Kamis, 21 Juni 2012

SYUKUR DAN SABAR DALAM KEHIDUPAN




Dalam sebuah kesempatan, Nabi Muhammad S.a.w pernah menggambarkan tentang sifat-sifat seorang muslim. Beliau mengatakan:

عَجَباً لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ. إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ. وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ. إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ. فَكَانَ خَيْراً لَهُ . وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ، فَكَانَ خَيْراً لَهُ. (رواه مسلم)

Sungguh menakjubkan perkaranya orang mukmin itu, karena semua urusan orang mukmin itu penuh dengan kebaikan. Hal ini tidak akan terjadi pada orang lain, kecuali orang mukmin saja. Jika mendapat kesenangan, (syakar) ia bersyukur, maka hal itu menjadi kebaikan baginya. Dan apabila ditimpa kesulitan, (shabar) ia bersabar, maka hal itu pun menjadi kebaikan baginya. (HR. Muslim)

Bersyukur karena mendapat kesenangan adalah watak khas seorang mukmin. Karena ia menyadari sepenuhnya bahwa tanpa Allah dirinya tidaklah berarti apa-apa. Kalau pun ia sedang mendapatkan rizki yang melimpah, jelas bukan karena usahanya semata, tetapi karena Allah-lah yang melapangkan rizkinya melalui usahanya itu. Kalau ada seorang mukmin yang sakit, lalu sembuh, jelas bukan karena keahlian dokter atau tabib dalam meracikkan obat-obatan, melainkan Allah-lah yang  menyembuhkannya. Itulah keyakinan seorang mukmin. Usaha adalah sarana menuju sukses, dan kesediaannya untuk berobat ke dokter adalah bagian dari ikhtiarnya untuk sembuh dari penyakit yang dideritanya.

وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ (الشعراء : 80)

Dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku. (Q, s. as-Syu’arā’/26:80)

Betapa banyak orang yang bekerja keras banting-tulang, namun tetap  saja selalu mengalami kegagalan. Betapa banyak pula orang sakit yang mendatangi dokter yang paling canggih sekalipun, namun tetap saja penyakitnya tidak kunjung hilang. Apa maknanya ini? Maknanya adalah bahwa manusia hanya bisa berusaha, Allah-lah Yang Menentukan segalanya. Maka, orang muslim yang mendapatkan kesenangan lalu bersyukur, pada hakekatnya ia paham betul bahwa apa yang diperolehnya itu adalah pemberian Allah.

Selain sifat syukur adalah sifat sabar. Orang mukmin itu penyabar. Ia tidak pernah mengeluh tentang berbagai cobaan hidup yang dihadapinya. Ia sadar sepenuhnya bahwa kesulitan yang menimpanya merupakan cobaan dari Allah. Ibarat anak sekolah, semakin tinggi kelasnya, maka semakin sulit soal-soal ujiannya. Tetapi begitu lulus, ia akan bahagia sekali. Apabila siswa kelas satu dan kelas enam SD ujiannya sama, maka namanya bukan ujian. Karena ujian untuk menentukan tingkat, maka tingkat kesulitannya pun bervariasi sesuai dengan tingkatan pengetahuan yang dimiliki para siswa. Ujian untuk menaikkan derajat. Apa artinya kelulusan bagi siswa SMU kalau soal-soal ujian yang dikerjakannya ternyata milik siswa kelas satu SD. Maka dari itu, harus disadari betul bahwa ujian Allah itu sebanding dengan kesanggupan hamba-Nya untuk menghadapinya. Mustahil Allah akan menimpakan ujian dan cobaan hidup kepada hamba-Nya di luar kemampuannya. Dan Allah Maha Mengetahui tentang kadar dan kemampuan hamba-Nya dalam menghadapi sebuah ujian.

لاَ يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْساً إِلاَّ وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Q, s. al-Baqarah / 2:286)

Maka dari itu, jika seorang mukmin sedang ditimpa kesulitan hidup, maka ia harus memahaminya sebagai bagian dari ujian Allah. Ia harus yakin dengan sepenuh hati bahwa Allah sedang berniat untuk mengangkat derajatnya melalui ujian itu. Oleh karenanya, sikap sabar adalah pilihan yang tepat.

Namun demikian, harus tetap dipahami bahwa sabar itu bukan berarti sikap nerimo, pasrah atau nglokro. Sabar itu sikap menerima kenyataan tetapi yang didahului dengan perjuangan dan usaha keras, disertai kesinambungan upaya yang terus-menerus. Maka, jika ada orang yang ketika ditimpa kesulitan lalu buru-buru pasrah tanpa diiringi dengan usaha untuk mengatasinya, tidak dapat dikatakan sebagai sabar, melainkan sebagai pemalas!         
Cobalah perhatikan firman Allah dalam surat Alu Imran ayat 200:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اصْبِرُواْ وَصَابِرُواْ وَرَابِطُواْ وَاتَّقُواْ اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga, dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu menjadi orang-orang yang beruntung. (Q, s. Alu Imrān /3:200)

Itulah watak orang mukmin: syukur di kala senang, dan sabar di kala susah. Ketahuilah bahwa syukurnya itu akan menambah ni’mat yang ada pada dirinya, dan sabarnya itu akan menghilangkan musibah yang menimpanya.

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

Dan (ingatlah), tatkala Tuhanmu memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (Q, s. Ibrahim / 14:7)

0 komentar: