Rabu, 04 Juli 2012

SIFAT AMANAH NABI MUHAMMAD SAW

Amanah (dapat dipercaya)
Karakter yang seharusnya dimiliki oleh seorang pemimpin sebagaimana karakter yang dimiliki Rasul yaitu sifat dapat dipercaya. Beliau jauh sebelum menjadi Rasul pun sudah diberi gelar al-Amin (yang dapat dipercaya). Sifat amanah inilah yang dapat mengangkat posisi Nabi di atas pemimpin umat atau Nabi-Nabi terdahulu. Pemimpin yang amanah yakni pemimpin yang benar-benar bertanggung jawab pada amanah, tugas dan kepercayaan yang diberikan Allah SWT. Yang dimaksud amanah dalam hal ini adalah apapun yang dipercayakan kepada Rasulullah saw. meliputi segala aspek kehidupan, baik politik, ekonomi, agama, dan pendidikan.
Firman Allah yang berbicara tentang amanah yang diemban oleh setiap manusia terdapat dalam surat Al-Ahzab 72, bunyinya:
إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنسَانُ  إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا [٣٣:٧٢]
“Sesungguhnya kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan menghianatinya dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan bodoh”. (QS. Al-Ahzab: 72).[1]
Berdasarkan ayat di atas menyatakan bahwa setiap manusia mempunyai amanah yang harus dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT. walau sekecil apapun amanat itu.
Sifat amanah yang ada pada diri Nabi Muhammad saw. Memberi bukti bahwa beliau adalah orang yang dapat dipercaya, karena mampu memelihara kepercayaan dengan merahasiakan sesuatu yang harus dirahasiakan dan sebaliknya selalu mampu menyampaikan sesuatu yang seharusnya disampaikan. Sesuatu yang harus disampaikan bukan saja tidak ditahan-tahan, tetapi juga tidak akan diubah, ditambah atau dikurangi. Demikianlah kenyataannya bahwa setiap firman selalu disampaikan Nabi sebagaimana difirmankan kepada beliau. Dalam peperangan beliau tidak pernah mangurangi harta rampasan untuk kepentingan sendiri, tidak pernah menyebarkan aib seseorang yang datang meminta nasihat dan petunjuknya dalam menyelesaikannya dan lain-lain.[2] Sifat amanah ini berarti juga jujur dalam menunaikan tugas-tugas kerasulan, dengan tidak menutup-nutupi wahyu yang diturunkan, Artinya Nabi tidak sekedar menyampaikan yang menguntungkan dan tidak menyampaikan yang merugikan diri beliau sendiri.[3]
Sifat amanah yang ada pada diri Nabi Muhammad saw. Begitu kuatnya, hingga apapun yang dilakukannya hanyalah semata-mata berasal dari perintah Allah untuk umatnya. Kemiskinan yang beliau alami adalah sebagai bukti bahwa beliau benar-benar hanya memikirkan tugasnya untuk berdakwah (mendidik) umatnya. Beliau tidak pernah takut kemiskinan, karena semenjak menjadi Rasul keseluruhan hidupnya hanya untuk menyebarkan syiar Islam yang telah menjadi amanahnya.
Sifat amanah Rasulullah saw. seperti sifat-sifatnya yang utama yakni lengkap dan sempurna dan banyak bukti-buktinya antara lain:
1.     Tidak diragukan lagi bahwa tugas yang luhur yaitu menyebarkan risalah yang dipercayakan kepada beliau oleh Allah yang dibebankan ke atas pundaknya. Rasulullah saw. telah menyampaikan risalah itu dengan sebaik-baiknya dan rela menderita dalam melaksanakan risalah itu dengan menghadapi penderitaan yang berat.
2.     Bukti sifat amanah Nabi Muhammad saw. tidak dapat disangkal lagi, sebab dalam kesehariannya dapat disaksikan oleh semua orang bahwa beliau selalu memegang apapun yang telah diamanahkan kepadanya. Bila memperoleh barang rampasan perang, Nabi Muhammad saw. menyuruh Bilal untuk menyeru orang banyak tiga kali maka orang-orang berdatangan membawa barang rampasan mereka kemudian beliau membaginya menjadi lima, lalu ada seorang yang datang membawa seikat bulu dan berkata, “ya Rasulullah, inilah yang kami peroleh dari rampasan perang !”, beliau berkata, “apakah kamu mendengar seruan Bilal hingga tiga kali ?” orang itu menjawab, “ya, benar”. Beliau berkata, “lalu apa yang menghalang-halangimu datang kepadaku untuk membawa barang-barang ini ?”, orang tersebut mengajukan alasan yang menyebabkan keterlambatannya. Rasulullah saw. lalu bersabda “aku sama sekali tidak akan menerima barang rampasan perang ini dari kamu dan kamu sendirilah nanti pada hari kiamat yang akan menyampaikannya kepadaku”.[4]
Berkaitan dengan wahyu, tugas Rasul adalah menyampaikan wahyu itu kepada manusia.[5]Dalam tinjauan pendidikan, pada hakikatnya terdapat kesamaan antara Rasul dan guru, yaitu bahwa keduanya menyampaikan materi pengajaran/pendidikan. Muhammad sang penyampai ajaran-ajaran al-Quran sebagai guru bagi umatnya. Dari peristiwa ini dapat digarisbawahi bahwa Muhammad adalah seorang guru yang terbesar bagi umat Islam dan pemimpin yang bertugas membimbing dan mengarahkan manusia ke jalan yang benar.


[1] Surnaryo, et.al., Op.Cit, hlm. 680                                                            
[2] Hadari Nawawi, Op.Cit, hlm. 274
[3] Ibid.,
[4] Ahmad Muhammad al-Hufiy, Op.Cit., hlm. 312
[5] Soenaryo, et.al., Op.Cit, hlm. 407

0 komentar: