Sabtu, 07 April 2012

AMAL UNTUK DIRI SENDIRI, MANFAAT BUAT ORANG LAIN TELAAH KRITIS TERHADAP KAEDAH KESAHIHAN SANAD HADIS



A. Latar Belakang Masalah
Penelitian hadis merupakan kegiatan ilmiah untuk membuktikan kebenaran suatu berita dan bagian dari upaya membenarkan yang benar dan membatalkan yang batil. Umat Islam sangat besar perhatiannya dalam segi ini, baik dipakai sebagai penetapan suatu pengetahuan atau pengambilan suatu dalil (dasar hukum). Apa lagi jika hal tersebut berkaitan dengan riwayat hidup Nabi Muhammad SAW. ucapan, perbuatan, dan ketetapan yang disandarkan kepada beliau-. Usaha ini hanya mempunyai satu tujuan, yaitu mengikuti jejak Nabi Muhammad SAW., dengan berjalan di atas sunnah beliau, dalam rangka mencapai keridlaan Allah SWT. dan mendapatkan kecintaannya.

Sudah sejak lama para pendahulu kita berusaha memelihara peninggalan Nabi ini, dan menjaganya dari persangkaan negatif dan pemalsuan yang ternyata banyak dilakukan oleh berbagai kalangan.[1] Usaha pemeliharaan pusaka Nabi Muhammad tersebut dimulai dengan pembukuan secara umum tentang hadis dan secara terus menerus diadakan penelitian melalui proses yang sangat ketat berdasarkan metodologi dan standart yang diciptakan secara sendiri-sendiri oleh masing-masing peneliti.[2] Hasil usaha para ulama peneliti hadis di atas, antara lain adalah penetapan lima persyaratan keshahihan hadis Nabi; tiga berkenan dengan sanad dan dua berkenaan dengan matan. Lima kaidah kesahihan hadis itu adalah:

1.      Sanadnya bersambung.
2.      Seluruh periwayatan dalam sanad bersifat adil.
3.      Seluruh periwayat dalam sanad bersifat dhabith.
4.      Terhindar dari syadz (kejanggalan).
5.      Terhindar dari illat (cacat).[3]

Kajian ini mencoba mentelaah konstruksi teori penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr. M. Syuhudi Ismail dalam desertasinya yang berjudul “KAEDAH KESHAHIHAN SANAD HADIS (Telaah kritis dan tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah).” Dari judul disertasi ini jelas bahwa titik berat kajiannya tentang kaedah keshahihan hadis seperti uraian di atas, khususnya yang berkaitan dengan sanad dengan pendekatan ilmu sejarah.

Ada empat hal yang mendorong dan melatarbelangi penelitian ini dilakukan, yaitu :
  1. Mengingat kedudukan kualitas hadis erat sekali kaitannya dengan dapat atau tidaknya suatu hadis dijadikan sebagai hujjah atau dalil agama. Dengan demikian penelusuran secara historis sesuatu yang dikatakan sebagai hadis Nabi itu, apakah benar-benar dapat dipertanggungjawabkan tingkat validitas dan akurasinya berasal dari Nabi Muhammad SAW. Kajian hadis dengan pendekatan historis menjadi sangat penting karena usaha penghimpunan hadis baru dilakukan sekitar satu abad setelah wafatnya Nabi SAW sebagai sumber utamanya. Dalam tenggang waktu yang cukup panjang ini, sangat mungkin ada usaha-usaha, baik sengaja atau tidak, yang dapat memperngaruhi tingkat akurasi dan validitas riwayatnya. Hal ini bisa dilihat dari realitas keanekaragaman redaksi matan yang terhimpun dalam berbagai macam koleksi hadis yang juga banyak dan beraneka ragam. Kadang justru antara satu dengan lainnya terdapat hadis tentang suatu hal yang sama tetapi berbeda redaksi dan justru kandungan isinya juga bertentangan.[4]
  2. Sebagaimana beliau kutip menurut ulama hadis, suatu hadis yang sanadnya sahih, tidak dengan sendirinya maka hadis itu juga berkualitas sahih.[5] Kesenjangan ini menimbulkan pertanyaan apakah sebenarnya penyebab perbedaan kualitas itu. Apakah kaedah keshahihan sanad hadis (lima syarat) masih belum akurat atau ada sebab-sebab yang lain, misalnya peluang dominan riwayat bil-makna atau peran hadis yang bersifat duniawi.
  3. Mengingat keadaan kesahihan sanad hadis merupakan salah satu acuan umum yang mendasar untuk meneliti dan menentukan kualitas suatu hadis maka keadaan tersebut perlu ditelaah secara kritis.[6] Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh para ulama Mutaqaddimin, yang menyatakan bahwa sanad menduduki posisi strategis dalam kualitas hadis, juga dikatakan sebagai bagian dari agama. Kajian ini diharapkan bisa dapat diketahui relevansinya antar unsur-unsur yang terdapat dalam kaedah tersebut, sehingga dibuat sebagai acuan untuk menentukan kesahihan hadis, baik dari segi sanad atau matannya.
  4. Melihat kenyataan hadis nabi di satu sisi merupakan fakta sejarah, dan dalam ilmu sejarah telah dikenal adanya kritik sumber, maka kaedah kesahihan sanad hadis perlu dikaji melalui pendekatan ilmu sejarah.[7]
Berdasar latar belakang di atas, kajian ini diharapkan dapat dibuktikan tingkat akurasi kaedah kesahihan sanad hadis. Jika hal ini bisa terjadi, maka penelusuran berikutnya diarahkan pada faktor-faktor lain yang menyebabkan terjadinya perbedaan kualitas sanad dan kualitas matan suatu hadis tertentu. Dan apabila kaedah kesahihan hadis itu sejalan dengan kritik sumber yang dikenal ilmu sejarah, maka kaedah tersebut merupakan suatu metode ilmiah yang perlu dikembangkan dalam kajian hadis.

B. Fokus Pembahasan
Fokus kajian penelitian ini adalah sebagai berikut :
  1. Karena cakupan kaedah kesahihan sanad hadis sangat luas, yakni meliputi sanad dan matan hadis, maka pembahasan dibatasi hanya yang berkenaan dengan kaedah kesahihan sanad saja. Sedang kaedah yang berkenaan dengan kesahihan matan tidak dibahas secara khusus.
  2. Hadis Nabi saw. adalah sumber hukum dalam Islam setelah al-Qur’an. Sebagian besar dari hadis tersebut berkualitas ahad (tidak mutawatir), sehingga diperlukan kecermatan dalam pemakaiannya. Yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah kecermatan ulama hadis dalam menetapkan kualitas sanad hadis.
  3. Ulama hadis dalam meneliti hadis telah menetapkan berbagai kaedah. Kajian ini berusaha menguji secara kritis kaedah kesahihan sanad hadis dengan pendekatan ilmu sejarah.
C. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan ini dimaksudkan untuk mentelaah hubungan antar topik penelitian yang dilakukan dalam buku di atas dengan penelitian sejenis yang pernah dilakukan para peneliti sebelumnya. Sebelum membahas hubungan antara keduanya, maka disampaikan beberapa kajian dan penelitian tentang sanad hadis, baik yang dilakukan ulama salaf atau ulama pada abad ke 20 ini, seperti:[8]
  1. Al-Muhaddis al-Fashil Baina al-Rawiy Wa al-Wa’iy, karya Abu Muhammad al-Hasan Bin Abd al-Rahman Bin Khalad al-Ramaharmuziy (Wafat tahun 360 H/971 M).
  2. Ma’rifatu Ulum al-Hadis, karya Abu Abdillah Muhammad bin al-Hakim al-Naisaburiy (wafat tahun 405 H/1014 M).
  3. Al Kifayah Fi ‘ilmu al-Riwayah, karya abu Bakar Ahmad Bin Ali bin Tsabit al-Kitab al-Baghdadyi (wafat tahun 463 H/1245 M).
  4. Ulum al-Hadis, karya Abu Bakar Amr Usman bin Abd. al-Rahman ibn al-Shaleh (Wafat tahun 634 H/ 1245 M).
  5. Al-Taqrib Ii al-Nawawy Fan Ushul al-Hadis, karya Abu Zakariya Yahya ibn Syaraf al-Nawawi (tahun 676 H/1277 M).
  6. Tahdzib al-Tahdzib, karya ahmad bin Aliy bin Hajar al-Asqalaniy (852 H/ 1449 M).
  7. Tadrib al-Rawiy fi Syarh al-Nawawiy, karya Jalal al-Din abd. al-Rahman bin Abiy Bakar al-Suyuthy (wafat tahun 911 H/1505 M).
  8. Ulum al-Hadis Wa Mushthalahuhu, karya Shubhiy al-Shalih (wafat tahun 1406 H/ 1986 M).
  9. Adhwa ala al-sunnah al-Muhammadiyah wa Difa’ ’an al-Hadis, karya Mahmud Abu Rayyah.
  10. Difa’ `an al-Sunnah wa Radd Syubah al-Mustasyriqin Wa al-Kutub al Mu’ashirin, karya Muhammad abu Syuhbah.
  11.  Al-Madkhal ila `Ulum al-Hadis, karya Nuru al-Dien `Itr.
  12. Studies in Hadith Methodology and Literatur, dan “Manhaj al-Naqd `in al- Muhaddisin” Karya Muhammad Mustafa al Azamy.
  13. Ushul al-Hadis, ‘Ulumuhu Wa Musthalahuhu, karya Muhammad `Ajjaj al-Khatib.
Dari sekian banyak kajian yang berkaitan dengan sanad hadis di atas, menurut peneliti, pembahasannya masih terlalu umum, artinya tidak khusus menguji secara kritis terhadap kaedah yang telah ada. Walaupun ada kajian secara kritis, seperti yang dilakukan oleh Muhammad Mushthafa al-Azamiy tetapi tidak dilakukan secara komprehenship. Penelitian dalam buku ini berbeda dengan yang dilakukan para peneliti di atas, baik dilihat dan totalitas kaedah sanad yang ditelaahnya, pengujian argumen yang ditempuhnya, maupun metode yang digunakannya.

C. Konstruksi Teori.
Teori yang dipergunakan untuk penelaahan unsur-unsur kaedah kesahihan sanad hadis adalah argumen-argumen naqliy, aqliy, sejarah dan ilmu sejarah, penerapaan dari argumen-argumen tersebut dikemukakan sebagai berikut :
  1. Argumen-argumen yang mendasari unsur sanad bersambung adalah sejarah, naqliy (hadis Nabi SAW) dan logika.
  2. Argumen-argumen yang mendasari unsur beragama Islam (unsur minor dari unsur periwayat bersifat adil) dalil naqliy dan aqliy (logika) atau dalil  al-badihiy (aksioma).
  3. Argumen yang mendasari unsur berstatus mukallaf (unsur minor dari periwayat bersifat adil), adalah dalil aksioma juga.
  4. Argumen yang mendasari unsur melaksanakan ketentuan agama, adalah naqliy, logika dan kejiwaan.
  5. Argumen yang mendasari unsur terhindar dari syadz dan unsur terhindar dari illat adalah argumen methodologis.
Karena pendekatan kajiannya adalah pendekatan sejarah, maka pembahasan berikut ini ditekankan pada konstruksi teori yang berkaitan dengan sejarah. Menurut pengertiannya, metode sejarah sebagaimana disampaikan oleh para ahli penelitian sejarah, ada yang bersifat khusus dan ada yang bersifat umum. Yang bersifat khusus tidak memasukkan histografi sebagai bagian dari metode sejarah.[9] sedang yang bersifat umum memasukkannya sebagai metode sejarah.

Metode penelitian sejarah, baik yang bersifat khusus maupun yang bersifat umum sama-sama menganggap pentingnya dokumentasi. Hal ini sebagaimana diungkap oleh Sartono Kartodirdjo dengan menekankan bahwa dalam penelitian yang berprespektif atau berorientasi sejarah, maka bahan dokumentasi memiliki peranan metodologis yang sangat penting.[10]

Metode sejarah yang ketentuan-ketentuannya digunakan sebagai pendekatan dalam penelitian ini adalah dibatasi pada pengertian metode dalam arti khusus. Pengertian metode ini seperti dikemukakan oleh Louis Goots Chalk, bahwa metode sejarah dinilai sebagai metode yang bersifat ilmiah, apabila memenuhi dua syarat yaitu (1) bila metode itu mampu menentukan fakta yang dapat dibuktikan, dan (2) bila fakta itu berasal dari suatu unsur yang diperoleh dari hasil pemeriksaan yang kritis terhadap dokumen sejarah.[11] Selanjutnya dikatakan bahwa metode sejarah merupakan proses penelitian dan analisis secara kritis terhadap rekaman dan peninggalan masa lampau.[12]

Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa dokumentasi mempunyai peranan sangat penting dalam penelitian yang berorientasi sejarah. dokumentasi di sini berarti proses pembuktian fakta sejarah, baik yang bebentuk tulisan, lisan, gambar ataupun arkeologi. Pengertian ini berarti sinonim dengan sumber, baik tertulis atau tidak, resmi atau tidak resmi, primer atau bukan primer.[13] Dilihat dari obyeknya, penelitian yang berorientasi sejarah sama dengan penelitian hadis, yaitu sama-sama meneliti sumber dengan tujuan memperoleh data yang otentik dan akurat.

Sanad hadis adalah merupakan sumber riwayat, karena didalamnya terdapat beberapa saksi, baik langsung atau tidak langsung, yang terdiri dari kalangan sahabat dan generasi-generasi beikutnya sampai perawi terakhir atau para mukharrij (kolektor hadis). Perawi dari kalangan sahabat disebut sebagai sumber primer, sedangkan generasi berikutnya disebut sebagai sumber sekunder. Keadaan yang demikian selaras dengan sumber data menurut ilmu sejarah. Dalam ilmu sejarah, yang disebut sumber primer adalah saksi mata atau indera lainnya atau alat mekanis, sedangkan sumber sekunder adalah kesaksian dari orang yang tidak hadir pada peristiwa yang disaksikannya.[14] Dilihat dari obyeknya, penelitian hadis dapat diarahkan pada dua sisi, yaitu sanad dan matan. Kritik yang ditujukan kepada sanad merupakan kritik ekstern (al-Naqd al-Kharijiy), sedang kritik yang ditujukan kepada matan merupakan kritik intern (al-Naqd al Dakhiliy). Ini juga sejalan dengan teori sejarah, yakni penelitian sumber data ditujukan kepada kritik ekstern dengan maksud membuktikan otentik tidaknya suatu dokumen, menelusuri kredibilitas pembuatnya dan asal-usul sumber. Kritik intern untuk membuktikan akurasi isi sumber, bisa diterima tidaknya sebagai fakta historis, bahasanya dan tujuannya.[15]

Dalam hubungan ini, karena titik berat penelitiannya hanya berkenaan dengan penelitian sanad, maka pendekatannya adalah memakai ketentuan-ketentuan metode sejarah yang berkaitan dengan kritik ekstern.

D. Metodologi Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa penelitian ini (menurut penulis), memakai model penelitian sejarah. Pilihan metode ini dirasa sangat tepat karena adanya titik temu antara sejarah dan hadis, di mana hadis merupakan fakta sejarah yang berkenaan dengan perkataan, perbuatan, ketetapan dan hal-hal lain yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW. Fakta sejarah tersebut melalui proses transmisi beruntun yang dibawah oleh perawi-perawi dari generasi ke generasi mulai sahabat sampai perawi terakhir. Perawi-perawi tadi merupakan sumber primer dan sekunder yang bertanggung jawab atas akurasi dan orisinalitas riwayat (hadis).

Jadi metode yang dipakai adalah metode historis yang dititik beratkan pada kritik sumber eksternal, karena sasarannya adalah sanad yang juga sebagai sumber eksternal dalam hadis. Karena tidak nampak penerapan metode terseebut pada penelitian ini, maka dalam kesempatan ini belum bisa dikemukakan bagaimana prosedur ini dilakukan. Yang terlihat sebenarnya perbandingan antara metode tadi dengan proses penentuan sahih tidaknya hadis dengan mendasari kaedah kesahihan sanad yang dirasa mirip dengan pengujian fakta sejarah.

E. Analisis
Sebagaimana diungkap pada latarbelakang penelitian tentang “Kaedah Kesahihan Sanad Hadis” ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan  ilmu sejarah. Menurut penulis pendekatan ilmu tersebut digunakan sebagai acuan, sebab ilmu ini telah diakui oleh para ilmuan sebagai ilmu sosial.

Untuk itu, sebelum menganalisis tingkat orisinalitas penelitian dalam di atas dikaitkan dengan konstruksi teori yang digunakan, perlu dikaji secara krisis beberapa hal lain yang masih terkait dengan bahasannya, antara lain :
Tentang pemanfaatan ilmu sejarah sebagai pendekatan penelitian hadis pada dasarnya bisa dispakati, namun hal ini harus dibatasi pada segi prosedurnya saja, yakni proses kegiatan kritik, baik yang bersifat eksternal (sanad hadis) ataupun yang bersifat internal (matan hadis). Sebab, walaupun sasaran antara penelitian hadis dan penelitian lain yang berorientasi sejarah sama berupaya meneliti sumber dalam rangka memperoleh data yang otentik dan dapat dipercaya, tetapi dari sisi ukuran/kriteria sebagai alat uji yang dipakai kedua model penelitian tersebut, jelas berbeda, bahkan sangat prinsip. Jika dilihat perbandingannya, alat uji yang dipakai dala penelitian kredibilitas hadis lebih cermat dan sangat ketat, karena ada beberapa hal prinsip yang tidak ada dalam ilmu sejarah. Maklum karena antara keduanya ada perbedaan status. Sekedar contoh bisa dikemukakan antara lain :
  1. Besambungnya sanad, sebagai salah satu syarat keshahihan hadis. Artinya masing-masing perawi dalam sanad hadis terbukti menerima hadis dari riwayat terdekat sebelumnya, keadaan ini berlangsung ssampai akhir sanad (perawi sahabat). Perawi-perawi tersebut sebagai saksi riwayat yang mempertanggungjawabkan kualitas riwayat. Para perawi itu terdiri dari saksi primer (Sahabat) dan saksi sekunder (semua perawi setelah sahabat sampai perawi terakhir). Syarat ini tidak ditemui dalam ilmu sejarah. Demikian juga syarat-syarat yang lain, seperti perawi harus beragama Islam (bagian dari syarat adil), tidak cacat muru’ahnya dan melaksanakan agama (Islam) dengan baik (tidak fasiq) juga bagian dari syarat adil.
  2. Berkaitan dengan hal di atas, dalam penelitian ini terlihat ada analogi yang kurang pas (terbalik), yaitu apabila ternyata kaedah kesahihan sanad dimaksud memiliki kesejalanan dengan kritik sumber yang terdapat dalam ilmu sejarah, maka ia merupakan suatu metode ilmiah yang tetap perlu dikembangkan dalam rangka penelitian hadis. Walaupun ilmu sejarah telah diakui sebagai disiplin ilmu social, namun jika dilihat dari sisi substansi dan sasaran penelitiannya, jelas berbeda. Dengan demikian, ilmu sejarah dengan ketentuan-ketentuannya tidak bisa sepenuhnya dipakai sebagai pendekatan kajian hadis, termasuk sanad hadis. Bukanlah sudah banyak model-model penelitian hadis yang telah dilakukan para ulama terdahulu, walaupun masih terlihat adanya perbedaan, sehingga menghasilkan kesimpulan yang berbeda. Sebab-sebab perbedaan inilah sebetulnya yang perlu mendapatkan perhatian, mungkin ada fenomena lain yang bisa dilacak, sehingga hadis yang merupakan sumber pokok ajaran Islam itu betul-betul orisinal.
  3. Tentang obyek penelitian sanad, khususnya yang berkaitan dengan perawi di kalangan sahabat, nampaknya penulis sepakat dengan pendapat ulama yang ditengarai sebagai pendapat secara ijma’ yaitu tentang kredebilitas sahabat yang dinilai sebagai perawi yang adil, berdasarkan argumentasi naqliy dan aqliy. Secara umum bisa disepakati, bahwa generasi sahabat adalah baik atau lebih baik dari generasi berikutnya. Akan tetapi dalam kenyataannya, sejarah membuktikan lain, artinya ada beberapa sahabat perlu dicurigai kredebilitasnya, seperti :
- al-Walid bin Uqbah, walaupun dikenal seebagai seorang pemberani dan penyair yang baik, namun beliau pernah berbohong, justru perbuatan tersebut menjadi sebab turunnya salah satu ayat al-Qur’an, ayat al-Hujurat; 6 yang dinyatakan sebagai perbuatan fasiq. Pada masa khalifah Usman menghukumnya dengan cambukan dan memecatnya. Jelas sifat tersebut tidak terpuji dan tidak patut dikatakan sebagai orang yang adil. Beliau pernah menerima riwayat hadis, baik langsung dari Nabi atau melalui Usman, dan para perawi sempat meriwayatkannya.[16]

- al-Asy’as bin Qais bin Ma’diykarb al-Kindy juga ditengarai pernah murtad, kemudian masuk Islam lagi. Beliau pernah menerima riwayat dari Umar bin al-Khaththab, dan para perawi sempat meriwayatkannya.[17]

Demikian juga terbukti dalam sejarah, bahwa pada masa sahabat pernah terjadi peristiwa, justru sering terjadi sengketa yang mengakibatkan perang saudara, yang dikenal dengan timbulnya fitnah kubra. Demi kemurnian dan keaslian hadis, para sahabat masih perlu diteliti kredebilitasnya. Untuk meneliti sahabat tersebut sudah banyak bahan yang ditulis oleh para peneliti hadis terdahulu.

Selanjutnya tentang orisinalitas penelitian di atas, perlu dikritisi berkaitan dengan terapan metode ilmu sejarah yang dipakai sebagai pendekatan kaedah kesahihan sanad. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam buku ini belum terlihat terapan metode yang dimaksud. Yang nampak hanya kutipan atau ungkapan hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh para ulama. Bukti ini bisa dilihat, ketika menulis membahas (meneliti) unsur-unsur kaedah kesahihan sanad, mulai halaman 105 sampai dengan 196 (halaman sebelum kesimpulan). Walaupun begitu studi ini masih patut mendapat perhatian, karena hasil penelitian ini terpapar secara komprehensif dan komparatif. Dan dari sini sebenarnya dapat diformulasikan model-model penelitian agama, khususnya yang berkaitan dengan penelitian hadis, dan ini menjadi tugas kita. Kalau bisa saya simpulkan, bahwa pembahasan (penelitian) dalam buku ini bersifat penelitian kepustakaan yang merupakan studi banding antara pendekatan penelitian hadis dengan pendekatakan penelitian sejarah. Untuk mengetahui model-model penelitian hadis di luar buku ini, kiranya perlu ditawarkan beberapa model penelitian, sebagaimana akan diungkap berikut ini.

F. Tawaran Model-model Penelitian
Memusatkan penelitian pada hadis dengan berbagai obyek material dan formal tidak terlepas dan jati dirinya sebagai sumber doktrin agama Islam yang sifat kebenarannya transendental. oleh sebab itu pendekatan masalah dalam penelitian hadis selalu terikat pada metode doktriner yang normatif dan dogmatis hadis. Realitas hadis sebagai doktrin dikaji lewat dokumen (Studi Literer) dengan memanfaatkan tehnik analisa kualitatif. Bila obyek kajian diarahkan kepada hal-hal yang aktual maka pendekatan masalahnya perlu penggabungan (sintesa) antara metode doktriner dengan metode penelitian ilmiah (A. Mukti Ali, 1989: 47-48). Misalnya dengan metode sosiologis, historis, psikologis, etnografis, studi kasus dan lain-lain. Sekiranya kesimpulan yang dihasilkan perlu terukur dengan olah data kebenaran sensual (teramati indera) setara kemauan penelitian empirisme dan kebenaran logik (berdasarkan penalaran) seperti kecenderungan penelitian rasionalisme, maka pengembangan metodenya memanfaatkan tehnik analisis kuantitatif. Langkah analisis data tersebut diproses melalui sajian data hasil survey lapangan.

Dengan mempertimbangkan karakteristik objek formal penelitian hadis, berikut ini ditawarkan ragam pilihan methode :
a)      Methode historis dengan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
b)      Kritik sumber (eksternal) atau sanad hadis ;
c)      Kritik materi hadis (internal) ;
d)     Mengupayakan data pendukung sanad dan matan sebagai pembanding melalui prosedur i’tibar guna menemukan data syahid atau mataba’ hadis.

Apabila target yang ingin dicapai lewat penelitian historis faktual terhadap satuan hadis itu mencakup nilai kehujjahan, maka langkah prosedur penelitian dilanjutkan guna menguji terap signifikansi satuan hadis yang bersangkutan dengan data sikap kesediaan atau penolakan Ulama ilmu syari’at dalam mendayagunakan hadis tersebut sebagai polulasi pengembangan tata pikir syari’at (aqidah, ahkam, akhlaq dan penafsiran Al-Qur’an).

Prosedur penelitian historis faktual di atas bila ditujukan pada objek material kitab koleksi hadis, langkah kerjanya menjadi lebih sederhana, yaitu :
Pertama : Pengujian validitas hadis yang dihimpun dengan mengamati seberapa dominan mutu keshahihan hadis dan keunggulan norma seleksinya (i’tibar as-shihah), dan
Kedua : Pengujian singkat popularitas kitab di kalangan ulama syar’i (i’tibar as-syuhrah). Detil prosedur dan operasional metode tersebut dapat mempedomani teori syeikh Waliyullah Ad-Dihlawi dalam Hujjatullah al-Balighah.
(2) Methode komperatif dengan cara membandingkan dua/lebih pandangan, presepsi, tradisi, pemikiran tokoh ulama atau kelompok aliran keagamaan terhadap hadis secara keseluruhan atau persial.
(3) Methode deskriptif yang bertujuan menggambarkan secara mendalam segala aspek yang melekat pada satuan hadis dan mempertegas hipotesa atau teori klasik tentang hadis.
(4) Methode thematik (tipologi) dengan memilih thema sentral berasal dari gugus ajaran universal Islam, dicarikan landasan konsepsinya dalam perbendaharaan hadis (sunnah) guna membangun sebuah konsep universal milik Islam. Konsep tersebut mencerminkan refleksi pemikiran yang sistematik.
(5) Methode verifikatif yang bertujuan menguji dan menilai suatu thesis tentang keandalan norma seleksi hadis yang dikembangkan oleh pakar hadis. Model penelitian ditunjang oleh data respon dan reaksi ulama Muhaddisin periode sama atau sesudahnya guna mengukur efektifitas norma seleksi tersebut. pada posisi yang sama diujicobakan seleksi norma seleksi yang sudah menjadi standar buku ulama Muhaddisin.
(6) Methode eksplanatif yang mencermati hubungan antar variabel ke-hadis-an dengan variabel realitas sosial. Pengembangan model penelitian ini mencontoh prosedur penelitian empiric yang koreladional.

G. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa:
  1. Walaupun terdapat kesamaan antara model penelitian sejarah dan penelitian hadis, karena kesamaan sasaran, akan tetapi pendekatan ilmu sejarah tidak dapat diterapkan sepenuhnya dalam penelitian hadis, termasuk sanad hadis. Pertimbangannya, karena alat ukur yang dipakai kedua pendekatan tersebut terdapat perbedaan yang sangat prinsip.
  2. Model penelitian dalam buku ini tampak tidak jelas, walaupun dikatakan memakai pendekatan ilmu sejarah, namun belum terlihat terapan ilmu tersebut. Sehingga bisa disimpulkan bahwa kajian dalam buku ini sebenamya memakai metode analogi perbandingan, karena faktanya adalah hanya membanding, baik antara beberapa pendapat ulama dalam kaitannya dengan penentuan kualitas sanad, ataupun antara metode yang dipakai ulama-ulama tersbut dengan metode ilmu sejarah.
  3. Tawaran metode yang terungkap, bertujuan memenuhi model studi yang komprehensif tentang hadis, sehingga diharapkan tidak terjadi perbedaan antara kualitas sanad dan matan, sebagaimana dikembangkan para ulama, bahwa sanad hadis yang shahih tidak dengan sendirinya matannya shahih.
Daftar Pustaka
Taufiq Abdullah, “Kata Pengantar” dalam Abdurrahman Surjomihardjo, Pembinaan Bangsa dan Masalah Historiografi, cet. II, Idayu, Jakarta, 1979.
Muhammad Muhammad Abu Zahw, al-Hadis wa al-Muhaddisun, Dar Mathba’ah Mishr, Mesir, tt.
Ibnu Hajar al-Asqalaniy, Fath al-Bariy, Dar al-Fikr wa Maktabat Salafiyah, tt.
Ibnu Hajar al-Asqalaniy, Tahdzib al-Tahdzib, Majlis Da’irat al-Ma’arif al-Nidhamiyah, India, tt.
Louis Gottschalk, Understanding History : A Primer of Historical Method, cet. IV, Alfred A Knoph, New York, 1956.
Nur al-Din “itr, al-Madkhal ila Ulum al-Hadis, al-Maktabat al-Ilmiyah, cet. II, Madinah, 1972.
Sartono Kartodirdjo, Metode Penggunaan Dokumen, dalam Koentjoroningrat (redaktur), Metode-metode Penelitian Masyarakat, cet. II, Gramedia, Jakarta, 1977.
Muhammad Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadis wa Mushthalahuhu, Dar al-Fikr, cet. III, Beirut, 1975.
Al-Nawawy, Shahih Muslim bi Syarh al-Nawawy, juz I, al-Mathabaat al-Mishriyah, Mesir, 1924.
Al-Nawawy, al-Taqrib li al-Nawawy, Fann Ushul al-Hadis Abd. Rahman Muhammad, Kairo, tt.
Shubhiy al-Shalih, Ulum al-Hadis wa Musthalahuhu, cet. IX, Dar al-Ilm li Malayin, Beirut, 1977.
Mahmud al-Thahhan, Taisir Musthhalah al-Hadis, cet. II, Dar al-Qur’an Beirut, 1979.

