitkan dengan
judul 'AI-Barnamij Al-Yaumi lish Shaimiina fi Ramadhan' telah memuat beberapa agenda yang ideal bagi seorang muslim agar bulan Ramadhan tidak dilewati dengan kesia-siaan. Berikut akan kami paparkan kepada para pembaca tips-tips tersebut:

1. Mempelajari kembali hukum-hukum (fiqih) yang berkaitan dengan shaum Ramadhan sebelum memasuki bulan Ramadhan.
lni adalah persiapan yang paling utama. Sebab sebelum beramal seorang muslim mestilah berilmu terlebih dahulu. Meski pernah mempelajarinya, mengulangnya kembali tentu tidak ada salahnya. Biasanya kita mendapati hal-hal baru atau hal-hal yang sudah pernah kita baca, namun baru kali ini kita mengerti dan memahami maksud sebenarnya.
Setelah mengkaji fiqih shiyam, juga berbagai perbedaan pendapat di antara para ulama sehubungan dengan semua itu, ada baiknya juga jika kita mengkaji hikmah-hikmah shiyam supaya kita dapat menunaikannya dengan sebaik-baiknya.
Terakhir, jika Ramadhan sudah di depan mata, kita tadabburi hadits berikut:
"Barangsiapa melaksanakan shiyam Ramadhan dengan sepenuh keimanan dan hanya mengharapkan balasan dari Allah, niscaya dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni." (H R. Al-Bukhari dan Muslim)
Dan juga hadits:
Sahabat Abu Umamah Al-Bahily radhiyallahu 'anhu meriwayatkan: Aku mendengar Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Ketika aku tidur, datang dua orang kepadaku kemudian memegang lenganku dan mengajakku ke bukit yang terjal. Dua prang itu berkata: "Naiklah". Aku katakan: "Aku tidak sanggup." Mereka katakan: "Akan kami permudah." Kemudian aku naik sampai ke puncak bukit, ternyata aku mendengar jeritan yang sangat keras. Aku pun bertanya: "Suara apa ini?" Mereka berkata: "Inilah jeritan penghuni neraka." Kemudian kami pergi sampai tiba di sekumpulan orang yang tergantung di urat ketingnya (bagian antara tumit dan betis) dan robek mulutnya mengeluarkan darah. Aku bertaya: "Siapa mereka?" Jawab dua orang itu: "Mereka orangorang yang membatalkan shiyam (tanpa alasan syar'i) sebelum tiba waktu berbuka." (Hadits shahih riwayat Imam AI-Hakim dalam AlMustadrak, juz 1 hal. 430; dan juga lihat Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, hadits no. 3951)

2. Agenda setelah terbitnya waktu fajar.
a. Menjawab adzan dan membaca dzikir setelah adzan.
b. Melaksanakan dua rakaat shalat sunnah fajar.
c. Memperbanyak dzikir antara adzan dan iqamah.
d. Melaksanakan shalat Shubuh berjamaah di masjid.
e. Kemudian duduk di tempat shalat seraya membaca dzikir dan doa setelah shalat Shubuh, serta membaca dzikir pagi, atau membaca ayat-ayat Al-Qur' an.
f. Setelah matahari terbit dengan sempurna (lebih kurang seperempat setelah terbit) maka laksanakanlah dua rakaat shalat sunnah Isyraq, dan pahalanya adalah pahala haji dan umrah, sempurna, sempurna, sempurna. (HR. At-Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)

3. Agenda setelah keluar dari masjid di pagi hari.
a. Tidur sebentar (dengan mengharapkan pahala dari Allah).
b. Melaksankan shalat sunnah Dhuha.
c. Memperbanyak dzikir sepanjang hari.
d. Istirahat (tidur) menjelang masuknya waktu Dzuhur (qailulah).

4. Agenda setelah masuknya waktu Dzuhur.
a. Menjawab adzan dan membaca dzikir setelah adzan.
b. Melaksanakan shalat sunnah Rawatib, empat rakaat sebelum Dzuhur dan dua rakaat setelahnya.
c. Melaksanakan shalat Dzuhur berjamaah di masj id.
d. Membaca dzikir dan doa setelah shalat Dzuhur.

5. Agenda setelah masuknya waktu Ashar.
a. Menjawab adzan dan membaca dzikir setelah adzan.
b. Melaksanakan shalat Ashar berjamaah di masjid.
C. Membaca ayat-ayat Al-Qur' an.
d. Menghadiri majelis ilmu, atau mendengarkan taushiyah menjelang berbuka.
e. Memperbanyak doa menjelang berbuka puasa.
f. Memberi makan dan minum kepada orangorang yang berpuasa.
g. Muraja'ah hafalan Al-Qur'an menjelang ifthar.

6. Agenda setelah terbenamnya matahari dan masuknya waktu ifthar.
a. Menjawab adzan dan membaca dzikir setelah adzan.
b. Membaca doa ifthar.
c. Berbuka puasa dengan mendahulukan minum air putih, memakan kurma, atau yang manis.
d. Melaksanakan shalat Maghrib berjamaah di masjid.
e. Melaksanakan shalat sunnah Rawatib ba'da Maghrib.
f. Berkumpu I bersama keluarga untuk menyantap makan malam dengan penuh rasa syukur kepada Allah.
g. Membaca dzikir sore.

7. Agenda setelah masuknya waktu shalat Isya'
a. Menjawab adzan dan membaca dzikir setelah adzan.
b. Melaksanakan shalat Isya '  secara berjamaah di masjid.
c. Melaksanakan shalat sunnah Rawatib ba'da Isya' .
d. Melaksanakan shalat Tarawih sampai selesai secara berjamaah di masjid.
e. Membaca ayat-ayat Al-Qur'an.
f. Mendengarkan ceramah, kultum, dan taushiyah Ramadhan.
g. Muraja'ah hafalan Al-Qur'an.
h. Tidur dengan mengharapkan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.

8. Agenda sepertiga malam
a. Melaksanakan shalat tahajjud tanpa witir jika sudah melakukannya bersama Imam di awal waktu.
b. Memperbanyak membaca ayat-ayat AlQui' an.
c. Makan sahur dan membangunkan keluarga untuk bersahur.
d. Mempebanyak dzikir dan istighfar hingga masuknya waktu fajar.

Semoga dengan beberapa agenda di atas, menjadikan Ramadhan kita tahun ini lebih bermakna, dan lebih meningkat dari tahun sebelum-sebelumnya. Wallahu Alain bish Shawab. (Azhar)

Jadwal Kajian KRPH Bulan Agustus 2012

"Mencari Ketenangan di Majelis Ilmu"
Ajak saudara-saudara yang lain tuk meraih hidup bahagia bertabur cinta dan full barokah

Tetap Sabar di Tengah Fitnah

Di depan Majelis Umum Inggris, Gladstone menyatakan kepada forum, saat itu dia memegang kitab Al-Qur'an, "Sesungguhnya kalian tidak akan pernah mampu mengalahkan kaum muslimin sebelum kalian merobek-robek kitab al-Qur'an ini."

Tiba-tiba salah seorang di antara anggota majelis merebut kitab Al-Qur'an itu seraya merobek-robeknya. Gladstone tidak berbuat apa-apa kecuali berkata kepada orang itu, ."Alangkah bodohnya kamu ini. Yang saya maksud bukan merobek kertasnya, akan tetapi merobek-robek ajarannya dari dalam jiwa kaum muslimin."

Kata-kata Gladstone tersebut benar-benar telah terbukti hari ini. Kata-kata yang telah diwujudkan dalam sebuah program riil di segala lini kehidupan. Program untuk mencabut Islam dari jiwa kaum muslimin. Menjauhkan pengaruh ajaran Islam dari diri generasi Islam di setiap zaman baik laki-lakinya maupun perempuannya, balk yang tua maupun yang muda, rakyat jelata maupun para pejabatnya, kecuali sebagian mereka yang masih dirahmati.

Ucapan Gladstone bukanlah isapan jempol, tanpa realisasi dan bukti. Lihatlah umat Islam sekarang. Memang, secara kuantitas umat Islam cukup membanggakan. Namun, dari sisi kualitas pemahaman dan amalan mereka terhadap ajaran Islam, sungguh jauh panggang dad api. Apalagi kalau dipandang dari sisi
loyalitas terhadap saudara muslim lainnya dan terhadap agamanya, sangat memprihatinkan.

Dari satu milyar kaum muslimin di dunia, berapakah yang bisa membaca al-Quran? Dari sekian juta muslimin yang bisa membaca alQuran, berapakah yang memahami kandungan isi al-Quran? Dari sekian yang memahami alQuran, berapakah yang mau mengamalkannya? Dari sekian yang mengamalkan ajaran al-Quran, berapakah yang mengamalkannya secara kafah (total)? Dari sekian yang mengamalkan ajaran al Qur'an, adakah dalam benak mereka untuk merealisasikan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara?
Musuh-musuh Islam tahu betul, bahwa manakala umat Islam berpegang teguh terhadap al-Quran dan as-Sunnah, maka mereka akan sangat kesulitan untuk menyesatkannya. Namun, manakala umat ini sudah sedikit bergeser ikatannya dari al-Quran dan menjadikan hawa nafsu sebagai pemimpinnya, maka syetan jin dan syetan manusia sangat mudah untuk menggelincirkannya lebih jauh.

Musuh Islam yang berupa syetan dari jin tidak memiliki sifat lelah apalagi putus asa, dalam keadaan bagaimanapun, hingga pun tiba hari kiamat, untuk menyeret manusia menuju kekafiran, atau sekedar untuk menciptakan halhal yang melalaikan agar lupa dzikir kepada Allah.

Adapun syetan yang berwujud manusia juga tidak kalah seriusnya dalam membuat rencana dan upaya untuk menghancurkan Islam. Allah berfirman, "Orang-orang kafir berkata, 'Kami sekali-kali tidak akan beriman kepada alQuran ini dan tidak (pula) kepada Kitab yang sebelumnya.' Dan (alangkah hebatnya) kalau kamu lihat ketika orang-orang yang zalim itu dihadapkan kepada Rabb-nya, sebahagian dari mereka menghadapkan perkataan kepada sebagian yang lain; orang-orang yang dianggap lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri, 'Kalau bukan karena kamu tentulah kami menjadi orang-orang yang beriman.' Orang-orang yang menyombongkan diri berkata kepada orang-orang yang dianggap
'Kamikah yang telah menghalangi kamu dari petunjuk sesudah petunjuk itu datang kepadamu? (Tidak), Sebenarnya kamu sendirilah orang-orang yang berdosa.' Dan orang-orang yang dianggap lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri, '(Tidak), sebenarnya tipu daya(mu) di waktu malam dan siang (yang menghalangi kami), ketika kamu menyeru kami supaya kami kafir kepada Allah dan menjadikan sekutusekutu bagi-Nya." (QS Saba'. (34) : 31-33)
Kaum muslimin yang lemah ikatannya dengan Islam diperangi oleh syetan dengan perangkap program yang memperturutkan dan menyenangkan hawa nafsu. Hiburan, musik yang melalaikan, disertai tarian artis yang mengundang syahwat. Gambar dan video porno, khamr yang memabukkan, perjudian serta segala acara yang menyesatkan lainnya yang selaras dengan selera syahwat.
Apalagi diperkuat oleh perusakan pola pikir dengan menyebarkan pemikiran sesat namun lembut, semisal menciptakan pemikiran yang menyimpang dari Islam. Kaum orientalis, Islam liberal, Ahmadiyah, dan lembagalembaga dakwah sesat lainnya yang terus bermunculan. Itu semua tidak lepas dari makar yang diciptakan oleh musuh-musuh Islam.

Sementara kaum muslimin yang kuat ikatannya dengan Islam diperangi dengan tuduhan-tuduhan yang berbau fitnah. Tuduhan sebagai fundamentalis, Islam militan, Islam radikal, Islam ortodok, dan sebutan-sebutan sinis semisal. Sementara para pernbela ideologi Islam yang secara serius memperjuangkan demi tegaknya Islam dalam tataran kehidupan bernegara dikatakan sebagai pembuat makar terhadap negara, dituduh sebagai teroris dan diperangi dengan senjata, bahkan diberantas hingga ke akar-akarnya. Wa makaru wa makarallah, wallahu khairul makirin.

Permasalahannya adalah, apakah hal ini semua menyadarkan kaum muslimin, bahwa ini merupakan peperangan yang mereka lancarkan? Ataukah malah mereka termakan oleh makar-makar musuh Islam ini?
Sungguh, makar dari musuh-musuh Islam ini telah banyak menelan korban. Tidak sedikit di antara kaum muslimin yang lemah ikatan dengan Islam terjerumus dan murtad dari Islam secara terang-terangan. jika tidak sampai murtad secara terang-terangan, tidak sedikit yang memberikan pembenaran terhadap musuh-musuh Islam dan menjadi wall serta mendukungnya sehingga ikut-ikutan memusuhi Islam dan kaum muslimin.
Selain mereka, banyak lagi kaum muslimin yang menjulurkan Iidah syahwatnya atas apa yang disajikan oleh musuh-musuh Islam tanpa merasa berdosa.

Barangkali, inilah ujian yang Allah kirimkan untuk mengetahui kualitas umatnya di masa yang penuh dengan fitnah. Memang, umat Islam tidak akan dibiarkan hidup tanpa ujian. Ujian bagi umat Islam mempunyai peranan yang sangat penting. Bahkan, ujian memang harus ada. Gunanya adalah untuk mengukur sejauh manakah loyalitas kaum muslimin terhadap Islam.

"Dan sungguh, Kami benar-benar akan menguji kamu sekalian agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu. Dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) ha! ihwalmu. Sesungguhnya orang-orang kafir dan (yang) menghalangi manusia dari jalan Allah serta memusuhi Rasul setelah petunjuk itu jelas bagi mereka, mereka tidak dapat memberi mudharat kepada Allah sedikitpun. Dan Allah akan menghapuskan (pahala) amal-amal mereka." (QS Muhammad (47): 31-32)

Allahumma inni as alukats tsabaata fil amri, wa as' aluka 'azimatar rusydi, wa as' aluka syukra nikmatik, was shabra 'ala balaa' ik, wa husna ibadatik, war ridha biqadhaa' ik, wa as ' aluka qalban salima, wa lisanan shadiqa

Jumat, 06 Juli 2012

Kisah Unta yang Bersaksi kepada Rasulullah

Karena Sholawat atas Nabi SAW, Seekor unta bersaksi atas kedustaan seorang pemuda penjaga keamanan

 Di dalam "Kitab HayatuI Haayawan” yang ditulis oleh Addamiri yang dinukil dari Kitab "Adda'awaat" yang ditulis oleh Ath Thabrani yang bersumber dari Zaid bin Tsabit r.a. telah berkata : "Kami telah berperang bersama Rasulullah SAW. dan ketika kami tiba di persimpangan jalan Madinah, kami melihat seorang A'rabii (orang Arab pegunungan) sedang menuntun seekor unta hingga ia berhenti di hadapan Rasulullah SAW. Dan ketika itu, kami berada di sekelilingnya.
A'raabii itu mengucapkan salam :
"Salam sejahtera bagimu wahai Nabi warahmatullahi wabarakatuh),
Lalu unta itu diam,Rasulullah SAW pun membalasnya. Beliau bersabda “Bagaimanakah keadaanmu pagi ini”

Ketika itu, tiba-tiba datang seorang laki laki yang nampaknya seperti penjaga keamanan seraya berkata” Hai Rasulullah, Arabi ini telah mencuri lenguhan itu didengarkanya baik baik oleh Rasulullah. Dan setelah itu unta itu diam, Nabi SAW mendatangi orang itu seraya bersabda kepadanya: “ Berpalinglah engkau daripada arabi itu, karena unta itu telah bersaksi bahwa engkau adalah pendusta”. Kemudian penjaga keamanan itu pergi, lalu Rasulullah mendatangi Arabi seraya berkata:”Apa yabg engkau ucapkan ketika engkau mendatangiku?” Ia berkata: Demi Bapak dan Ibuku aku telah mengucapkan:”





Ya Allah limpahkanlah rahmat atas Muhamad sehingga tidak ada rahmat yang tersisa, Ya Allah, limpahkanlah keberkahan atas Muhammad sehingga tidak ada keberkahan yang tersisa. Ya Allah, limpahkanlah kesejahteraan atas Muhammad sehingga tidak ada kesejahteraan yang tersisa. Ya Allah, rahmatilah Muhammad sehingga tidak ada rahmat yang tersisa".

Maka bersabdalah SAW. : "Sesungguhnya Allah Yang Maha Suci telah menjelaskan kepadaku, dan unta itu, telah bercakap dengan permohonan uzumya (maafnya) dan para malaikat telah menutup atap langit.

Dan didalam riwayat Tabrani dari Nafi' dari Ibni 'Amir bahwa Nabi SAW telah bersabda kepada A'rabii itu: "Hai engkau, apa yang engkau katakan tadi?". Lalu iapun memberitahukan kepada beliau mengenai apa yang telah ia ucapkan. Maka bersabdalah Nabi SAW: "Karena itu, aku telah menyaksikan para malaikat menerobos jalan-jalan kota Madinah hingga hampir-hampir menutupi antara aku dan engkau". Kemudian beliau bersabda pula: "Engkau akan mendatangi Ash Shiraat (titian), sedang wajahmu lebih terang dari bulan purnama ".

IMAN DAN TINDAKAN




Menyangkut topik iman dan tindakan ini, sebuah hadits Rasul S.a.w kiranya dapat memberikan gambaran tentang topik tersebut.

عن أبي هريرة قال: قال رسولُ الله صلى الله عليه وسلم: من كان يُؤمن بالله واليوم الآخرِ فلا يُؤذِ جارَه، ومن كان يُؤمن بالله واليوم الآخِرِ فلْيُكرِم ضَيفَه، ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخرِ فلْيَقُلْ خيراً أو ليَصمُت (رواه البخاري)
Dari Abu Hurairah r.a ia berkata, Rasulullah S.a.w bersabda: Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka janganlah ia menyakiti tetangganya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaknya ia menghormati tamunya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaknya ia berkata yang baik-baik saja, atau (kalau tidak bisa berkata baik) lebih baik diam. (HR. Bukhari)

Hadits Nabi S.a.w di atas menunjukkan kepada kita bahwa barangsiapa yang mengaku telah beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka keimanannya itu harus dibuktikan dalam bentuk tindakan nyata. Bukti-bukti keimanan seseorang yang disebutkan dalam hadits tadi, diantaranya adalah: 1) tidak menyakiti tetangga, 2) menghormati tamu, 3) berkata yang baik-baik atau kalau tidak bisa diam saja, karena diam itu lebih baik daripada harus berkata yang buruk. Artinya, pengakuan iman seseorang tidak akan diterima oleh Allah sebelum yang bersangkutan mewujudkan imannya itu dalam bentuk tindakan kongret. Jika terdapat orang yang mengaku beriman kepada Allah, tetapi masih menyakiti tetangga, tidak menghormati tamu dan perkataannya tidak baik, berarti imannya tidak sungguh-sungguh. Sangat mungkin orang seperti ini beriman karena motif-motif tertentu, bukan karena lillahi ta’āla.
Dalam Al-Qur’an, hampir setiap kata “āmanū” (beriman), selalu dirangkai dengan kata “amilū as-shālihāt” (beramal saleh). Jadi, iman saja tidak cukup, karena iman yang benar adalah iman yang diikuti dengan amal saleh. Ini tidak bisa dipisahkan! Dan kita jangan terkecoh apabila melihat orang-orang yang memakai atribut –atribut keimanan lengkap, lihat dahulu apakah prilaku dan akhlaknya mencerminkan prilaku Islam atau tidak. Kalau tidak, maka mereka itu pura-pura, imannya pamrih. Ulama sekalipun, tetapi apabila akhlaknya tidak mencerminkan apa yang dituntunkan oleh Islam, maka harus diragukan keulamaannya. Apalagi kalau ada ulama yang perkataannya buruk, ulama berbohong, ulama ghibah, maka jelas yang seperti itu adalah ulama palsu.
Maka, iman itu harus berwujud pada akhlak, pada prilaku, pada tindakan nyata. Mengaku beriman tapi tidak peduli lingkungan, tidak peka sosial, maka imannya masih diragukan. Dan orang yang seperti ini disebut dengan orang munafik, yaitu orang yang antara perkataan dan perbuatannya tidak sama, antara hati dan tindakannya berbeda. Dalam surat al-Mā’ūn bahkan lebih keras lagi: mereka dijuluki sebagai orang-orang yang mendustakan agama.

أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ. فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ. وَلاَ يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ.
Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. (Q, s. al-Mā’ūn/107:1-3)

Surat al-Mā’ūn menjelaskan kepada kita bahwa para pendusta agama itu adalah orang yang tidak peka sosial, yaitu orang yang mata dan hatinya telah buta melihat kenyataan yang ada di hadapannya. Maka dari itu, iman yang benar selalu menuntut tindakan kongret. Iman yang benar adalah iman yang berwujud pada al-akhlāk al-karīmah, baik akhlak kepada Allah maupun akhlak kepada sesama manusia.


IMAN DISERTAI ISTIQAMAH



Islam, menurut Nabi, adalah iman dan istiqamah. Seorang muslim, haruslah seorang yang beriman sekaligus istiqamah dalam imannya itu. Keimanan menyangkut keyakinan: letaknya ada di dalam hati dan benak kita. Sedangkan istiqamah menyangkut tindakan.

عَنْ سُفْيَانَ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ, قُلْ لِي فِي الإِسْلاَمِ قَوْلاً لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَداً غَيْرَكَ. قَالَ: قُلْ آمَنْتُ بِاللهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ (رواه مسلم)
Dari Sufyan ibn Abdullah r.a bahwa ia berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah S.a.w, wahai Rasul, tunjukkanlah kepadaku suatu perkataan di dalam Islam yang aku tidak akan menanyakannya lagi kepada selainmu. Rasulullah pun menjawab: Katakanlah ‘Aku beriman kepada Allah’ dan istiqamahlah (dengan imanmu itu). (HR. Muslim)

Artinya, seorang muslim yang sejati --muslim yang benar-benar muslim-- adalah apabila ia telah beriman dan dapat mewujudkan imannya itu dalam bentuk tindakan, dan tindakan itu bersifat kontinyu. Sebetulnya, iman dan istiqamah itu ungkapan lain dari iman dan amal saleh. Hampir seluruh ayat Al-Qur’an, kata “iman” hampir selalu dirangkai dengan kata “amal saleh”: “āmanū wa ‘amilūs shālihāt”. Misalnya terdapat pada surat al-‘Asr (Lihat juga, misalnya: Q, s. al-Tīn /95:6, dsb)

وَالْعَصْرِ. إِنَّ الإِنسَانَ لَفِى خُسْرٍ. إِلاَّ الَّذِينَ آمَنُواْ وَعَمِلُواْ الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْاْ بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْاْ بِالصَّبْرِ.
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran. (Q, s. al-‘Ashr/103:1-3)

Ini menegaskan bahwa iman dan amal saleh adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan, bagaikan dua sisi mata uang. Apa artinya iman tanpa amal saleh: apa artinya iman kalau ternyata hatinya tidak tergerak untuk ikut mengentaskan kemiskinan, kelaparan, kebodohan, kemaksiatan, pengangguran dan lain sebagainya. Iman tanpa amal saleh, bagaikan tanaman yang tidak berbuah, dan amal saleh yang tidak didasari iman seperti pohon yang menjulang tinggi tapi rapuh karena tidak memiliki akar.
Banyak orang di zaman sekarang ini yang gampang sekali mengatakan ia telah beriman, tetapi baru sekedar lips service. Mereka dengan mudah sekali menampakkan dirinya sebagai bagian dari barisan orang-orang yang beriman melalui atribut-atribut yang secara lahiriah seolah-olah seperti beriman beneran, sementara kelakuannya tidak mencerminkan al-akhlāk al-karīmah. Jangan sampai terjadi bahwa seseorang dinyatakan hari ini beriman, lalu melakukan aksi amal, tetapi besoknya mengerjakan maksiat lagi.

يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا, وَيُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كاَفِرًا, يَبِيْعُ دِيْنَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا (رواه مسلم)
Seseorang yang paginya beriman tapi sorenya kembali kafir, (atau) sorenya beriman lalu paginya menjadi kafir, ia menjual agamanya dengan secuil dunia. (HR. Muslim)

Artinya, banyak orang yang pagi hari masih bisa bersyukur, tetapi sore hari ia kembali kufur karena tidak tahan dengan ni’mat Allah. Pagi hari khusyu’ beribadah, akan tetapi sorenya kembali mengerjakan maksiat. Itulah cobaan orang-orang yang mengaku beriman: harus istiqamah dengan imannya itu. Orang yang tidak kuat menerima cobaan dari Allah bukan cuma orang yang terkena musibah saja, tetapi tidak sedikit orang menjadi kufur justru karena kebanyakan ni’mat. Susah atau senang merupakan cobaan dari Allah: kedua-duanya harus dihadapi dengan syukur dan sabar. Orang yang bertengkar bukan karena tidak punya uang, sebab banyak juga orang yang bergelimang harta tetapi juga bertengkar. Yang miskin bertengkar karena memperebutkan harta, sementara yang kaya bertengkar karena mempertahankan harta. Yang miskin kufur karena sesuap nasi, sementara yang kaya kufur disebabkan oleh sebongkah berlian. Sabar, dengan demikian, menunjukkan kualitas keislaman seseorang. Seorang muslim yang penyabar, maka kualitasnya lebih tinggi dari orang muslim yang tidak bisa sabar.
Bangsa ini masih banyak membutuhkan pribadi-pribadi muslim yang berkualitas, yaitu pribadi-pribadi muslim yang bertaqwa dan yang istiqamah dalam keimanannya. Muslim yang benar-benar Islam, lahir dan batin, kata dan laku, siang dan malam. Muslim yang selamanya menjadi muslim, bukan muslim yang musim-musiman.


BUAH DARI SIFAT IKHLAS



Kiranya tidak ada yang lebih penting dalam sistem ajaran Islam kecuali doktrin tentang ikhlas. Secara harfiah, ikhlas berarti sikap melepaskan diri dari segala sesuatu selain Allah S.w.t. Pada level keyakinan, ikhlas berarti hanya percaya dan mempercayai Allah Yang Ahad, yang tiada sekutu bagi-Nya. Demikianlah yang maksud yang dikandung dalam surat al-Ikhlās.

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ. اللَّهُ الصَّمَدُ. لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ. وَلَمْ يَكُنْ لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ.
Katakanlah: "Dialah Allah, Yang Maha Esa". Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia. (Q, s. al-Ikhlās/112:4)

Pada level tindakan, ikhlas berarti berbuat sesuatu semata hanya untuk mencari ridha Allah, bukan untuk tujuan-tujuan lain. Artinya, ikhlas adalah kita berbuat sesuatu tanpa pamrih. Pamrih adalah kita berbuat sesuatu karena ingin dilihat atau didengar orang: dan pamrih inilah yang seringkali mendorong kita untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Pamrih karena ingin dilihat orang, dalam bahasa agama disebut riya’. Sedangkan pamrih untuk didengar, misalnya kita melakukan sesuatu agar namanya menjadi terkenal, menjadi populer dan lain sebagainya, disebut sum’ah. Baik riya’ maupun sum’ah keduanya termasuk jenis kemunafikan.
Seringkali kita berbuat sesuatu bukan untuk tujuan yang sesungguhnya, tapi untuk tujuan-tujuan lain yang kita sembunyikan. Seorang penderma yang mendermakan hartanya untuk membantu kaum fakir-miskin dan syi’ar Islam, belum tentu mendapatkan pahala dari Allah selama niatnya tidak tulus: tidak untuk mencari ridha Allah. Meskipun ia dapat mengelabui semua orang bahwa tindakannya itu tulus, tetapi Allah tidak mungkin bisa dikelabui, karena Allah Maha Mengetahui apa yang tersembunyi di dalam lubuk hati kita yang paling dalam sekalipun. Ia mengira bahwa dengan telah membantu para fakir miskin, telah menyumbang madrasah dan panti asuhan, telah membangun masjid, dan perbuatan-perbuatan baik lainnya, dirinya telah berbuat suatu kebaikan: ia mengira bahwa dirinya telah berbakti kepada agama. Padahal tidaklah demikian, karena amalan dan perkiraannya itu ditolak oleh Allah Yang Maha Mengetahui segala sesuatu.

قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُم بِالأَخْسَرِينَ أَعْمَالاً. الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعاً
Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?" Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. (Q, s. al-Kahfi/18:103-104)     

Orang-orang yang di dalam hatinya terselip perasaan riya’ atau sum’ah, yaitu perasaan senang dilihat dan didengar, adalah penipu, karena mereka senang dipuji untuk hal-hal yang sesungguhnya tidak pernah mereka lakukan. Maka Al-Qur’an mengingatkan kita agar tidak terkecoh oleh tindakan kamuflase mereka.

لاَ تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَفْرَحُونَ بِمَآ أَتَوْاْ وَّيُحِبُّونَ أَن يُحْمَدُواْ بِمَا لَمْ يَفْعَلُواْ فَلاَ تَحْسَبَنَّهُمْ بِمَفَازَةٍ مِّنَ الْعَذَابِ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Janganlah sekali-kali kamu menyangka bahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan, dan mereka senang dipuji untuk hal-hal yang sesungguhnya tidak pernah mereka lakukan. Dan janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, karena bagi mereka siksa yang pedih. (Q, s. Alu Imrān/3:188)

Orang yang tidak ikhlas adalah orang yang membangun atau menampilkan kesan kepada orang lain di luar yang sesungguhnya ada pada benak dan hati kecilnya. Dengan demikian orang akan memiliki kesan terhadap dirinya sebagai orang yang baik, yang bertakwa, sopan, dan kesan-kesan baik lainnya, namun sesungguhnya watak asli dalam dirinya jauh dari kesan-kesan tersebut.
Riya’ dan sum’ah –lawan dari ikhlas-- merupakan pangkal dari kehancuran jati diri manusia. Keduanya melahirkan perasaan iri hati dan hasud yang pada hakekatnya muncul karena ketidaksiapan seseorang untuk melihat orang lain bahagia, dan tidak suka melihat orang lain sukses. Ketidaksiapan ini secara tidak langsung diakibatkan oleh perasaan bahwa hanya dirinya sajalah yang boleh merengguk kebahagiaan itu: hanya dirinya sajalah yang boleh meraih sukses. Jadi, ia pada dasarnya ia tidak ikhlas melihat orang lain mendapatkan karunia dari Allah S.w.t.
Perasaan tidak ikhlas seperti inilah yang selalu dibisikkan setan kepada kita untuk senantiasa menggelincirkan manusia dari jalan Allah: menggoda kita semua agar melakukan sesuatu bukan untuk mencari ridha Allah.

قَالَ رَبِّ بِمَآ أَغْوَيْتَنِي لأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الأَرْضِ وَلأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ. إِلاَّ عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ
Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka." (Q, s. al-Hijr / 15:39-40)

Meskipun setan sedemikian canggih dalam menggoda dan menggelincirkan manusia dari jalan yang benar, tetapi setan mengakui bahwa hanya orang ikhlas sajalah yang tidak mampu digodanya. Setan menyatakan menyerah jika dihadapkan kepada orang-orang yang ikhlas. Yaitu orang yang diantara cirinya adalah: melakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh tanpa pamrih, tampil apa adanya, dan lapang dada atas ketentuan Allah pada dirinya maupun orang lain. Maka, jika mau terbebas dari godaan setan, jadilah orang yang ikhlas!

PERILAKU IHSAN



Dalam hal beragama seseorang akan digolongkan ke dalam beberapa tingkatan, diantaranya: tingkatan Islam, Iman dan Ihsan. Ihsan adalah tingkatan tertinggi dari keberagamaan seseorang. Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Sahabat Abu Hurairah r.a mengatakan:

عن أبي هُرَيرةَ قال: «كانَ النبيُّ صلى الله عليه وسلم بارِزاً يَوْماً للنَّاسِ، فأتاهُ جِبْرِيلُ فَقَالَ: ما الإِيمانُ؟ قال: «أنْ تُؤْمِنَ باللَّهِ، ومَلاَئِكتِهِ، وبِلقائه، وَرُسُلِهِ، وتُؤْمِنَ بالبَعْثِ». قال: ما الإِسلامُ؟ قال: «الإِسْلامُ: أنْ تَعْبُدَ اللَّهَ ولا تُشْرِكَ بهِ، وَتُقِيمَ الصَّلاةَ، وَتُؤَدِّيَ الزَّكاةَ المَفْروضةَ، وتَصومَ رَمضانَ». قال: ما الإِحسانُ ؟ قال: «أنْ تَعْبُدَ اللَّهِ كأَنَّكَ تَراهُ، فإنْ لم تَكُنْ تَراهُ فإِنَّهُ يراك».
Dari Abu Hurairah r.a ia berkata: Suatu hari Rasulullah S.a.w bersama orang-orang, lalu datanglah Jibril a.s dan bertanya: Apakah iman itu? Rasulullah menjawab: Engkau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, mengimani hari pertemuan dengan-Nya, beriman kepada para rasul-Nya, dan beriman pula kepada Hari Kebangkitan. Lalu ia tanya lagi: Apakah Islam itu? Nabi menjawab: Islam adalah engkau menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu, menegakkan shalat, menunaikan zakat wajib, dan berpuasa pada bulan Ramadhan. Lalu ia bertanya lagi: Apakah ihsan itu? Nabi menjawabnya lagi: Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, dan jika tidak melihat-Nya anggap saja Dia yang Melihatmu. (HR. Bukhari)

Hadits Nabi S.a.w di atas, kalau kita simpulkan adalah bahwa Islām itu cenderung pada bentuk-bentuk formal, seperti ibadah mahdlah, dan amalan-amalan dhāhir lainnya. Sedangkan Imān adalah kita mempercayai Allah, malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab yang diturunkan-Nya, rasul-rasul yang diutus-Nya, datangnya Hari Kiamat, dan percaya akan adanya takdir dan qadha Allah. Jadi, Islām itu rumusannya terdapat pada Rukun Islam yang lima: syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji. Sedangkan Imān rumusannya terdapat pada Rukun Iman yang enam.
Untuk menjadi muslim, seseorang hanya perlu bersyahadat: bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah. Orang yang mengerjakan shalat meskipun tidak genap 5 waktu sehari, tetap masih dianggap sebagai muslim. Tetapi untuk dianggap mukmin, agak berat sedikit, lebih berat dari sekedar anggapan muslim. Jika seseorang mengaku beriman kepada Allah, maka keimanannya itulah yang akan melarangnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari ketentuan Allah. Misalnya, seseorang telah berbohong kepada orang lain, tetapi orang tersebut tidak menyadari kalau dirinya telah dibohongi. Meskipun orang lain tidak menyadarinya, tetapi keimanannya akan menyatakan bahwa Allah tidak mungkin bisa dibohongi, karena Allah Maha Melihat, Maha Mendengar dan Maha Mengetahui apa yang nampak dan yang tersembunyi dari diri kita. Oleh karenanya, orang yang berbuat maksiat, ia tidak dapat disebut sebagai mukmin.

لاَ يَزْنِي الزَّانِي حِيْنَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ ، وَلاَ يَسْرِقُ حِيْنَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ. (رواه البخاري)
Seorang pezina tidak mungkin akan berzina ketika dia sedang beriman, dan seorang pencuri tidak mungkin akan mencuri ketika dia sedang beriman. (HR. Bukhari)  

Orang bisa dengan mudah mengklaim dirinya sebagai muslim, asal pernah kelihatan masuk masjid atau kelihatan pernah shalat. Masalah apakah shalatnya benar-benar lillāhi ta’alā atau karena tujuan-tujuan tertentu, itu soal lain. Orang lain tidak dibenarkan menghukumi seseorang di luar yang nampak secara dhāhir. Artinya, khusyu’ atau ikhlas tidaknya seseorang melaksanakan suatu ibadah, orang lain tidak berwenang untuk mengukurnya, karena hal itu merupakan wilayah Allah. Orang yang berniat mencelakai orang lain tidak bisa dijatuhi sangsi, karena masih sebatas niat, tetapi apabila niatnya itu telah diwujudkan dalam bentuk prilaku maka ia dapat dijerat oleh hukum. Maka dari itu, Al-Qur’an menolak klaim orang-orang Arab Badui ketika mereka mengatakan kepada Rasul bahwa dirinya telah beriman.

قَالَتِ الأَعْرَابُ آمَنَّا قُل لَّمْ تُؤْمِنُواْ وَلَـكِن قُولُواْ أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ وَإِن تُطِيعُواْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ لاَ يَلِتْكُمْ مِّنْ أَعْمَالِكُمْ شَيْئاً إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ  (الحجرات : 14)
Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman." Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi katakanlah 'kami baru berislam, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."  (Q, s. al-Hujurāt / 49:14)

Sedangkan tingkatan Ihsān lebih tinggi daripada keduanya. Ihsān adalah melakukan sesuatu lebih dari sekedar tuntutan keberisalaman dan keberimanan. Jika dalam berislam kita diwajibkan shalat 5 waktu sehari, maka Ihsān akan melakukannya lebih dari itu, yaitu dengan menambahkan shalat-shalat sunnah lainnya, dan kewajiban puasa Ramadhan sebulan penuh oleh ihsan ditambah lagi dengan puasa-puasa sunnah di luar Ramadhan. Jika keimanan kita menuntut untuk tidak berbuat yang dilarang oleh Allah, maka Ihsān melakukannya tidak sekedar menjauhi apa yang dilarang oleh Allah, tetapi lebih dari itu Ihsān mendorong kita untuk melaksanakan apa yang dianjurkan oleh Allah. Jadi, Ihsān itu merangkum Islām dan Imān!
Rumusan Ihsān adalah “engkau beribadah seakan-akan melihat Allah, dan jika engkau tidak melihat-Nya anggap saja Allah sedang melihatmu”. Jadi, Ihsān adalah perasaan akan ke-Maha Hadiran Allah dalam setiap gerak kita. Ihsān adalah perasaan bahwa kita melakukan sesuatu hanya ingin dilihat oleh Allah semata, bukan ingin dilihat orang lain.
Seorang karyawan jika ia bekerja dengan sungguh-sungguh karena sedang dilihat oleh manajernya, tetapi kembali malas dan asal-asalan ketika manajernya pergi, maka ia tidak sedang melakukan Ihsān: bukan seorang muhsin. Seorang pemuda yang kelihatan khusyu’ dan alim di hadapan calon mertuanya, namun kembali urakan dan menunjukkan watak aslinya ketika jauh dari calon mertuanya, maka yang seperti itu jelas bukan tindakan Ihsān.
Dengan kata lain, Ihsān adalah bekerja dengan “pamrih”, tetapi pamrihnya untuk Allah semata. Ihsān mengajarkan kepada kita bahwa yang sedang menyaksikan perbuatan kita adalah Allah, Dzat Yang Maha segalanya. Jadi, Ihsān mendidik orang untuk bertanggungjawab atas apa yang menjadi tugas dan kewajibannya: yaitu sikap tanggungjawab yang dilandasi oleh perasaan ikhlas lillahi ta’ala.
Maka dari itu, ciri orang yang muhsin adalah beribadah dan bekerja dengan sungguh-sungguh, penuh dedikasi, bertanggungjawab, dan tulus. Orang muhsin adalah orang yang ikhlas. Oleh karenanya, diharapkan setiap mukmin menggapai Ihsān ini, karena ia merupakan tingkatan yang tertinggi dalam keberagamaan seseorang.

BAHAYA HASAD



Salah satu sifat tercela yang hampir-hampir menghinggapi setiap orang adalah sifat hasad. Menurut Imam al-Ghazali hasad memiliki dua tingkatan: pertama, Anda tidak suka orang lain mendapatkan ni’mat dan Anda ingin menghilangkannya; kedua, keinginan memperoleh ni’mat serupa yang dimiliki orang lain, tanpa bermaksud atau berharap hilangnya ni’mat itu pada orang lain, ini yang biasa disebut dengan istilah ghibthah.
Orang hasad adalah orang yang –tanpa alasan yang rasional—tidak senang kepada segala kelebihan dan keutamaan yang dimiliki orang lain, baik kelebihan itu berupa harta benda, kekayaan, kedudukan, kehormatan, dan lain-lain. Bisa jadi, orang hasad akan membenci orang lain yang sebetulnya tidak memiliki ni’mat atau kelebihan apa-apa, tetapi oleh yang hasad diduga memilikinya. Dan bisa jadi pula orang hasad akan merasa senang kalau orang lain terus-menerus dalam kesusahan dan kekurangan, meskipun ia tahu bahwa yang bersangkutan sudah tidak memiliki kelebihan apa-apa. Jadi, hasad itu kecenderungan untuk membenci semua orang tanpa alasan yang jelas, rasional dan dibenarkan oleh ajaran agama. 
Karena kebencian dan kedengkiannya, orang hasad secara diam-diam biasanya menginginkan orang yang dibencinya itu celaka. Dan kalau sudah begitu, besar kemungkinan baik secara langsung maupun tidak langsung kita akan ikut terlibat dalam usaha mencelakakannya. Maka, timbullah ghībah dan fitnah, yaitu menyebar berita buruk mengenai orang yang dibencinya itu, baik berita itu benar adanya, atau –apalagi- tidak benar.
Orang yang hasad, hatinya selalu gelisah. Kegelisahannya bukan disebabkan oleh kekurangan yang ada pada dirinya semata, tetapi lebih dari itu karena kelebihan yang ada pada orang lain. Ia lebih fokus memperhatikan kelebihan orang lain daripada introspeksi atas kekurangan pada dirinya. Jika berusaha, maka usahanya itu dikerahkan untuk menghilangkan kelebihan pada orang lain, daripada usaha untuk memperbaiki nasib dirinya sendiri. Nabi pernah mengingatkan kita semua:

عنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، أَنَّ النَّبيَّ صلى الله عليه وسلم قالَ: « إِيَاكُمْ وَالْحَسَدَ، فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كما تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ  (رواه أبو داود)
Dari Abu Hurairah r.a, Nabi S.a.w bersabda: Jauhilah olehmu sifat hasad, karena sesungguhnya hasad itu dapat menghilankan segala kebaikan sebagaimana api yang membakar kayu yang kering. (HR. Abu Dawud)

Orang yang dengki atau hasad, di dalam hatinya tersembunyi keinginan agar orang lain celaka. Maka kedengkian itu merupakan bukti yang nyata sekali bahwa sesungguhnya di dalam hatinya tidak punya i’tikad baik kepada orang lain secara tulus. Maka, andaikata terdapat kebaikan-kebaikan yang dilakukan oleh seorang pendengki dapat dipastikan bahwa sesungguhnya kebaikan-kebaikan yang diperbuatnya itu palsu. Suatu perbuatan baik tanpa disertai dengan niat atau i’tikad baik, maka mustahil akan melahirkan perbuatan yang tulus. Dengan kata lain, perbuatan baiknya kepada orang lain hanyalah untuk menutupi kebusukan niatnya yang tersembunyi di dalam hatinya.
Oleh karena itu, karena sifatnya tersembunyi dan sulit diketahui secara lahiriah, Al-Qur’an dalam surat al-Falaq menganjurkan kepada kita agar senantiasa berlindung kepada Allah dari kejahatan pendengki, karena hanya Allah-lah yang mengetahui apa yang tersembunyi. Surat al-Falaq ini, mengingat kandungan makna dan sabab nuzūl-nya, maka kita juga dianjurkan untuk membacanya jika melihat suatu keni’matan yang ada pada orang lain.

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ. مِن شَرِّ مَا خَلَقَ. وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ .وَمِن شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ .وَمِن شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ. (الفلق : 1-5)
Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai Subuh, dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan peniup-peniup pada buhul-buhul, dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki. (Q, s. al-Falaq / 113:1-5)

Islam sangat mencela perbuatan hasad, karena hasad merupakan pangkal permusuhan. Dalam ajaran Islam, hasad hanya dibolehkan dalam dua hal: terhadap yang orang dianugerahi harta oleh Allah kemudian ia menafkahkannya dengan benar, dan terhadap orang yang dianugerahi ilmu kemudian ia mengamalkan dan mengajarkannya kepada orang lain. Rasulullah S.a.w bersabda:

عن ابنِ مسعودٍ رضيَ اللهُ عنه قال: سمعتُ النبيِّ صلى الله عليه وسلم يقول «لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٍ آتاهُ اللهُ مالاً فَسَلَّطَهُ عَلىَ هَلَكتهِ في الحَقِّ، ورَجُلٍ آتاهُ اللهُ حِكْمَةً فَهُوَ يَقضِي بِهَا ويُعلِّمها». (رواه البخاري ومسلم)
Dari Ibnu Mas’ud r.a, Rasulullah S.a.w bersabda: Tidak dibenarkan hasad kecuali dalam dua hal; terhadap seseorang yang diberi anugerah oleh Allah berupa harta lalu dia menafkahkannya di jalan yang benar, dan terhadap seseorang yang diberi anugerah ilmu oleh Allah lalu dia mengamalkan dan mengajarkannya kepada orang lain. (HR. Bukhari dan Muslim)

Artinya, Nabi memberi arah kepada kita bahwa yang boleh diirikan oleh kita dari orang lain adalah amal shalehnya, bukan kebendaannya. Kita boleh iri kepada orang kaya, tetapi bukan kekayaannya melainkan perbuatannya menafkahkan kekayaannya itu di jalan yang benar. Demikian pula dengan ilmu, kita diperbolehkan iri kepada orang yang berilmu, bukan karena ilmunya, melainkan karena perbuatannya dalam mengamalkan dan mengajarkan ilmunya itu.
Bagi yang masih suka dengki atau hasad, tinggalkanlah segera. Percayalah, bahwa dengki itu tidak akan menghasilkan apa-apa kecuali hanya capai dan sengsara!


HAKEKAT KEBAJIKAN



Kebajikan adalah perilaku yang baik, yang dapat membuat hati seseorang menjadi tenang. Sedangkan dosa adalah apa yang terbetik dalam hati dan benak seseorang, tetapi ia tidak suka kalau mengerjakannya diketahui orang lain.

الْبِرُّ حُسْنُ الْخُلْقِ وَالإِثْمُ مَا حَاكَ فِي صَدْرِكَ، وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِـعَ عَلَيْهِ النَّاسُ  (رواه مسلم)
Kebajikan adalah perilaku yang baik. Sedangkan dosa adalah apa yang terbetik dalam hatimu, tetapi engkau takut kalau diketahui oleh orang. (HR. Muslim)

Artinya, sesuatu yang Anda melakukannya tetapi takut dilihat oleh orang lain, maka termasuk kategori perbuatan dosa. Sebab kalau bukan dosa, Anda pasti lebih senang melakukannya jika disaksikan orang banyak. Ghibah atau gosip termasuk perbuatan dosa. Mengapa? Karena orang yang sedang bergosip tidak suka kalau orang yang digosipkan melihatnya. Gosip adalah perbuatan membicarakan aib atau kejelekan orang lain, tetapi orang yang digosipkan tidak sedang bersamanya. Curang juga termasuk dosa, karena curang itu suatu perbuatan kalau bisa orang lain tidak boleh melihat dan tidak boleh mengetahuinya. Seperti halnya korupsi, menyontek, mencuri, dan perbuatan-perbuatan tercela lain yang sifatnya sembunyi-sembunyi.
Melalui sms, ada seorang suami –kebetulan sering mengikuti pengajian-pengajian saya-- bertanya kepada saya: Apakah selingkuh termasuk perbuatan dosa? Saya jawab: Apakah istri Bapak mengetahui apa yang Bapak lakukan? Jawabnya: Tidak. “Mengapa sampai istri Bapak tidak mengetahuinya?”, tanya saya lagi. “Saya memang sengaja tidak memberitahunya, soalnya masalahnya bisa runyam”, katanya. Akhirnya saya katakan: Kalau begitu, Bapak telah melakukan suatu perbuatan dosa, karena perbuatan yang Bapak lakukan itu, tidak suka kalau diketahui oleh orang lain, terlebih oleh istrinya sendiri.
Kaum muslimin diperintahkan untuk saling tolong-menolong dalam hal kebajikan. Surat al-Mā’idah ayat 2 menegaskan,

وَتَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلْبرِّ وَٱلتَّقْوَىٰ
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa

Setiap mukmin hanya boleh berpikir tentang hal-hal yang baik, dan mengerjakannya dengan baik pula. Jika saudara sesama muslim lain sedang berbuat kebajikan dan ketaqwaan, muslim lain wajib membantunya. Andaikata tidak mampu membantunya, minimal tidak menghalangi kebajikan-kebajikan yang sedang dilakukannya itu. Sebaliknya, jika saudara muslim lain sedang melakukan kecurangan dalam jual-beli, kita tidak boleh membantunya. Apalagi membantu dalam hal korupsi, atau melindungi orang-orang yang berselingkuh.

وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلإِثْمِ وَٱلْعُدْوَانِ
Dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan

Apabila seseorang melihat saudaranya sedang dalam kekeliruan, justru dianjurkan untuk mencegahnya. Menurut ajaran Rasul, jika dengan kekuasaan dapat dilakukan, silahkan cegahlah dengan kekuasaan. Seorang atasan bisa mencegah perbuatan dosa dan permusuhan yang dilakukan oleh anak-buahnya. Jika tidak bisa dengan kekuasaan, maka dengan nasehat yang bijak dan arif. Jika tidak bisa juga, maka kita diperintahkan mencegahnya dengan hati, yaitu dengan cara mendo’akan yang bersangkutan agar segera kembali kepada jalan yang benar.
Itulah hakekat kebajikan, hati akan tenang ketika melakukannya. Tetapi sebaliknya, hati akan selalu gundah-gulana dan tidak tentram manakala melakukan perbuatan-perbuatan dosa.
Mudah-mudahan, kita akan kembali ke hadirat Allah dengan hati yang tenang, yaitu yang diridhoi oleh Allah S.w.t. Allah menyeru hati yang tenang untuk masuk ke surga-Nya.

يٰأَيَّتُهَا ٱلنَّفْسُ ٱلْمُطْمَئِنَّةُ. ٱرْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً . فَٱدْخُلِي فِي عِبَادِي . وَٱدْخُلِي جَنَّتِي
Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku. (Q, s. al-Fajr / 89:27-30)