Penulis : A. Muhtadi Ridwan

Catatan Kaki:
[1] Usaha ini secara resmi dan massal telah dilakukan berdasarkan instruksi dinas khalifah Umar Bin Abdul Azis, dilakukan sejak zaman sahabat, berupa catatancatatan pribadi seperti ali bin Abu thalib, amir Bin Ash dan lain-lain. Lihat Misalnya Subhiy al-Shaleh, Ulum al-Hadis wa Musthalahuhu, hal. 24-30, dan hal. 44-45, Muhammad Zahw, al-Hadis Wa al-Muhaddisun, hal. 244-245, Muhammad abdul al Aziz, al Kulliy, Miftah al sunnah wa-Tarikh funun al-Hadis, hal. 21.
[2] Al-Nu’man Abdul al-Muta’al, al-Hadis al-Syarif riwayat wa Dirayat, hal. 77-80.
[3] Ibnu al-Shalah, Ulum al-Hadis, hal. 10, dan al-Nawawi, al-Tagrib ii al-Nawawiy Fann Ushul al-Hadis, hal. 1.
[4] M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad (Telaah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah), hal.3-4.
[5] Ibid, hal. 7 Ibn al-Shalah, Op. cit, hal.11, dan Shubkiy al-Shahih, Op.cit, hal. 154.
[6] M. Syuhudi Ismail, Ibid, hal.7.
[7] M. Syuhudi Ismail, Loc cit.
[8] Ibid, hal.10-11, dan Mahmud al Thahhan, Taisir Mushthalah al-Hadis, hal.26.
[9] Yang dimaksud dengan historiografi adalah keseluruhan prose-proses intelektual, kritis dan konstruksi dan merupakan alas dasar sejarah itu ditulis, Abdurrahman Suryomiharjo, Pembinaan Bangsa dan Masalah Histografi, hal.3.
[10] Sartono Kartodirdjo, Metode Penggunaan Dokumen, dalam Koentjaraningrat (Redaktur), Metode-metode penelitian Massyarakat, hal. 62.
[11] Ouis Goots Chalk, Understanding History; A Promer of Historical Metode, hal. 193.
[12] Ibid, hal. 48.
[13] Ibid, hal. 53-54
[14] Sartono Kartodirdjo, Op. cit, hal. 76, dan hal. 83-84.
[15] al-Asqalaniy, Kitab al-Ishabahfi Tamiz al Sahabah, jilid III, hal. 637-638.
[16] al-Asqalaniy, Fath al-Bariy, Juz VIII, hal.4 dan Tandzib al-Tandzib, Juz I, hal.359.
[17] Mahmud al-Thahhan, Op cit, hal. 170-171.
*Pernah dimuat di Jurnal STAIN Malang, No. 4 Tahun 1997, ISSN: 1410-0592
                                                                                                                        

0 komentar: